Mohon tunggu...
Muhammad Fauzan
Muhammad Fauzan Mohon Tunggu... Tutor - pelajar, diajar, mengajar :)

Geografi LIngkungan 2017 seorang pembelajar dan berusaha berbagi apa yang telah dipelajari, semoga bermanfaat :) pertanyaan? sila menghubungi: 0823 1852 4590

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Karakter sebagai Solusi Krisis Moralitas Bangsa

2 Desember 2018   10:43 Diperbarui: 2 Desember 2018   11:30 3135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sejenak melihat sekitar, menyadari akan fakta-fakta krisis moralitas yang terjadi, terlebih lagi ketika mengetahui bahwa bangsa ini mengalami bonus demografi, maka bangsa ini sedang berada di tepi jurang kehancuran dan hanya menunggu waktu untuk jatuh ke dalamnya. Hal itu sebagaimana pendapat Thomas Lickona, seorang pendidik karakter dari Cortland University. 

Menurut dia, sebuah bangsa sedang menuju jurang kehancuran, jika memiliki sepuluh tanda-tanda, seperti; 1) meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, 2) membudayanya ketidakjujuran, 3) sikap fanatik terhadap kelompok, 4) rendahnya rasa hormat kepada orangtua dan guru, 5) semakin kaburnya moral baik dan buruk, 6) penggunaan bahasa yang memburuk, 7) meningkatnya perilaku merusak diri seperti penggunaan narkoba, konsumsi alkohol dan seks bebas, 8) rendahnya rasa tanggung jawab sebagai individu dan sebagai warga negara, 9) menurunnya etos kerja, dan 10) adanya rasa saling curiga dan kurangnya kepedulian diantara sesama.

 

Tentunya, kita tidak ingin bangsa ini hancur. Alangkah kecewanya para Bapak Bangsa dan para pejuang yang sudah hidup mati memperjuangkan kemerdekaan dengan tetesan keringat, darah dan airmata bila melihat perjuangannya hancur begitu saja. 

Pertanyaan yang muncul kemudian ialah apa yang salah dengan bangsa ini. Sehingga lahir generasi muda dan hadirnya generasi tua yang telah tergadaikan karakternya. Moralitas, budi pekerti, dan norma kebaikan telah luput dari kehidupan mereka, hingga tak bersisa. Lalu, bagaimana cara mengatasi krisis moralitas dan tergadainya karakter sebagian besar generasi muda ini?

Maka, solusi terbaik untuk memperbaiki karakter bangsa ini adalah dengan pendidikan karakter. Pendidikan karakter bukanlah hal baru di jagat pendidikan Indonesia, Bila kita menilik kembali sejarah bangsa, beberapa pendidik yang kita kenal diantaranya Ki Hadjar Dewantara, R.A Kartini, Soekarno, Hatta, Moh. Natsir, Tan Malaka dan lainnya yang mana telah menerapkan semangat pendidikan karakter sebagai pembentuk kepribadian dan identitas bangsa sesuai dengan permasalahan yang terjadi saat itu. 

Namun, dibalik tenarnya pendidikan karakter, tak banyak yang tahu siapa yang mula-mula memperkenalkan atau mencetuskan pendidikan karakter ini. Sebagian sejarawan mengatakan bahwa pedagog Jerman, FW Foerster (1869-1966) sebagai orang yang mula-mula mengenalkan pendidikan karakter ini. 

Foerster mengemukakan konsep pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis-spiritual dalam proses pembentukan pribadi. Tujuan pendidikan karakter menurutnya adalah pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial subjek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Sebagian sejarawan yang lain berpendapat bahwa Islam sudah memiliki konsep pendidikan karakter jauh sebelum Foerster. 

Dalam agama Islam, pendidikan karakter bersumber dari Alquran dan As-Sunnah. Karakter atau akhlak Islam ini, terbentuk atas dasar prinsip "ketundukan, kepasrahan dan kedamaian" sesuai dengan makna dasar dari kata Islam. Ajaran Islam tentang pendidikan karakter bukan hanya sekedar teori, tetapi figur Nabi Muhammad tampil sebagai seorang suri tauladan. Kemendikbud dalam penguatan pengolahan karakter menjelaskan bahwa Pendidikan Karakter itu sendiri mencakup dimensi Olah Hati (Etik), Olah Pikir (Literasi), Olah Rasa (Estetik) dan Olahraga (Kinestetik).

Negeri ini sendiri memiliki dasar dalam mengimplementasikan pendidikan karakter yang termuat dalam UU RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Namun, pada tahap awal implementasi pendidikan karakter itu masih terseok-seok, dan belum optimal. Hal tersebut dikarenakan pendidikan karakter bukanlah sebuah proses menghafal layaknya materi soal ujian dan cara menjawabnya. 

Pendidikan karakter membutuhkan pembiasaan. Pembiasaan untuk berbuat baik, jujur, berani, dan sifat baik lainnya serta malu bila berbuat kesalahan seperti curang dan malas juga sifat buruk lainnya. Karakter tidak terbentuk secara instan, namun harus dilatih secara serius dan proporsional agar mencapai hasil yang ideal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun