Mohon tunggu...
Muhammad Faris Sabiq
Muhammad Faris Sabiq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Mahasiswa Teknik Informatika Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Fenomena Perempuan Independen dan Pria Mapan: Refleksi Perubahan Sosial dan Dinamika Gender

16 Desember 2024   22:04 Diperbarui: 16 Desember 2024   22:17 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkembangan sosial-ekonomi yang sangat pesat di zaman ini telah membawa banyak perubahan, termasuk pada gaya hidup sosial yang dipengaruhi oleh pola pikir masyarakat era sekarang ini hingga muncullah istilah Perempuan Independen dan Pria Mapan. Fenomena Perempuan Independen ini banyak sekali ditemukan di masyarakat kita saat ini dan dianggap meningkat setiap tahunnya. Perempuan Independen sering kali diartikan sebagai kemandirian finansial, pendidikan tinggi, dan kemampuan berpikir mandiri. Di sisi lain, Pria Mapan dianggap memiliki jumlah yang relatif stagnan dan memunculkan kekhawatiran di tengah masyarakat. Perdebatan ini memicu diskusi luas mengenai kesetaraan gender dan dinamika sosial relasi antara pria dan wanita.

Perempuan Independen: Representasi Kemajuan

Menurut sosiolog Luluk Dwi Kumalasari, independensi perempuan tidak hanya mencerminkan kemandirian finansial tetapi juga keteguhan dalam menghadapi tantangan hidup dan pengambilan keputusan. Banyak perempuan dewasa yang baru beralih dari masa remajanya kini memilih fokus untuk mengembangkan kariernya sebelum menjalin hubungan romantis dengan orang lain atau pernikahan. Fenomena ini menunjukkan adanya transformasi sosial menuju kesetaraan gender.

Di sisi lain, kemandirian seorang perempuan sering dianggap sebagai ancaman bagi sebagian pria. Ini didasari oleh norma budaya yang mengharapkan seorang pria untuk menjadi pemimpin atau penggerak utama dalam sebuah hubungan dalam masyarakat. Hal ini menciptakan ketimpangan ekspektasi sosial, di mana perempuan dituntut untuk menjadi independen, sementara pria tetap berpegang pada standar tradisional.

Pria Mapan: Lebih dari Sekadar Finansial

Kemapanan atau kesuksesan seorang pria sering kali didefinisikan secara sempit, yaitu hanya sebatas pada stabilitas ekonominya saja. Namun, para pakar menekankan bahwa konsep ini juga mencakup kedewasaan emosional, tanggung jawab sosial, dan kemampuan menghadapi tekanan hidup. Pada pandemi COVID-19 yang memperburuk situasi dengan banyaknya pria yang kehilangan pekerjaan atau mengalami ketidakstabilan ekonomi, sehingga memperkuat narasi minimnya pria mapan di zaman sekarang ini.

Dinamika Sosial yang Berubah

Perubahan ini memunculkan pertanyaan: apakah peningkatan jumlah perempuan independen akan mengurangi peluang pria untuk mapan? Jawabannya sangatlah kompleks. Perubahan ini tidak seharusnya dilihat sebagai ancaman, tetapi sebagai peluang untuk memperbaiki hubungan berdasarkan kesetaraan. Dengan kata lain, baik pria maupun perempuan perlu menyesuaikan ekspektasi atau harapan mereka sesuai dengan perkembangan zaman.

Kesimpulan
Fenomena perempuan independen dan pria mapan ini membuka ruang refleksi tentang bagaimana memandang peran gender dalam masyarakat. Sangatlah penting bagi generasi muda sekarang untuk memahami bahwa kemandirian itu bukan hanya berarti tentang individualisme, dan kemapanan itu haruslah melibatkan berbagai aspek dalam kehidupan. Hubungan yang sehat hanya bisa terwujud jika kedua belah pihak saling mendukung dan menghormati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun