Menjamurnya online shop atau toko daring sedikit demi sedikit mengubah pola pikir manusia untuk berbelanja langsung ke toko. Meskipun pada saat belanja daring masih ada saja kasus yang merugikan konsumen seperti gambar di bawah ini. Namun, sampai saat ini, online shop masih terus dipercayai mampu memuaskan konsumen melalui penjualan barang yang dijajakan dalam situs web jual-beli.
Internet menjadi sebuah candu bagi manusia saat ini, pada akhirnya sebagian besar manusia juga mempercayai bahwa belanja secara daring merupakan salah satu jalan termudah untuk mendapatkan barang yang diinginkan serta keuntungannya tidak harus mengunjungi toko secara langsung. Menurut Wolfinbarger dan Gilly pada tahun 2000, mengatakan bahwa belanja secara daring banyak memberikan kebebasan dan kontrol kepada konsumen karena dapat diakses dan memungkinkan untuk membanding-bandingkan produk dan harga.
Klein's seorang ahli ekonomi model pencarian informasi mengatakan bahwa konsumen akan memilih cara paling mudah dalam melakukan pencarian dan berbelanja produk serta jasa. Pada kenyataannya, pencarian dan belanja melalui sistem daring merupakan cara termudah, selain konsumen bisa membandingkan harga, juga bisa membandingkan apa yang menjadi ciri khas produk yang ditawarkan dalam toko online.
Akibat menaruh kepercayaan pada toko daring, seseorang biasanya memutuskan untuk terus membeli secara daring. Menurut Deavaj (2003) keputusan membeli secara daring dipengaruhi oleh beberapa faktor, pertama yaitu efisiensi untuk pencarian (waktu cepat, mudah dalam penggunaan, dan usaha pencarian mudah), kedua, value (harga bersaing dan kualitas baik, dan ketiga, interaksi (informasi, keamanan, load time, dan navigasi). Hal-hal tersebut menjadi alasan untuk kenapa konsumen lebih memilih belanja secara daring dibanding mengunjungi toko secara langsung.
Niat beli konsumen melalui toko daring cenderung meningkat, bahkan pada tahun 2012 perusahaan toko daring seperti Lazada Indonesia, Zalora, Blanja, PinkEmma, Berrybenka dan Bukalapak serentak menyelenggarakan Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas). Kegiatan ini menjadi kegiatan tahunan yang diselenggarakan bersama oleh berbagai e-commerce di Indonesia dengan dukungan dari sejumlah mitra, seperti perbankan, logistik hingga media. Pada 12 Desember 2017 merupakan Harbolnas tahun kelima, menurut situs harbolnas.com lebih dari 200 e-commerce ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Adanya kegiatan Harbolnas merupakan sebuah keuntungan bagi konsumen yang menyukai berbelanja secara daring, hal ini dikarenakan pada Harbolnas banyak menawarkan diskon-diskon yang menarik.
Akibat banyak ditawarkannya diskon secara besar-besaran serta banyak lagi iming-iming hadiah yang akan didapatkan, membuat orang-orang tertarik membeli barang yang menarik bagi mereka, meskipun sebelumnya orang tersebut mempunyai barang dengan fungsi yang sama namun mereka tetap memilih untuk membeli barang yang mendapat iming-iming lain. Hal ini merupakan sebuah perilaku konsumtif. Menurut Sumartono (2002: 119) mengatakan bahwa indikator perilaku konsumtif yaitu membeli produk karena iming-iming hadiah, membeli produk karena kemasannya menarik, membeli produk demi menjaga penamoilan diri dan gengsi, membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status, memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan, munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menumbulkan rasa percaya diri yang tinggi, dan mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda).
Disisi lain, perilaku konsumtif juga akan terus memberi dampak bagi kehidupan manusia, khususnya generasi milenial yang sudah mengenal dan sebagian besar merupakan pengguna internet. Menurut Otto Soemarwonto (1989: 4) menjelaskan pengertian dampak yaitu suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas dan aktivitas itu dapat dilakukan oleh manusia yang mengarah kepada perubahan dalam kehidupan manusia itu sendiri. Kebiasaan dan gaya hidup seseorang bahkan kelompok juga artinya bisa berubah dalam jangka waktu yang singkat menuju ke arah kehidupan yang mewah. Gaya hidup yang terus berubah bisa menimbulkan perilaku konsumtif, bahkan perilaku konsumtif ini kadang tidak melihat usia, jenis kelamin hingga pekerjaan apa yang sedang digelutinya.
Perilaku konsumtif menunjukan identitas diri yang disimbolkan oleh atribut-atribut tertentu. Perilaku konsumtif dapat dilihat dari mengenai cara konsumen yang memenuhi kebutuhan hidupnya secara berlebihan. Kebutuhan berlebihan ini tercipta akibat emosi seseorang untuk membeli barang yang diberikan iming-iming hadiah tertentu, meskipun orang tersebut sudah memiliki barang dengan fungsi yang sama. Hal inilah yang membuat gaya hidup seseorang menjadi berlebihan dan konsumtif.
Gaya hidup konsumtif dapat diartikan sebuah kecenderungan individu untuk terus membeli barang-barang yang kurang diperlukan. Seseorang membeli suatu barang hanya karena mementingkan faktor keinginan, kepuasan, kesenangan dan mendukung penampilan sebagai wujud identitas diri daripada kebutuhan sebenarnya. Meskipun menurut Baudrillard (1998) dalam buku Martono (2011: 91-92) menyatakan bahwa keampuan konsumsi setiap individu adalah berbeda. Setiap masyarakat mengalami diferensiasi, diskriminasi sosial, dan di setiap organisasi struktural akan emndasarkan pada penggunaan dan distribusi harta kekayaan. Permasalahan selanjutnya adalah dalam struktur masyarakat secara umum, kaum miskin diposisikan sebagai kelompok yang sama sekali tidak memiliki hak istimewa dan diposisikan sebagai "orang yang tidak laku", sementara kelompok kaya hidup dalam "kelimpahruahan" kemampuan ekonomi yag jauh melebihi kelompok orang miskin.
Daftar Pustaka