Manusia merupakan makhluk ciptaan tuhan yang di beri kemampuan dan potensi untuk menjalani kehidupan yang baik dan memperoleh kebahagiaan.Â
Salah satu potensinya merupakan potensi berfikir atau kognitif. Potensi kognitif dapat menentukan bagaimana individu dalam mengambil keputusan dan memperoleh kebahagian. Potensi kognitif dapat berupa rasional ataupun irasional.
Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di Universitas maupun insistut atau akademi, mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa (Takwin, 2008). Sedangkan menurut Wingkel (1997) masa mahasiswa meliputi rentang umur dari 18 sampai dengan 19 tahun sampai 24 sampai dengan 25 tahun. Rentang umur ini masih dapat dibagi-bagi atas periode 18 sampai dengan 19 tahun sampai 20 sampai dengan 21 tahun yaitu mahasiswa dari semester I sampai dengan semester IV dan periode umur 21 sampai dengan 22 tahun sampai 24 sampai dengan 25 tahun yaitu dari mahasiswa semester V sampai dengan semester VIII. Pada belum berhasil memecahkan berbagai persoalan mendesak secara memuaskan.
Adapun menururt pendapat Wingkel (1997) mengatakan bahwa tugas perkembangan yang dihadapi mahasiswa adalah pada dasarnya mahasiswa semester awal harus menyesuaikan diri dengan pola kehidupan dikampus dan diluar kampus, baik yang menyangkut hal-hal akademis maupun non akademis mahasiswa di semester tinggi harus menentapkan diri dalam mengajar cita-cita di bidang studi akademik di pekerjaan dan di bidang kehidupan. Beraneka kesulitan yang timbul dapat di bagi atas dua kelompok kesulitan ini berpengaruh terhadap yang lain kesulitan di bidang akademis misalnya kurang menguasai cara belajar mandiri, kurang mampu mengatur waktu yang baik, salah pilih program studi, hubungan dengan dosen renggang atau jenuh. Sedangkan dibidang non akademis misalnya: kesulitan menanggung biaya pendidikan. Kurang dalam fasilitas belajar asupan makan yang kurang bergizi ketegangan dalam bergaul dengan teman atau rasa bosan.
Salah satu bentuk usaha membentuk kognitif yaitu melalui pendidikan. Pendidikan dapat membentuk kognitif individu melalui proses pembelajaran yang sistematis, dan perguruan tinngi merupakan tempat pembentukan pribadi individu. Mahasiswa sebagai civitas  akademika diharapkan agar aktif, kreatif, dan terampil dalam proses perkuliahan. Usaha untuk mencapai hal tersebut dengan cara berpendapat, berdiskusi, aktif bertanya ketika perkuliahan. Namun pada kenyataannya  tidak semua mahasiswa memiliki keberanian berbicara di depan umum, hal tersebut di dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah kecemasan.
Atkinson (1991:212) menjelaskan bahwa "Kecemasan merupakan perasaan campuran yang berisi ketakutan dan keprihatinan mengenai masa datang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut". Selain itu kecemasan juga dapat dipengaruhi oleh beberapa aspek antara lain: aspek suasana hati, aspek kognitif, aspek somatik dan motorik (Semiun,2006). Suasana hati meliputi perasaan takut terhadap sesuatu yang akan dianggap mengancam, kognitif dipengaruhi dari pemikiran dan rencana untuk menghindari sesuatu yang mengancam. McDonald (dalam Ayres dan Bristow, 2009:69).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Stevani, Mudjiran, & Iswari, 2016) kepada 7 orang mahasiswa yang mengalami kecemasan dalam berbicara di depan umum  menunjukan bahwa Bimbingan kelompok dengan pendekatan REBT efektif untuk mengurangi kecemasan mahasiswa berbicara di dalam kelas. Melalui kegiatan bimbingan kelompok dengan pendekatan REBT, anggota kelompok mampu mengenal serta memahami model dari ABCDE dan homework assigment sebagai salah satu upaya dari pertolongan diri sendiri dan mengaplikasikannya dalam hal mematahkan pemikiran irasional yang menghambat kemampuan diri menjadi lebih baik lagi.
Rebt merupakan pendekatan yang berfokus pada kognitif behaviour, Menurut Mappiare tujuan REBT adalah Menghilangkan kecemasan, ketakutan, kekhawatiran, dan ketidakyakinan diri. Pelaksanaan REBT dalam membantu mengatasi kecemasan dapat melalui format kelompok, layanan bimbingan kelompok merupakan salah satu format kelompok dalam bimbingan dan konseling yang bertujuan untuk membantu individu agar aktif, dinamis dalam berkomunikasi dan berani mengemukakan pendapat agar dapat bertukar pikiran, sehingga individu terbantu untuk lebih mampu melatih diri dalam berbicara di depan umum.(Turner, 2016)
Rational Emotive Behavior Therapy merupakan Usaha dalam mengarahkan pemikiran irasional menjadi rasional. pendekatan REBT adalah dengan menggunakan model ABCDE, Ellis (Gladding, 2012:267) menjelaskan "Model ABCDE dari REBT yaitu A berarti mengaktifkan pengalaman, B mewakili pendapat orang mengenai pengalaman tersebut, C adalah reaksi emosional terhadap B, D adalah menjauhkan pemikiran irasional, biasanya dengan bantuan konselor REBT, dan menggantikannya dengan, E pemikiran yang efektif dan filosofi pribadi baru".(Anggreiny & Sulistyaningsih, n.d.)
Jadi, cara mengatasi kecemasan dengan merubah pemikiran irasional anda dengan pemikiran yang rasional Opt dan Loffredo (2000:556) menjelaskan "Individu yang mengunakan pola pikir positif mempunyai kecemasan yang lebih rendah dan individu dengan pola pikir positif akan melihat segala hal dari segi positif, suka bekerja keras dan dapat mengendalikan emosinya ketika berbicara di depan kelas. Selalu berfikir positif dan yakin dengan segala kemampuan yang ada pada diri anda insya allah semuanya akan baik-baik saja.
DAFTAR PUSTAKA