Perkembangan awal yang terjadi pada anak-anak dipengaruhi oleh lingkungan, baik lingkungan rumah mereka maupun lingkungan pusat perawatan anak atau lembaga pendidikan prasekolah (Bronfenbrenner & Morris, 1998). Setiap pengalaman yang diperoleh anak akan saling berkaitan dengan pengalamannya yang lain dan akan menghasilkan perubahan perkembangan permanen pada anak. Menurut teori ekologi, lingkungan yang menyediakan peluang dan dukungan untuk pertumbuhan adalah lingkungan yang mampu menciptakan situasi untuk anak berinteraksi dengan orang-orang dan lingkungannya.
   Pengalaman baik ataupun buruk yang didapat anak dapat terjadi karena lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang baik akan memberikan pengalaman baik pula untuk anak. Sebaliknya jika kondisi lingkungan sekitar anak tidak baik maka pengalaman yang didapat anak akan kurang baik. Kekacauan lingkungan adalah konstruk teoritis yang menunjukkan sistem yang terlalu menstimulasi karakteristik lingkungan yang merugikan terkait dengan perkembangan dan kesejahteraan anak-anak.Â
   Tidak banyak penelitian tentang kekacauan anak di lingkungan sekolah. Ada satu penelitian tentang pengaruh pengaturan pendidikan dan perawatan awal yang kacau pada pengembangan anak-anak dengan mengukur dimensi kacau individual misalnya, ruang kelas yang terlalu padat, pergantian pengasuh. Pada pengaturan perawatan anak dinilai menjadi kacau saat menunjukkan perilaku yang tidak sesuai atau tidak sama dari anak-anak biasanya. Perilaku yang tidak sesuai tersebut bisa jadi sering ditunjukan oleh anak, sehingga perawat atau pendidik menilai anak tersebut mengalami masalah dalam perkembangan sosial emosionalnya.
   Hurlock (1978) mengatakan bahwa perkembangan sosial adalah kemampuan seseorang dalam bersikap atau berperilaku dalam berinteraksi dengan unsur sosialisasi di masyarakat yang sesuai dengan tuntunan sosial. Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. kemampuan sosial anak dapat diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya. Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan, ketika anak sudah mampu mengenal lingkungannya. Suparno, dkk (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perilaku sosial adalah tindakan perilaku yang dilakukan oleh seseorang dalam hubungan antar individu maupun inter individu dengan dirinya sendiri yang dapat dilihat dan dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari. Â
   Setiap anak memiliki hak untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada di dalam dirinya, walaupun setiap anak mengalami proses perkembangan yang berbeda, sangat cepat, wajar dan ada pula yang sangat lambat (Hidayah, 2009). Proses perkembangan yang dilalui anak tentu dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa motivasi, setiap anak memiliki motivasi yang berbeda-beda dalam dirinya untuk tetep bersemangat dalam menjalani kehidupan ini. Misalnya, anak melakukan manipulasi perilaku dalam interaksi sosialnya untuk memperoleh motivasi, anak memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar terhada sesuatu hal, seingga anak akan terus mencari jawabannya hingga dirinya merasa puas (Ostroff, 2013). Sedangkan faktor eksternal bisa berupa lingkungan sosial tempat tinggal anak. Bagaimana anak berinteraksi dalam lingkungan sosialnya, apakah mereka lebih banyak mendapatkan energi-energi positif yang akan mendoronganya menjadi lebih baik ataukah mereka lebih banyak mendapatkan energi negatif.Â
   Goleman (2002) menyatakan bahwa orang yang secara emosionalnya cakap maka orang tersebut dapat menangani perasaannya sendiri dan mampu membaca dan memahami perasaan orang lain. Orang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi adalah mereka yang mampu mengendalikan diri, memelihara dan memacu motivasi untuk terus berupaya dan tidak mudah menyerah, mampumengendalikan dan mengatasi stres, mampu menerima kenyataan. Senada dengan Mayer & Salovey dalam penelitian (Ensari, 2017) yang menyatakan bahwa individu yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi memiliki hubungan sosial yang lebih baik, dapat memecahkan masalah emosional lebih cepat dan lebih mudah, kuat dalam kecerdasan verbal, sosial, dan kurang terlibat masalah perilaku.Â
  Tujuan dari penelitian ini yang pertama adalah untuk mengidentifikasi lingkungan sekitar anak-anak di dua konteks yaitu lingkungan rumah dan prasekolah. Tujuan kedua yaitu mengidentifikasi perkembangan sosial emosional anak. Tujuan ketiga adalah mengidentifikasi peran lingkungan bagi perkembangan sosial emosional anak.Â
Metode
1. Data
   Penelitian ini menggunakan data dari survei di lingkungan dan pengalaman anak. Data yang didapat dari hasil survei akan dideskripsikan dan diinterpretasikan. Seperti kondisi yang ada di lapangan akan dideskripsikan dengan rinci. Hubungan antara lingkungan dan perkembangan sosial emosional anak juga akan diinterpretasikan secara detail dan jelas. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Jenis pendekatan kualitatif yang digunakan yaitu fenomenologi. Penelitian fenomenologi merupakan penelitian untuk mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman dari beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami dengan berusaha memahami budaya ataupun kebiasaan lewat pandangan pemilik budaya atau pelakunya.Â
2. Sampel