Sejak beberapa minggu lalu kita disuguhi perang opini tingkat tinggi.
Perang opini antara Gubernur Jokowi Vs Presiden SBY.
Alhasil gontok-gontokan komentar antara pendukung keduanya terjadi.
Panas dan seru!
Banyak yang belum sadar, ternyata ada perang opini tingkat tinggi yang lain.
Bahkan mungkin levelnya lebih tinggi karena bukan antara Gubernur dengan Presiden lagi.
Pelakunya bukan orang yang masih hidup di dunia.
Mereka berdua sudah ada di alam baka.
Lho???
Mereka bahkan 1 partai dan 1 keluarga.
Kok bisa perang?
Sejak berbulan-bulan lalu kita sering melihat stiker bergambar mantan presiden Suharto.
Stiker tersebut bertuliskan : "Piye Kabare, le? Penak Jamanku to?
(Gimana Kabarnya? Enak Zamanku kan?).
Atau ada yang bertuliskan "Wis Mangan Opo Durung? Beras Saiki Hargane Piro? Penak Jamanku to?"
(Sudah Makan Apa Belum? Beras Sekarang Harganya Berapa?
Enak Zamanku kan?)
Stiker tersebut biasanya ditempelkan di bodi kendaraan umum atau pada kaca pintu dan jendela rumah.
Ternyata tulisan tersebut tidak hanya dibuat stiker saja.
Melainkan juga ditulis pada kaos, pin dan gantungan kunci.
Dan ternyata laris.
Lebih laris dibandingkan kaos bergambar "rising star'' masa kini yaitu Jokowi.
Menurut pedagangnya, kaos bergambar Pak Harto tersebut umumnya dibeli orang berumur 40 tahun ke atas.
Di duga kata-kata lucu dan menyentil di atas sengaja dimunculkan seseorang.
Dan motifnya adalah politik.
Motif politik yang dimaksud adalah mengingatkan orang agar teringat dan rindu masa-masa Indonesia dipimpin Pak Harto.
Banyak yang bilang dimasa Pak Harto dengan Golkarnya itu harga beras murah, bensin murah, cari nafkah gampang dan lain sebagainya.
Nostalgia seperti itulah yang ingin dibangkitkan.
Kemungkinan yang memunculkan kata-kata di atas adalah orang Golkar atau bisa saja kerabat Almarhum Pak Harto.
Ternyata ada orang yang takut kata-kata "Piye Kabare le? Penak Jamanku to?" akan betul-betul membangkitkan kerinduan masa-masa bangsa Indonesia di pimpin Pak Harto dengan Golkarnya. Orang tersebut takut nostagia tersebut merugikan kepentingan politiknya.
Ketakutannya memang beralasan karena meskipun kata-kata tersebut berbahasa Jawa, Kaos dan Stikernya sudah tersebar sampai Kalimantan, Aceh dan pelosok tanah air lainnya.
Akhirnya dibuatlah kata-kata tandingan.
Tokoh yang dipilih dalam kata-kata tandingan itu tidak main-main.
Dipilihlah tokoh yang amat dekat dengan Almarhum Suharto.
Bukan hanya dekat, akan tetapi amat berpengaruh pada hidup "Smilling General" tersebut.
Tokoh yang dimaksud adalah Almarhumah Suhartinah atau biasa dipanggil Ibu Tien, istri Pak Harto sendiri.