Mohon tunggu...
Meydila Anggraeini
Meydila Anggraeini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Jember

S1 Perencanaan Wilayah dan Kota

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Persoalan Permukiman Kumuh di Tengah-Tengah Kabupaten Jember

28 September 2023   13:45 Diperbarui: 28 September 2023   13:50 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember, pada tahun 2023, jumlah penduduk Kabupaten Jember adalah 2.584.233 jiwa. Jumlah penduduk tersebut tersebar di 29 kecamatan dan 334 desa/kelurahan. Jumlah penduduk Kabupaten Jember mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2020, jumlah penduduk Kabupaten Jember adalah 2.536.729 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti. Pertumbuhan penduduk alami adalah pertumbuhan penduduk yang disebabkan oleh selisih antara kelahiran dan kematian. Migrasi adalah perpindahan penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain. Pertumbuhan ekonomi dapat mendorong migrasi dari perdesaan ke perkotaan.

Peningkatan jumlah penduduk Kabupaten Jember memiliki berbagai dampak, baik positif maupun negatif. Dampak positif dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan potensi ekonomi dan peningkatan jumlah tenaga kerja. Dampak negatif dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan kepadatan penduduk dan peningkatan kebutuhan akan sumber daya alam dan infrastruktur.

Secara ilmiah, permukiman didefinisikan sebagai tempat tinggal manusia yang dibangun secara permanen dan dilengkapi dengan fasilitas umum dan sosial yang memadai. Permukiman dapat berupa rumah, apartemen, atau bangunan lainnya yang digunakan untuk tempat tinggal. Permukiman juga dapat berupa kawasan yang dihuni oleh orang-orang yang memiliki kesamaan, seperti suku, agama, atau profesi. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman merupakan dasar hukum bagi pemerintah dan pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman di Indonesia. Undang-undang ini bertujuan untuk mewujudkan perumahan dan kawasan permukiman yang layak huni, sehat, aman, dan nyaman bagi masyarakat.

Namun, permukiman kumuh di bantaran sungai di Jember merupakan salah satu permasalahan yang perlu ditangani oleh pemerintah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember, terdapat 4,2 hektare kawasan permukiman kumuh di bantaran sungai di Jember. Kawasan permukiman kumuh tersebut tersebar di empat kecamatan, yaitu Kaliwates, Sumbersari, Tempurejo, dan Patrang. Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak memenuhi standar kesehatan dan keselamatan. Permukiman kumuh umumnya terletak di kawasan yang tidak sesuai dengan tata ruang dan tidak memiliki akses yang memadai.

Permukiman kumuh di bantaran sungai adalah salah satu jenis permukiman kumuh yang paling umum dijumpai di kota-kota besar. Permukiman ini umumnya terletak di tepi sungai yang banjir, sehingga warga yang tinggal di sana rentan terhadap bencana alam. Permukiman kumuh di bantaran sungai dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti Gangguan kesehatan, seperti penyakit menular dan penyakit akibat lingkungan. Kerusakan lingkungan, seperti pencemaran air dan udara. Konflik sosial, seperti konflik antar warga dan konflik antara warga dengan pemerintah.

Permukiman kumuh di bantaran sungai di Jember umumnya memiliki karakteristik, Bangunan yang terbuat dari bahan yang mudah rusak, seperti kayu, bambu, dan seng. Kepadatan bangunan yang tinggi, sehingga ruang gerak dan pencahayaan yang terbatas. Ketersediaan sarana dan prasarana yang terbatas, seperti air bersih, sanitasi, dan listrik. Lingkungan yang tidak sehat, karena rawan banjir, sampah, dan penyakit juga kemiskinan.

Seperti contohnya permukiman yang ada di bantaran sungai Bedadung. Dengan adanya lingkungan kumuh tersebut terdapat mengganggu kelangsungan hidup masyarakat yang ada di dalamnya. Tidak bisa dipungkiri lingkungan tersebut melakukan kegiatan mandi, cuci dan kakus (MCK) di daerah sungai Bedadung itu. Kegiatan tersebut berdampak pada tercemarnya air dengan adanya limbah rumah tangga dan limbah manusia, sehingga sangat bahaya. Masyarakat tersebut dapat dengan mudah terpapar penyakit seperti contohnya diare.

Pemerintah perlu melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permukiman kumuh di bantaran sungai, seperti Penataan kawasan kumuh, Peningkatan akses masyarakat, Penataan kawasan kumuh adalah upaya untuk memperbaiki kondisi kawasan kumuh agar menjadi lebih layak huni. Upaya ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti Peningkatan kualitas bangunan, Penambahan sarana dan prasarana dan Pemindahan warga. Peningkatan akses masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap fasilitas umum dan sosial. Upaya ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti Pembangunan infrastruktur dan Pemberdayaan masyarakat.

Beberapa contoh upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jember untuk mengatasi permukiman kumuh di bantaran sungai Pemerintah Kabupaten Jember telah membangun rumah susun untuk masyarakat berpenghasilan rendah di bantaran sungai. Pemerintah Kabupaten Jember juga telah memberikan bantuan subsidi perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Pemerintah Kabupaten Jember telah melakukan renovasi rumah tidak layak huni di bantaran sungai. Pemerintah Kabupaten Jember juga telah melakukan penataan kawasan kumuh di bantaran sungai. Upaya-upaya tersebut telah membuahkan hasil, tetapi masih banyak permukiman kumuh di bantaran sungai yang perlu ditangani. Pemerintah Kabupaten Jember perlu terus meningkatkan upayanya untuk mengatasi permukiman kumuh di bantaran sungai agar warga yang tinggal di sana dapat hidup dengan layak dan aman.

Saran untuk mengatasi permukiman kumuh di bantaran sungai di Jember yaitu, perlu adanya koordinasi yang lebih baik antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dalam mengatasi permukiman kumuh di bantaran sungai. Perlu adanya peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup di lingkungan yang sehat dan layak huni. Perlu adanya bantuan dan dukungan dari pemerintah pusat untuk mengatasi permukiman kumuh di bantaran sungai.

Dinas Perhubungan Kabupaten Jember melakukan pembongkaran terhadap 10 unit ruko yang berada di bantaran Sungai Jember. Pembongkaran tersebut dilakukan karena ruko-ruko tersebut melanggar peraturan daerah tentang tata ruang. Ruko-ruko tersebut dibangun di atas tanah milik pemerintah dan tidak memiliki izin mendirikan bangunan. Selain itu, ruko-ruko tersebut juga berada di kawasan rawan banjir. Pembongkaran ruko tersebut dilakukan oleh tim gabungan dari Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, dan Satpol PP Kabupaten Jember. Pembongkaran dilakukan secara manual dengan menggunakan alat berat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun