Mohon tunggu...
M GilangRamadhan
M GilangRamadhan Mohon Tunggu... Novelis - penulis Novel, Pecandu Sastra, seorang Santri

Sebuah Platform bagi kaum Millenial dalam meraup gagasan dan bertukar informasi terkini terkait Pemuda, Ekonomi dan Politik. #PemudaagenperubahanBangsa Email:mgilangramadan20@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bom Gereja Katedral Makasar, Pemantik bagi Lahir dan Tumbuhnya Eksistensi Skema Islamophobia di Tengah Kemelut Pandemi

4 April 2021   11:42 Diperbarui: 4 April 2021   11:49 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada beberapa hari yang lalu publik Indonesia sempat terguncang dengan sangat dahsyatnya atas tragedi bom bunuh diri yang dilakukan oleh dua pasutri di di depan gerbang Gereja katedral Makasar. Dari kejadian nass tersebut masyarakat begitu mengecam keras atas tindakan tercela yang menodai kesakralan tempat ibadah sekaligus kesucian agama umat Kristiani. Di samping itu, hingga pada akhirnya pihak kepolisian pun berhasil mengantongi sejumlah barang bukti yang menjadi identitas dari pasangan suami istri tersebut. Salah satu barang bukti yang berhasil ditemukan di kediaman mereka ialah surat wasiat yang diduga berhasil memberikan sebuah pertanda besar bagi pihak aparat untuk mengidentifikasi latar belakng aksi bom bunuh diri tersebut. Jika dianalisis dari surat wasiat yang ditulis oleh mereka berdua pada dasarnya aksi tersebut berorientasikan untuk jihad di jalan Allah SWT. Di lain sisi, pelaku pasutri yang berinisialkan L dan juga YSF ini diduga adalah pasangan pengantin yang umurnya baru menginjak 6 bulan lamanya. Aksi yang mereka sumbangkan pun sejatinya berafiliasi dengan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang sudah memiliki track record dalam upaya aksi terorisme di kancah global.

Jika kita berkiblat terhadap tahun demi tahun. Tentunya aksi terorisme  kerap menghiasi relung nafas kehidupan bangsa Indonesia. Maka di satu sisi peristiwa yang baru menimpa beberapa waktu yang lalu sukses berkemuflase menjadi pukulan yang telat bagi khalayak luas, tingkat ketakutan sekaligus kecemasan pun terus tumbuh dengan meningkatnya kasus demi kasus yang kerap terjadi di lingkugan publik. Terutama yang semakin membuat ketakutan masyarakat yaitu pada saat ini kita sedang fokus untuk survive dari kemelutnya pandemi yang tak kunjung usai ini.

Dalam konteks ini mampu menjadi gambaran kepada kita semua bahwa situasi pada saat ini tidaklah stabil, justru di lain sisi semakin memanas dan pada hakikatnya mampu bertansformasi menjadi keadaan yang menyebabkan agama Islam itu sendiri kian memburuk. Sehingga di ujung skenario cerita ini tumbuhlah sebuah penyakit yang bernama "Islamophobia." Mengapa demikian? Karena seperti yang kita ketahui bersama bahwasanya selama ini para aktor dalam tindakan aksi terorisme ialah berkedok agama Islam dan memiliki tujuan yang mulia. Yaitu untuk aksi jihad di jalan Allah SWT. Padahal aksi jihad tersebut sangatlah bertolak belakang dengan konteks serta esensi dalam berjihad dalam agama Islam yang sesungguhnya. Dari realita yang kian hancur ini hingga pada akhirnya munculah sebagian oknum yang menaruh rasa kebencian terhadap agama Islam. Karena bagi mereka Islam sendiri ialah agama yang kian memantik problematika sekaligus kehancuran bagi sesama. Maka dari itu, dengan berbagai stigma yang beredar di tengah-tengah masyarakat ini sejatinya berpotensi besar bagi terciptanya polemik Islamophobia tersebut di tengah-tengah masyarakat Indonesia.

Pada saat ini kita pun sebagai umat Islam tentunya merasakan kesedihan yang begitu luar biasa. Bagaimana mungkin di tengah zaman yang semakin tak terkendali ini justru nilai fundamental yang tertanam pada Islam pun kian luntur. Sedikit demi sedikit ajaran Islam yang telah Rasul serta para Nabi estafetkan kian terkikis, dan hingga pada akhirnya diambil alih oleh segelintir oknum yang salah kaprah dalam menafsirkan nilai keislaman tersebut.

Maka dari itu, di poin ini kita pun sebagai pemuda agen perubahan bangsa pada hakikatnya memiliki peran yang cukup besar untuk sama-sama melawan derasnya arus pergeseran pemahaman ideologi bangsa Indonesia yang semakin tak terkendali kekuatannya. Dengan mempersiapkan sebuah sistem pergerakan yang masif sekaligus terstruktur dengan sistematif dan tentunya baik, kendati demikian skema tersebutpun akan mampu membuang segala macam bentuk nilai-nilai keburukan serta menaburkan nilai kebaikan yang begitu mulia. Di samping itu, perlunya peran dari pihak keluarga, lingkungan pergaulan, pendidikan, dan yang tidak kalah penting yaitu pemerintah yang senatiasa terus melakukan pengawasan dan juga dorongan yang kuat dari berbagai macam sisi. Jika hal demikian sukses dilakukan. Maka percayalah kelak bangsa maupun negara ini akan berhasil terbebaskan dari nilai ideologi dalam beragama yang bukan semestinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun