Mohon tunggu...
Meyliana Putri
Meyliana Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa PBSI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Menulis adalah sebuah keberanian~pramodya

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Gerakan Feminisme oleh Tokoh Tuti dalam Novel Layar Terkembang

5 Mei 2023   14:02 Diperbarui: 5 Mei 2023   23:41 910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sastra merupakan cerminan dari masyarakat dan bentuk dari pemikiran seseorang terhadap fenomena yang terjadi dengan menggunakan bahasa sebagai media. Penciptaan karya sastra bermula dari pengalaman batin pengarang terhadap fenomena kehidupan baik aspek sosial, budaya, politik, ekonomi, keagamaan, maupun moral. Salah satu bentuk karya sastra yang banyak dikenal dan disukai oleh pembacanya yaitu novel. Novel merupakan karya sastra fiksi, prosesnya ditulis secara naratif biasanya dalam bentuk cerita. Novel tidak hanya sebagai penghibur tetapi sebagai sarana pembelajaran bagi pembaca karena di dalamnya terdapat juga nilai-nilai kehidupan yang dapat diambil sebagai motivasi dan pelajaran hidup.

Salah satu novel yang memberikan pembelajaran setelah membacanya yaitu novel Layar Terkembang. Layar Terkembang merupakan novel karya Sutan Takdir Alisjahbana yang terbit pertama kali pada tahun 1936 oleh Balai Pustaka. Novel pada angkatan Pujangga Baru ini masih sering dibahas dan diperbincangkan sampai sekarang karena selain berisi romansa para tokohnya tetapi juga tentang perjuangan kaum perempuan untuk mencapai kedudukannya yang sesuai dengan martabat manusia dan kemanusian, yakni persamaan hak kaum perempuan dengan kaum laki-laki.

Dalam novel ini menceritakan kakak beradik dari anak Raden Wiriaatmaja yaitu Tuti dan Maria. Meskipun mereka bersaudara tetapi sangat bertolak belakang pekerti keduanya. Tuti sang kakak memiliki sifat tegas dan kritis menilai sesuatu, sedangkan Maria sang adik memiliki sifat ceria dan mudah mengagumi sesuatu. Sesudah bunda mereka berpulang terlebih dahulu dan kemudian hanya tinggal bertiga dengan ayahnya saja, jadilah kedua belah pihak berdaya upaya memaklumi dan menghargai perbedaan masing-masing. 

Lalu ditengah-tengah diceritakan dua tokoh bersaudara itu, muncul juga tokoh lain bernama Yusuf. Ia merupakan seorang mahasiswa kedokteran yang pada masa itu lebih dikenal dengan sebutan Sekolah Tabib Tinggi. Ia juga merupakan seseorang yang aktif dalam organisasi pergerakan pemuda. Yusuf digambarkan sebagai sosok pemuda berpengetahuan luas yang dapat mengimbangi pembicaraan antara Tuti yang membahas hal berat tentang organisasi dan pembicaraan dengan Maria seputar hal ringan tentang kesehariannya. Pertemuan pertama mereka bertiga terjadi di gedung akuarium Pasar Ikan. Lalu setelah pertemuan berulang kali antara Maria dan Yusuf, timbul perasaan tertarik akan satu sama lain dan kemudian mereka menjalin cinta sebagai sepasang kekasih.

Tokoh Tuti diceritakan sebagai seorang yang aktif dalam berbagai organisasi kaum perempuan dan Ia menjabat sebagi ketua Putri Sedar cabang Jakarta. Ia merupakan sosok perempuan yang aktif memperjuangkan dan menyuarakan hak-hak kaumnya. Perempuan yang lebih mendahulukan pikiran daripada perasaannya. Perempuan yang sibuk dalam berbagai kegiatan, baik yang berkenaan dengan profesinya yaitu sebagai guru maupun organisasi-organisasi yang diikutinya. Saat ia melihat hidup kaum perempuan dalam lingkungan bangsanya yang tidak lain tujuan akhir mereka menjadi istri dan menjadi hamba laki-laki membuat Tuti enggan untuk menikah.

Dalam novel Tuti berpidato tentang kelamnya kedudukan perempuan dalam masyarakat. Perempuan tidak sama seperti laki-laki yang mempunyai pemikiran, pandangan, dan hidupnya sendiri. Perempuan hanyalah hamba sahaya yang bekerja mengurus rumah dan melahirkan anak bagi laki-laki dengan tidak mempunyai hak lain. Lalu dikatakan bahwa perempuan yang sebaik-baiknya ialah perempuan yang paling sedikit mempunyai kemauan sendiri. Kemudian semakin tidak berdayanya kedudukan perempuan diperkuat dengan banyaknya nasihat tentang bagaimana seharusnya kaum perempuan bertingkah laku. Mangkunegara IV raja dan penyair yang sudah termasyhur itu, memberikan nasihat kepada perempuan untuk mengikat hati suaminya bukan dengan guna-guna atau mantera tetapi hanya dengan menjadi perempuan yang penurut, menyesuaikan diri akan kemauan suami, dan pandai menjaga dan merahasiakan segala sesuatu yang tidak harus diketahui orang lain, hanya itu yang harus dipelajari perempuan katanya. Lalu nasihat lain terdapat dalam syair Melayu Siti Zawiyah yang jika diterjemahkan bahwa kebahagiaan perempuan ialah menjaga kebahagiaan laki-laki dan dalam segala hal perempuan harus menyesuaikan dirinya kepada suaminya. Kepentingan dirinya, sedih senangnya, keinginannya, dan kebenciannya sebagai manusia tidak diindahkan.

Tidak sedikit pula masyarakat perpikir tentang, "apa gunanya anak perempuan bersekolah? Sebab sesudahnya ia juga akan masuk ke dapur." Padahal perempuan nantinya akan menjadi ibu dan amat sangat berpengaruh besar peran seorang ibu dalam mendidik anaknya. Kemudian bagaimana bisa laki-laki mengharapkan lahirnya keturunan yang kuat tetapi hak kaum perempuan tidak diberikan. Adakah permintaan yang lebih gila daripada itu? Laki-laki seperti hanya seperti menyirami daun dan dahan tanam-tanaman, sedangkan akarnya dibiarkan kekurangan air. Lalu Tuti juga membicarakan tentang keinginan hak dan kedudukan kaum perempuan disamakan dengan kaum laki-laki. Dalam pidatonya dijelaskan perempuan yang dicita-citakan Putri Sedar yaitu bukanlah perempuan yang berdiri dalam masyarakat sebagai hamba dan sahaya, tetapi sebagai manusia yang sejajar dengan laki-laki, yang tidak usah takut dan minta dikasihani. Yang tidak suka melakukan yang berlawanan dengan kata hatinya contohnya melakukan pernikahan, jika dalam pernikahan tersebut dapat mencabut hak kebebasan kaum perempuan.

Sutan Takdir Alisjahbana sebagai penulis novel mencoba mendobrak paradigma masyarakat tentang perempuan  harus penurut dan tidak bisa bebas bergerak semau hati mereka. Dengan memunculkan tokoh Tuti dalam novel Layar Terkembang menjadikannya sebagai bentuk kritik terhadap bangsa, budaya dan kaum laki-laki. Tokoh Tuti yang tidak hanya cerdas tetapi juga pandai menempatkan dirinya serta aktif organisasi, sangat menginspirasi terutama untuk meningkatkan kualitas dan peranan kaum perempuan dalam kehidupan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun