Pancasila juga memberikan jaminan kepada rakyat Indonesia untuk berekspresi secara demokratis dan bertanggung jawab, dan tentunya didorong oleh hikmat (kebijaksanaan), bukan nikmatnya kecurangan. Pancasila menolak adanya perilaku korupsi, otoritarianisme (totalitarianisme) karena hal demikian bertentangan dengan asas Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, dan Persatuan Indonesia.Â
Akan tetapi, Pancasila mengutamakan asas 'Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan'. Barang siapa yang hendak mendudukkan salah satu suku atau agama (kepercayaan) tertentu untuk menguasai bangsa dan negara Indonesia telah menentang Pancasila, dan karenanya; pantas 'ditendang' dari Indonesia. Pancasila tidak pernah mengajarkan tentang keberpihakan pada sekomunitas, segolongan, atau sekepercayaan tertentu, tapi keberpihakan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan dijaminkan kepada seluruh rakyat Indonesia secara universal, bukan secara parsial.
Bangsa dan negara Indonesia tidak dibangun di atas ideologi tertentu yang bernafaskan suku atau agama (kepercayaan) tertentu, tapi bernafaskan Pancasila. Maka, siapa saja yang menistakan Pancasila telah menistakan kepercayaannya yang mengakui adanya satu Tuhan. Lantaran, Pancasila mengajarkan tentang keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana ajaran agama-agama resmi di Indonesia. Indonesia menganut negara Pancasila (negara bangsa), bukan negara agama. Dengan demikian, Pancasila mesti ditempatkan di atas segalanya dan apa yang diperintahkan oleh Pancasila wajib 'dieksekusi'.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H