Tulisan ini dibuat untuk menyambut debat cawapres dengan tema "Pengembangan SDM dan IPTEK" [caption id="" align="aligncenter" width="448" caption="Gambar yang dihasilkan dalam pencarian Higgs Boson. Sumber: Wikipedia.org"][/caption] Tanggal 4 Juli 2012, CERN (organisasi riset fisika partikel di Eropa) mengumumkan penemuan terbesar dalam dunia fisika saat ini: partikel Higgs Boson. Mungkin banyak yang tidak tahu dengan istilah Higgs Boson karena partikel tersebut lebih dikenal dengan nama "Partikel Tuhan" (sejujurnya saya tidak suka pakai istilah itu karena sangat "lebay" dan cenderung memberi pemahaman yang salah). Pencarian partikel Higgs Boson membutuhkan biaya sekitar Rp160T dan melibatkan kontribusi lebih dari 179 institusi dari 41 negara. Penemuan tersebut juga membuat orang-orang yang memprediksinya pertama kali mendapat Nobel tahun 2013 lalu. Ya, hampir semua fisikawan dari berbagai belahan dunia merayakannya. Benar-benar sebuah penemuan besar dalam dunia fisika. Lalu, di mana kah peran Indonesia saat itu? Setahu saya, hanya ada SATU DUA orang Indonesia yang terlibat dalam pencarian itu. Hanya satu dua dari sekitar 7000 orang dari seluruh dunia! Cuma sekitar 0.01% 0.02%! Sedangkan penduduk kita menyumbang sekitar 3.5% dari penduduk dunia. Bisa dibilang perhatian masyarakat Indonesia terhadap sains masih sangat kurang dibandingkan negara-negara lain. Penduduk kita memang masih memandang sebelah mata perkembangan sains. Untuk apa sih memikirkan pencarian hal-hal seperti itu sedangkan perut sendiri belum terisi? Kalau kita sudah menemukan partikel Higgs Boson, terus apa gunanya dalam kehidupan kita sehari-hari? Disadari atau tidak, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat membantu perekonomian suatu negara. Bayangkan saja kalau Indonesia tidak punya listrik di saat yang lainnya sudah menggunakan wireless charger. Lah, tapi itu kan pengembangan teknologi yang sudah jelas aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari, kalau sains murni bagaimana? Pengembangan sains murni adalah investasi ratusan tahun. Kita tidak tahu aplikasi sains murni saat ini, tapi 100-200 tahun kemudian mungkin aplikasinya akan ditemukan. Saya ambil contoh persamaan Maxwell. Saat dikembangkan tahun 1861, Maxwell belum terbayang aplikasinya akan seperti apa. Tapi lihatlah sekarang, persamaan itu digunakan di hampir seluruh aspek kehidupan kita. Wifi, telepon genggam, radio, fiber optic, dan lain-lain. Anda dapat membaca tulisan saya pun karena persamaan Maxwell tersebut, sebuah pengembangan sains murni tahun 1800-an. Kembali ke masalah Higgs Boson. Saya membayangkan di tahun 2200 saat orang-orang sudah menggunakan aplikasi dari partikel Higgs Boson, teman kita dari Uzbekistan, Pakistan, dan India akan dengan bangga mengatakan, "dulu negaraku ikut membantu penemuan partikel ini, negara kamu dulu kontribusi apa?" Tidak! Jangan sampai anak cucu kita tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Masih ada kesempatan untuk berkontribusi dalam pengembangan garda terdepan sains. Terlebih lagi apabila presiden yang terpilih nanti akan berkomitmen untuk berkolaborasi dengan seluruh dunia dalam pengembangan sains. Masih banyak hal yang perlu diteliti dalam garda terdepan sains. Masih banyak ruang bagi Indonesia untuk bisa masuk. Yang diperlukan hanyalah tekad dari presiden, pemerintah, dan tentunya dari seluruh rakyat Indonesia. Jadi apabila di tahun 2200 ada teman anak cucu kita dari Pakistan bertanya hal di atas, anak cucu kita bisa menjawab, "negaraku memang tidak banyak terlibat dalam penemuan partikel itu, tapi negaraku berkontribusi banyak dalam mempelajari partikel itu sehingga kamu bisa menggunakan aplikasinya."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H