RSJMM ini merupakan terobosan baru bagi kami dalam cara belajar mengenai psikologi dan jiwa manusia.
Selasa 4 Juni 2024 tanggal dilaksanakannya kunjungan ke Rumah Sakit Jiwa Marzoeki Mahdi oleh Mahasiswa Ilmu Komunikasi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) Universitas Pakuan. Kunjungan keTujuan dari kunjungan ini yaitu "untuk menambah wawasan mengenai berbagai kondisi kesehatan mental, komunikasi yang terjadi diantara pasien dengan gangguan mental, dan bagaimana mendukung orang-orang yang hidup dengan kondisi gangguan mental. Kunjungan ini juga dapat membantu untuk mengurangi stigma seputar kesehatan mental dan mempromosikan pemahaman yang lebih baik tentang orang-orang dengan gangguan mental." Ucap Widya Lestari selaku ketua pelaksana. Lalu mengapa memilih RSJMM "Karena rsjmm merupakan rumah sakit jiwa yang sudah terkenal akan fasilitas dan layanannya, lokasinya pun tidak jauh dengan universitas pakuan dan akses ke sananya pun mudah" lanjutnya.
Kunjungan dimulai di Aula Diklit RSJMM dengan pemutaran video profil, dilanjut dengan informasi seputar kegiatan dan QnA dengan beberapa petugas atau pegawai RSJMM sebelum masuk ke kegiatan utama kita yaitu mengunjungi ruangan-rangan dan bertemu dengan pasien serta wawancara dengan perawat atau dokter yang bertugas di RSJMM. Mahasiswa dikelompokkan menjadi 4 kelompok terlebih dahulu untuk mengunjungi ruangan yang berbeda. Kelompok saya berkesempatan untuk mengunjungi ruang Subadra, dimana ruangan in merupakan ruangan untuk pasien yang sudah stabil.
Di ruangan Subadra kami mewawancara Kepala ruangan yaitu Pak Wagiortono ia mengatakan "Gangguan jiwa, diabetes, darah tinggi tidak ada istilah sembuh. Bisa terkontrol dengan obat, jadi selama minum obat Insya Allah bisa produktif, jangan katakan sembuh". Sedari awal Pak Wagiortono ini sudah menekankan bahwa gangguan jiwa ini tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikontrol dengan obat. Oleh sebab itu, walaupun pasien sudah diperbolehkan pulang oleh Dokter, mereka harus tetap kontrol rutin ke RSJMM ini.Â
Kemudian dalam berkomunikasi dengan pasien ternyata sama seperti kita mengobrol dengan orang normal, tidak memerlukan cara khusus atau berbeda dengan cara kita berkomunikasi, hanya saja kita harus lebih sabar karena pasien dengan gangguan jiwa biasanya tidak nyambung ketika ngobrol. "Kadang ada yang ngomong apa jawabannya apa, tapi banyak juga yang seperti ini (menunjukkan pasien yang beraktivitas seperti biasa). Memang gangguan jiwa itu hanya ketika gelisah aja ketika akut, kalo udah stabil sama seperti kita, nyambung. Ya ketika mekanismenya jelek saja" sesuai dengan yang dikatakan Pak Wargiantono bahwa jika pasien tidak nyambung berarti ada penyebabnya dan para pasien dengan gangguan jiwa pun ternyata masih sama seperti orang normal pada umumnya yang masih bisa berkomunikasi dengan baik. Hal ini dibuktikan langsung saat itu dengan kami mewawancarai salah satu pasien stabil di ruangan Subadra, ia menjawab pertanyaan dengan baik dan normal layaknya orang tanpa gangguan jiwa "kalua hobi si sepak bola, tapi karena cedera kakinya ini hampir kena motor baling-baling, saya mesti gantung sepatu sih, paling jadi coachnya aja. Jangan diseriusin kan main bola maksudnya juara dua doang kan jangan juara satu." Di sini pasien menjawab sesuai pertanyaan yang ditanyakan bahkan ia sampai menjelaskan lebih rinci serta mengeluarkan sedikit candaan-cadaan, ini tandanya ia sedang stabil.Â
Setelah mewawancara kepala ruangan dan salah satu pasien stabil kami melanjutkan ke kegiatan selanjutnya yaitu mengunjungi ruang rehabilitasi yang langsung dejelaskan oleh Ibu Sri Lestari Dwi Saptorini S.Psi. Beliau menjelaskan tentang beberapa kelas yang bisa diikuti oleh pasien RSJMM ini diantaranya ad akelas membuat roti, kelas membuat telur asin, kelas membuat kerajinan gerabah, kelas hidroponik dan organic. Saya sempat mengikuti kelas gerabah, di sana saya diberikan tutorial oleh salah satu pasien yang diberikan kesempatan oleh penjaga kelasnya untuk melatih public speaking si pasien tersebut. Ia merasa bangga karena berhasil memberikan arahan cara membuat gerabah dengan baik dan cukup jelas bahkan sampai-sampai ia berbicara mengenai mahasiswa "kalian mahasiswa harus rajin baca buku karena itu jembatan ilmu dan supaya kalian pinter, masa depan ada di tangan kalian makanya harus rajin-rajin baca buku" hal ini membuat saya cukup tercengang karena kata-kata seperti ini keluar dari orang yang memiliki gangguan jiwa.
Intinya orang dengan gangguan jiwa sama saja dengan orang yang mengalami gangguan fisik, bedanya jika orang terkena gangguan fisik atau penyakit fisik dapat dolihat langsung dan orang yang mengalami pasti sadar akan penyakit yang menimpanya. Berbeda dengan gangguan jiwa, orang sulit menerima fakta jika dia mengalami gangguan jiwa sehingga hal inilah yang membuat orang dengan gangguan jiwa lama untuk pulih dan stabil. Jadi jangan menganggap orang dengan gangguan jiwa itu bukan manusia atau membedakan perilaku kita terhadap mereka, justru kita harus lebih sadar dan membantu mereka yang sedang mengalami kesulitan agar setidaknya jiwanya tetap sehat.
Kesimpulan kunjungan ini memberikan pengalaman serta wawasan baru yaitu pentingnya memperlakukan orang dengan gangguan jiwa dengan penuh pengertian dan tanpa diskriminasi, serta dukungan sosial dan pemahaman yang lebih baik adalah cara untuk membantu mereka nenpertahankan kesehatan jiwa mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H