Mohon tunggu...
Adik Manis
Adik Manis Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

*A simple girl* *Penikmat & pelajar fenomena kehidupan*

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengatasi Pembullian Terhadap Anak

18 Oktober 2014   14:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:34 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14135916441000851831

Belakangan ini mulai marak terjadi kasus bullying terhadap anak-anak yang dilakukan oleh teman-temannya sendiri mulai dari pemukulan sampai si korban meninggal dunia yang tentunya membuat hati orangtuanya sangat terluka & siapapun yang menyaksikannya menjadi geram, termasuk saya sendiri.

Sudut Pandang Orangtua

Saya jadi ingat diskusi kami beberapa bulan lalu ketika sedang persiapan mengajar SM antar guru SM. Kebetulan temanya saat itu “jangan membalas” dimana ceritanya mengenai Yesus yang diolok-olok tapi tidak membalas.

Hanya saja yang selalu menjadi alasan anak-anak mengapa mereka membalas yaitu “dia yang duluan memukul saya” yang menjadi perdebatan yang panjang di antara kami yang rata-rata belum memiliki anak.

Teman-teman saya yang merupakan pengajar yang cukup senior menganjurkan untuk tidak membalas saja & menjadi anak yang sabar. Saya pun menyanggahnya bahwa saya tidak setuju. Mereka pun kaget dengan respon saya bahwa jika memungkinkan untuk menghindar, menghindarlah tapi jika tidak memungkinkan, perlu mengadakan pembelaan diri. Mereka mengatakan bahwa hal itu tidak baik diajarkan kepada anak-anak.

Saya langsung mengambil contoh yang saat itu masih segar-segarnya yaitu seorang anak meninggal karena dipukuli oleh teman-temannya. Lalu saya menceritakan pengalaman teman saya yang adalah seorang ibu dalam mendidik anaknya dalam mengatasi hal itu, yaitu pengalaman budos Ellen Maringka (baca di sini).

Mendengar cerita saya itu, teman-teman saya masih tetap agak sedikit ragu & tidak setuju.  Saya pun mengatakan bahwa anjuran dalam tema minggu ini tidak sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya di lapangan. Nanti kalau kita menjadi orangtua, baru kita tahu bagaimana rasanya ketika anak kita selalu menjadi bulan-bulanan teman-temannya.

Karena mendengar kami berdebat panjang, seorang ibu lewat yang juga rekan kami mengajar SM menanyakan “ada apa ini? Apa yang kalian bahas?”. Teman saya pun menceritakannya.

Si ibu ini diam dalam beberapa waktu, lalu mengatakan “teman-teman, memang benar bahwa pada kenyataannya apa yang kita bicarakan di sini bahwa jangan membalas, harus selalu sabar itu baik tapi tidak sesuai dengan faktanya di lapangan. Jadi, kami biasa orangtua jika anak-anak terus datang mengadu bahwa mereka selalu dipukuli oleh teman-temannya, maka kami hanya bisa menganjurkan “pukul juga kembali”.”

Teman-teman saya pun masih kurang setuju. Lalu ibu ini mengatakan “saya mengerti, karena kalian semua belum ada yang memiliki anak. Nanti kalau kalian sudah punya anak baru kalian tahu bagaimana rasanya menjadi orangtua yang tidak harus selalu mengawasi anak sendiri selama 24 jam. Apalagi baru-baru ada berita seorang anak meninggal karena dipukuli teman-temannya. Saya yakin anak itu sudah sering menjadi bulan-bulanan teman-temannya karena tidak mengadakan perlawanan, sehingga dia selalu dijadikan target kenakalan teman-temannya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun