Jalan Banceuy, dengan segala daya pikatnya, tak pernah berhenti bertransformasi. Di balik gemerlap pertokoan, dan factory outlet yang berjejer di sepanjang trotoarnya, sebuah revolusi senyap tengah berlangsung. Para juru parkir, yang selama ini identik dengan uang tunai dan karcis sobek, kini menapaki jalan baru menuju era digital.
Dishub Kota Bandung meresmikan program uji coba pembayaran parkir non-tunai menggunakan QRIS atau Quick Response Code Indonesian Standard pada 10 Oktober 2024. Jalan Banceuy, dengan karakteristiknya yang ramai, dipilih sebagai salah satu kawasan percontohan. Tujuannya meningkatkan transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan perparkiran, sekaligus mendukung program pemerintah dalam mewujudkan cashless society. Namun, implementasi QRIS tidak lepas dari berbagai tantangan. Para tukang parkir, yang sebagian besar berasal dari generasi yang tidak familiar dengan teknologi, beradaptasi dengan sistem baru? Bagaimana respons pengunjung terhadap perubahan ini?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, saya mengunjungi Jalan Banceuy dan berbincang dengan Kang Soim, seorang tukang parkir yang telah mengabdikan diri di kawasan ini selama lebih dari 4 tahun. Kang Soim berkata "Awalnya sih kaget, Neng," kata Kang Soim sambil menunjukkan QRIS yang ia pegang. "Saya kan gaptek, gak ngerti pakai HP gitu, mana HP saya juga jelek Neng. Tapi sekarang harus pakai QRIS, ya mau gak mau harus belajar."
Kang Soim bahwa ia dan rekan-rekannya baru mulai menggunakan QRIS. "Tapi ya kendalanya sinyal jelek atau aplikasinya error," ungkapnya. "Pernah ada kejadian, Neng" lanjut Kang Soim sambil tertawa. "Ada orang mau bayar parkir, tapi dia bilang gak bawa cash, terus saya bilang bisa scan. Orangnya kaget sekarang bayar parkir bisa scan hahaha"
Meskipun masih menemui kendala, Kang Soim mengakui bahwa QRIS juga memberikan manfaat. " lebih gampang ngitung setoran jadi lebih cepet, gak perlu manual lagi," ujarnya. "Tapi ya lebih banyak susahnya, kan saya bukan anak muda yang sering cek-cek HP" sambung Kang Soim. "Terus kadang ada pengunjung yang gak sabaran Neng, aduh saya suka pusing kalo itu. Ada juga yang komplain karena sinyal jelek atau kuota internetnya habis. Ya saya sebagai tukang parkir cuma bisa sabar dan jelasin baik-baik."
Dari penuturan Kang Soim, terlihat bahwa implementasi QRIS ini memberikan pengalaman yang beragam bagi para tukang parkir. Di satu sisi, QRIS memberikan kemudahan dalam bertransaksi. Di sisi lain, QRIS juga menuntut adaptasi dan kesabaran dalam menghadapi berbagai kendala teknis dan respons pengunjung. Fenomena QRIS adalah sebuah gambaran dari perubahan zaman yang semakin cepat. Teknologi digital semakin meresap ke dalam berbagai aspek kehidupan, dan para tukang parkir pun tidak dapat menghindar dari arus perubahan ini. QRIS memiliki potensi besar untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan keamanan dalam sistem perparkiran. Namun, untuk mewujudkan potensi tersebut, perlu adanya dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak.
Dengan upaya bersama dari pemerintah, pengelola parkir, tukang parkir, dan masyarakat, QRIS diharapkan dapat menjadi solusi yang efektif dalam mewujudkan sistem perparkiran yang lebih baik bagi Jalan Banceuy dan di seluruh Indonesia.
Kisah Kang Soim dan QRIS-nya adalah contoh adaptasi di era digital. Di balik senyum ramah dan canda tawanya, tersimpan sebuah semangat untuk terus belajar dan berkembang. Semoga semangat ini dapat menjadi inspirasi bagi kita semua dalam menghadapi perubahan zaman yang semakin cepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H