Manusia terlalu mudah mengobral sesuatu atas nama cinta. Bertemu dengan seseorang yang mengagumkan, sering diidentikkan dengan cinta, sangat menyukai sesuatu, disebut mencintai. Apakah cinta sesederhana "Aku mencintaimu dengan sepenuh hati?" Bukankah cinta lebih besar dari ungkapan seperti itu? Lalu seperti apa itu cinta?
Manusia, hanya mampu mencapai pada tahapan mengagumi dengan serius dan penuh perasaan. Belum, atau bahkan tidak akan pernah sampai ke tahap cinta. Cinta terlalu murni untuk dimiliki oleh sesama manusia dan diberikan kepada sesamanya.Â
Cinta layaknya sinar matahari yang memantul ke permukaan air yang tenang. Bersih, putih, bercahaya, dan menyilaukan. Lagi-lagi, manusia tidak bisa menikmati cinta yang seperti itu. Karena manusia akan terus bergantung pada penilaian persepsi inderawinya.Â
Sebagai manusia, kita akan mencintai dengan bantuan perasaan, penginderaan, dan relasi yang terjalin terus menerus selama waktu yang lama. Cinta adalah sebuah kemurnian yang tidak tertandingi dengan apapun, yang tidak membutuhkan alasan seperti apapun.Â
Cinta adalah perasaan bawaan yang hadir dan memenuhi diri kita dalam kehidupan. Tanpa batas alasan, tanpa batas apapun yang mampu membatasi diri dalam menafsirkan cinta. Oleh karena itu, cinta yang sejati dan murni adalah cinta yang tidak mengenal apa dan siapa, tidak pernah bertemu, tapi berikrar setia dan menerima semua apapun tanpa tapi dan alasan. Cinta adalah kemurnian hakiki. Kemurnian yang Haq. Tidak beralasan, dan tidak memberikan alasan. Cinta adalah ekspresi spontan.
Apabila ingin mendapatkan makna cinta yang sejati, kita harus tidak memiliki mata untuk melihat, kita harus tidak memiliki telinga untuk mendengar, tidak memiliki mulut untuk berkata, tidak boleh memiliki kulit untuk merasa dan meraba, bahkan mungkin kita juga tidak perlu hati untuk memaknai cinta. Karena cinta ada dengan keadaannya dan kesempurnaannya. Ketika kita tidak memiliki seluruh atribut di atas, maka cinta yang sejati akan muncul dan memenuhi seluruh hidup kita. Cinta yang sejati akan muncul menggantikan mata yang buta, menggantikan telinga yang tuli, menggantikan mulut yang bisu.
Kepada siapakah kita akan mendapatkan cinta yang seperti itu?
Penjelasan cinta di atas adalah penjelasan cinta yang idealis, yang hanya bisa diperuntukkan kepada sosok ideal juga, yaitu Tuhan. Namun, kita hidup di dunia yang realistis, jadi harus bisa mengambil sisi realistis dari cinta idealis tersebut. Jadi, apa yang realistis dari sesuatu yang idealis?
Salah satu hal yang bisa diambil dari cinta yang idealis adalah penerimaan tanpa syarat. Ketika kita mencintai seseorang, bukan karena kecantikannya, bukan karena kepandaiannya, atau bukan juga karena perhatiannya. Semua itu hanyalah atribut lain yang mendukung cinta. Itu semua hanya alasan pendukung yang membangun cinta. Kalau alasan tersebut hilang, bisa jadi rasa cinta juga hilang.
Maksud dari penerimaan tanpa syarat adalah menerima seluruh kekurangan yang ada pada dirinya. Karena, seringkali kita pertama kali melihat seseorang dari sis kelebihannya, bukan pada kekurangannya. Bisa jadi, kita hanya mau dan mampu menerima kelebihan seseorang dan menolak sebagian dari kekurangannya. Tapi, ketika kita melihat kekurangannya dan menerimanya sepenuh hati tanpa ada tapi, maka kita juga akan menerima kelebihannya sepenuhnya. Maka, penerimaan tanpa syarat adalah jalan terbaik untuk manusia memahami apa yang dimaksud dengan cinta yang sejati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H