Mohon tunggu...
Fathur Rozi
Fathur Rozi Mohon Tunggu... -

Selepas kerja fulltime di dunia pariwisata, kini saya mengembangkan media online WWW.SILATURAHIM.CO.ID untuk berbagi inspirasi dan solusi guna meraih sukses di dunia dan akhirat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kita Hanyalah Seorang Musafir

7 Mei 2016   18:30 Diperbarui: 7 Mei 2016   18:39 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Musafir - http://salmanitb.com/2015/07/31/yuk-jadi-musafir-dan-ambil-faedahnya/

Sesungguhnya kita adalah seorang musafir semata di dunia ini. Sebentar saja kita hidup dunia. Kemudian meninggal dan dihidupkan kembali oleh Allah Swt di akhirat yang sifatnya kekal. Sehari di dunia sama dengan seribu tahun di akhirat. Kalau sudah tahu demikian, harusnya kita mempersiapkan diri sebaik mungkin menghadapi kehidupan akhirat yang tiada akhir. Memperbanyak amal soleh, menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan begitu, insya Allah kita akan menikmati surga di alam akhirat nanti.

Allah Swt berfirman, “… Segala sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Segala keputusan menjadi wewenangnya, dan kepada-Nya kamu dikembalikan." (QS. Al-Qashash/28: 88).

Dari ayat di atas, jelaslah bahwa kita tidak mungkin hidup selamanya di dunia ini, kita hanya singgah sementara. Semua yang ada di dunia akan binasa, kecuali Allah. Kita hanyalah makhluk yang dimiliki-Nya, begitu juga dengan dunia dan seisinya. Maka ketika Sang Pencipta menginginkan kita kembali, tidak ada daya apapun untuk menolak. Tak bisa ditunda barang sedetik pun.

Kita sering melupakan keberadaan kita di bumi ini. Ketika memikirkan kesenangan dunia, seolah-olah kita akan berada disini selamanya. Kita membekali diri dengan materi dunia dan lupa bahwa yang terpenting adalah bekal untuk meninggalkan dunia ini.

Seharusya kita ingat bahwa di dunia ini kita hanya hidup sementara. Seperti seorang musafir yang singgah di suatu tempat, dia sadar bahwa setiap tempat hanyalah persinggahan sesaat. Di tempat tersebut dia akan mengumpulkan bekal untuk melakukan perjalanan. Ketika waktunya tiba untuk berangkat, maka dia pun sudah siap dengan perbekalan yang cukup.

Bagaimana dengan kita? Apakah kita merasa telah memiliki bekal yang cukup untuk melanjutkan perjalanan ke akhirat? Kita tidak tahu kapan kita akan dipanggil untuk berangkat ke alam akhirat. Bisa kapan saja atas kehendak-Nya. Karenanya, kita mesti siap setiap saat. Bekal yang utama adalah amal baik selama di dunia. Ketika kita menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, niscaya perjalanan kita akan dipermudah.

Seandainya sekarang kita sedang sakit parah, sudah berikhtiar tapi belum sembuh juga, ingatlah bahwa kita tidak akan sakit selamanya. Mungkin kita boleh sakit di dunia, tapi jangan relakan diri kita bersakit-sakit juga di akhirat.

Misal kita menderita kemiskinan yang berlarut-larut, jangan pernah berputus asa untuk berusaha. Mungkin kita sedang diuji Allah dengan kemiskinan di dunia, tapi ingatlah bahwa kita masih bisa membekali diri untuk kaya di akhirat nanti. Di dunia ini, semuanya hanyalah sementara. Tidak ada yang kekal dan abadi kecuali Dia yang menciptakannya.

Referensi, 100 + 1 Cara Bahagia, Ainun Mahya dan Triyanto, Trans Idea Publishing, Yogyakarta, 2016.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun