Pendidikan sains memainkan peran yang sangat penting dalam mempersiapkan masa depan bangsa. Dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat, kemampuan untuk memahami dan mengaplikasikan konsep-konsep sains menjadi semakin krusial. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga perlu meningkatkan pendidikan sains bagi penerus bangsa. Indonesia saat ini masih tertinggal jika dibandingkan negara-negara maju lainnya dalam pelaksanaan pendidikan sains. Oleh karena itu, ada baiknya menilik sedikit bagaimana pendidikan sains di negara-negara maju dilaksanakan dan apa saja yang Indonesia bisa contoh.
Cina, Inggris dan Australia merupakan beberapa contoh dari negara-negara maju di dunia yang pendidikan sainsnya sudah sangat maju. Pendidikan sains di usia dini dan sekolah dasar di Cina, Inggris, dan Australia memiliki pendekatan yang berbeda, tetapi sama-sama bertujuan untuk menanamkan dasar yang kuat bagi anak-anak. Di Cina, pendidikan sains dimulai sejak usia dini dengan fokus pada STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics). Kurikulum Pendidikan Cina di sekolah dasar  mencakup eksperimen sederhana yang membantu anak-anak memahami konsep dasar sains. Di sisi lain, Inggris menerapkan sistem Early Years Foundation Stage (EYFS) yang memastikan anak-anak mendapatkan pendidikan berkualitas sejak lahir hingga usia lima tahun. Pendidikan sains di sekolah dasar di Inggris menekankan pada pembelajaran melalui bermain dan eksplorasi, yang dirancang untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan rasa ingin tahu. Sedangkan di Australia, pendidikan sains di sekolah dasar juga dimulai sejak dini dengan fokus pada literasi sains dan numerasi. Kurikulum dirancang untuk membantu anak-anak mengembangkan keterampilan dasar dalam literasi, numerasi, serta ilmu pengetahuan sosial dan alam. Indonesia dapat mencontoh pendekatan ini dengan memperkenalkan pendidikan sains sejak usia dini melalui kegiatan bermain yang menyenangkan dan eksperimen sederhana. Mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran juga dapat membantu meningkatkan minat dan pemahaman anak-anak terhadap sains. Apalagi Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia mencatat bahwa 33,44% anak usia dini di Indonesia telah terpapar dengan gadget. Pepatah luar negeri mengatakan, "if you can't beat them, join them". Jika tidak bisa menyingkirkan gadget pada keseharian anak usia dini, lebih baik manfaatkan gadget tersebut untuk belajar.
Pada tingkat sekolah menengah, pendidikan sains di Cina, Inggris, dan Australia menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam pendekatan dan implementasinya. Di Cina, pendidikan sains di sekolah menengah sangat terfokus pada STEM dengan kurikulum yang mencakup proyek interdisipliner dan pembelajaran berbasis masalah atau bahasa kerennya Problem Based Learning. Sekolah-sekolah menengah di Cina juga dilengkapi dengan laboratorium modern dan fasilitas penelitian yang mendukung pembelajaran sains. Di Inggris, pendidikan sains di sekolah menengah mencakup berbagai jenis sekolah seperti comprehensive schools, grammar schools, dan academies, yang menawarkan kurikulum sains yang beragam dan mendalam. Pendekatan pembelajaran di Inggris menekankan pada eksperimen praktis dan proyek penelitian yang membantu siswa mengembangkan keterampilan analitis dan problem solving. Di sisi lain, pendidikan sains di sekolah menengah di Australia mengikuti kerangka kurikulum nasional yang mencakup mata pelajaran wajib seperti matematika, sains, dan teknologi informasi. Pembelajaran berbasis proyek dan eksperimen praktis juga menjadi bagian penting dari kurikulum sains di Australia. Indonesia sudah mulai mengarah ke sana dengan adanya Program P5 pada Kurikulum Merdeka sehingga memungkinkan adanya proyek interdisipliner di tingkat sekolah menangah atas. Selain itu, kurikulum merdeka juga sudah sangat menekankan penggunaan Problem Based Learning dalam pembelajaran sains di kelas, walaupun memang perjalanan Indonesia masih sangat panjang untuk menyusul pendidikan sains di ketiga negara maju tersebut.
Di tingkat perguruan tinggi, pendidikan sains di Cina, Inggris, dan Australia menunjukkan keunggulan dalam riset dan inovasi. Di Cina, universitas-universitas seperti Peking University dan Tsinghua University terkenal dengan program riset mereka yang unggul di bidang sains dan teknologi. Pendidikan STEM di perguruan tinggi di Cina sangat didukung oleh investasi besar dalam infrastruktur penelitian dan kolaborasi dengan industri. Bahkan saat ini, Cina bisa menyaingi negara adi kuasa (United State of America) dalam hal inovasi sains dan teknologinya. Di Inggris, perguruan tinggi seperti University of Cambridge dan University of Oxford memiliki reputasi global yang mentereng dalam pendidikan sains dan teknologi. Program pendidikan di Inggris menekankan pada riset inovatif dan kolaborasi internasional yang memungkinkan mahasiswa untuk terlibat dalam proyek-proyek penelitian yang berdampak besar bagi masyarakat global. Di Australia, perguruan tinggi seperti University of Melbourne dan Australian National University menawarkan program pendidikan sains yang berfokus pada riset dan pengembangan teknologi. Pendidikan sains di Australia didukung oleh fasilitas penelitian yang canggih dan kemitraan dengan industri yang kuat. Indonesia dapat mencontoh pendekatan ini dengan meningkatkan investasi dalam infrastruktur penelitian di perguruan tinggi dan mendorong kolaborasi antara universitas dan industri. Program pendidikan yang menekankan pada riset dan inovasi juga dapat membantu menghasilkan lulusan yang siap menghadapi tantangan global dan berkontribusi pada kemajuan teknologi dan ekonomi negara. Jangan hanya riset untuk dijadikan publikasi ilmiah saja, tetapi menghasilkan produk yang memang dibutuhkan oleh industri dan masyarakat harus menjadi fokus yang utama. Dengan mencontoh praktik baik dari Cina, Inggris, dan Australia, Indonesia dapat memperkuat pendidikan sains di semua tingkatan dan mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi tantangan masa depan dengan lebih baik dan bersaing dengan negara maju lainnya.
Penulis:
- Muhammad Fajar Marsuki, S.Pd., M.Sc. (Mahasiswa S3 Pendidikan IPA , FKIP UNS)
- Ella Izzatin Nada, S.Pd., M.Pd. (Mahasiswa S3 Pendidikan IPA, FKIP UNS)
- Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si. (Dosen S3 Pendidikan IPA, FKIP UNS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H