Mohon tunggu...
Adik Manis
Adik Manis Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

*A simple girl* *Penikmat & pelajar fenomena kehidupan*

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menolong dengan Cara Sederhana

4 Juli 2014   20:32 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:29 883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Kompasiana (thejakartapost.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="512" caption="Ilustrasi/Kompasiana (thejakartapost.com)"][/caption]

Menolong dengan cara yang manusiawi

Beberapa waktu yang lalu saya membaca postingan dalam grup Persekutuan Pemuda Gereja Toraja mengenai siapa saja yang ingin menyumbangkan barang bekasnya (besi tua, pakaian bekas, botol bekas dll) untuk menghubungi nomor panitia Bakti Sosial. Rencananya barang-barang itu akan dijual sebagai aksi pencarian dana. Kebetulan saya ingat saya memiliki botol air minum Aqua ukuran besar sebanyak beberapa buah. Saya memang belum membuangnya karena terlalu besar untuk dibuang ke tempat sampah.

Sedangkan baju & tas bekas layak pakai sendiri biasanya saya tidak sumbangkan karena berhubung masih banyak keluarga yang tinggal di kampung & tetangga rumah yang juga memerlukannya. Biasanya kalau mama datang ke Makassar, beliau meminta baju saya yang tidak terpakai lagi. Mama memang tahu kalau saya pakai barang, biasanya awet karena sampai mencucinya saja saya punya cara tersendiri. Pakaian yang warna putih saya satukan semua dan pakaian berwarna yang tidak luntur juga satu tempat begitupun pakaian berwarna gelap. Jadi, jika saya mencuci di kos, saya memiliki 3 rendaman pakaian. Kalau mudik & mencuci di rumah pakai mesin cuci biasanya sampai 3 kali menggiling dalam sehari karena harus dipisah.Tiga bulan terakhir ini saya pakai jasa laundry tapi saya heran koq baju putihku tidak secerah dulu, makanya saya kembali lagi mencuci sendiri.

Jadi tidak heran, saya masih memiliki pakaian saat saya masih SMP yang saya gunakan sampai saat ini karena masih cocok dan bahannya bagus. Dari SD badan saya begini-begini terus, karena memang saat SD saya yang paling besar di antara teman-teman tapi pada akhirnya teman-teman yang dulunya kecil sekarang sudah lebih besar dari saya. Ahahahaha.

Dulunya, bapak kos memiliki hobi koleksi sampah, maksudnya sampah plastik. Biasanya bapak kos berpesan kalau bapak tua pemulung itu lewat, sampah hasil koleksinya dikasi sama bapak tua itu. Bapak tua itu memang sudah membungkuk, kerjanya jadi pemulung. Nah, seandainya kita mau belajar dari bapak kos saya ini, daripada kita membuangnya dan membiarkan orang susah mengais-ngais tempat sampah dulu baru mendapatkannya, mengapa kita tidak memberikannya dengan cara yang lebih manusiawi ya? Lagian kalau dibuang juga, belum tentu sempat dipungut sama si pemulung tapi akhirnya dibakar.

Dan akhirnya saya menemukan banyak botol & gelas plastik di kantongan plastik ukuran besar punya teman, terinspirasi juga sama hobi bapak kos. Untuk saat ini saya baru mengumpulkan botol Aqua saja, berhubung saya memang jarang minum air kemasan yang memiliki rasa. Memang ada beberapa pemulung, tetapi bapak tua itu mengingat usianya sudah tua dimana tenaganya tidak sekuat pemulung muda, mungkin beliau lebih membutuhkannya.

Pertolongan tidaklah harus selalu besar, tetapi bisa juga dari hal kecil yang dilakukan secara konsisten. Pertolongan kepada sasaran yang tepat

Saya memiliki tetangga, seorang bapak yang sudah tua yang membuka kios kecil. Kebetulan rumahnya itu berhadapan langsung dengan jendela kamarku. Saya biasa memperhatikannya dari jendela & akhirnya saya cari tahu tentang beliau kepada penghuni yang lebih dulu tinggal di kos. Saya tanya, "koq, bapak itu tak pernah kelihatan istrinya? Anaknya juga sepertinya tidak ada". Teman saya menjawab bahwa beliau sebenarnya duda, istrinya sudah meninggal dan ia tak memiliki seorang anak.

Bapak itu tinggal di rumah yang sangat sederhana dengan 2 lantai dimana semua dinding rumahnya terbuat dari kayu & sudah nampak tua. Lantai 2 dijadikannya kos, begitupun dengan lantai 1. Jadi, beliau hanya tidur di dalam kiosnya itu, jadi bisa dikata bapak ini tak punya ruang tamu, hanya kios kecilnya itu tempat tinggalnya. Biasanya saya melihat bapak ini rajin sekali sholat dan mengaji.

Di samping rumah bapak itu, terdapat juga rumah batu yang bagus terdiri dari 2 lantai. Pemilik rumah ini juga memiliki kios. Suaminya mapan, dan memiliki dua orang anak, salah satunya sudah bekerja dan keluarga ini punya mobil. Dulunya saya sering membeli di situ karena barangnya lengkap dan lebih dekat jaraknya dari kos, sesama Nasrani pula. Tapi semenjak saya tahu kisah bapak tua itu, saya lebih memilih membeli di kios bapak tua. Kecuali kalau mau membeli pulsa baru ke kios orang kaya ini karena bapak tua gak jual pulsa atau di pak tua gak ada barang yang saya butuhkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun