Mohon tunggu...
Meyfa Nur Isnaeni
Meyfa Nur Isnaeni Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - XII MIPA 7

Semangat!!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bakti untuk Negeri

21 November 2021   07:27 Diperbarui: 21 November 2021   07:33 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

" Terimakasih ya pak atas waktunya "

"ya, sama sama Silahkan-silahkan " sambil berdiri.

Akupun laangsung meninggalkan tempat. Saat itu perasaan ku benar benar senang, tak mengerti harus seperti apa.

Singkat cerita hari hariku di Bengkulu sangat lah cepat berlalu. Pada tahun 1938 aku di pindahkan tugas ke Muara Dua, Sumatera Selatan (Palembang) untuk mengisi lowongan guru karena ada yang pindah tugas.. Tapi disana aku ditugaskan sebagai kepala sekolah. Sekolah di Muara ini terletak di kompleks pasar yang belum mempunyai gedung sendiri. 

Tugasku sangat banyak pada saat itu, melihat bangunan sekolah yang sangat tua membuatku ingin membangun kembali bangunan tersebut.. pembangunan berjalan seperti yang aku mau tapi pembangunan harus berhenti karena uang pembangunan sekolah di kuras habis oleh guru yang merangkap sebagai bendahara. 

Sehingga alternatif yang di amil, gaji dari guru tersebut dipotong beberapa persen untuk menutupi biaya pembangunan gedung sekolah. Saat itu aku sangat kesal, entah dimana rasa tanggung jawabnya, melihat uang ia langsung gelap mata. Tetapi uang yang di dapatkan dari hasil potongan gaji guru, belum bisa biaya pembangunan sepenuhnya, hingga pada akhirnya dengan berat hati aku meminta orang tua murid memberikan bantuan sekedar untuk biaya tambahan. Pada awalnya aku tidak ingin menyusahkan orang tua murid juga tapi pada kenyataannya mereka semua bersedia membantu.

Singkat cerita hari-hariku berlalu seperti biasa, aku merasa bosan dengan lingkungan di sana tidak seperti di Bengkulu. Terbersit dalam hatiku aku ingin beralih profesi, tapi itu semua cepat aku tangkas. Namun, setiap hari berlalu rasa ingin masuk kemiliteran dalam diriku semakin besar. Aku ingin berbakti untuk negeri ini, meskipun menjadi guru juga adalah salah satu bakti terbaik untuk negeri ini. 

Hingga pada satu ketika aku tidak bisa tidur semalaman memikirkan keinginanku sebenarnya. " apakah aku harus tetap menjadi guru atau aku ingin mencoba masuk kemiliteran ? " pertanyaan itu selalu terngiang dalam pikiranku. Maka dari itu, Dengan berat hati aku memutuskan untuk meninggalkan sekolah yang belum selesai aku bangun untuk meraih apa yang aku ingin kan.

Perpisahan dengan murid muridku menjadi hal terberat saat aku pamit meninggalkan sekolah. Setalah acara perpisahan yang menguras air mata, tapi aku berusaha menahannya agar tidak terlihat cengeng, aku pergi meninggalkan muara dua. Keinginan ku masuk militer tak bisa secepatnya menjadi kenyataan, masuk sekolahnya saja aku membutuhkan biaya. Maka dari itu, aku melanjutkan perjalanan ke Tanjung Raja, disana aku juga mendapatkan pekerjaan sebagai guru. Saat itu di pikiranku," aku ambil saja pekerjaan itu, dan uang yang aku dapat akan aku gunakan untuk pergi ke pulau jawa ". Disana aku hanya berniat untuk mengumpulkan uang. Singkatnya saja, uang yang aku kumpulkan dari hasil mengajar di tanjung raja, sudah mencukupi untuk aku pulang ke pulau Jawa. Dengan berat hati kembali aku pergi meninggalkan murid -muridku.

Tahun 1940, ketika Belanda membuka sekolah perwira cadangan bagi pemuda-pemuda Indonesia yang di kenal sebagai Corps Opleiding Reserve Officieren ( CORO ) dengan syarat utama mempunyai ijazah HBS atau AMS. Karena aku pernah menempuh pendidikan AMS maka aku pun memutuskan untuk mengikuti seleksi nya. Saat itu seleksinya masih dilakukan di Palembang. Setelah melalui tahapan seleksi, tiba saatnya untuk pengumuman siapa saja yang lulus. Dan tanpa disangka sedikit pun aku dinyatakan lulus. Saat itu aku langsung membuat surat untuk orang tua ku di kampung, agar mereka tahu sekarang anaknya akan masuk kemiliteran.

Setelah pengumuman tersebut yang menyatakan aku Lulus. Aku langsung berlayar ke Bandung untuk menjalani kehidupan ku di asrama taruna CORO. Di Bandung, Aku harus berinteraksi dengan pemuda-pemuda Belanda karena saat itu hanya belasan pemuda pribumi yang masuk CORO, Diantaranya ada Alex Kawi, M.M.R kartakusumah, Aminin, T.B. Simatupang, Askari, dan Samsudarto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun