Setiap orang pasti  menginginkan keluarga yang bahagia dan selalu bersama hinggal ajal yang  memisahkan, namun tak sedikit yang harus menerima kenyataan bahwa keluarganya harus berpisah dan harus berakhir.Â
Berakhirnya sebuah  hubungan keluarga disebabkan oleh berbagai hal seperti adanya miss  communication, adanya orang ketiga dan dll. Hubungan suami istri yang  berpisah tanpa adanya seorang anak maka tidak akan begitu berdampak  buruk , namun jika hubungan suami istri sudah menghasilkan sebuah anak  akan berdampak pada psikis/kejiwaan anak.
Seorang anak yang hidup  dan tumbuh di dalam situasi keluarga yang broken home anak memiliki  temperamental yang cukup tinggil dan sensitive dengan sesuatu. Ada  kalanya orang terdekat harus mengawasi dan mengetahui apa yang anak  broken home rasakan.Â
Karena ada saatnya mereka mencapai titip dimana  mereka benar-benar lelah , iri, marah, sedih, dan ingin semua tidak  terjadi pada mereka. Mereka akan melakukan hal-hal yang bisa membuat  mereka lupa dengan apa yang telah terjadi dengan mereka dan yang paling  berbahaya adalah mereka ingin mengakhiri hidup.
Sebagai sesama  makhluk social kita harus bisa membantu anak-anak broken home untuk  kembali bangkit dan tidak malah mengolok-olok hidup mereka. Seperti kita membuat mereka nyaman dengan kita, membuat mereka tertawa, membawa  mereka sebuah tempat yang bisa membuat mereka sejenak melupakan apa yang  meraka alami. Dan kita juga bisa mencoba untuk membuat mereka mau untuk  bercerita kepada kita agar kita bisa mengetahui apa yang mereka rasa.
Anak  broken home bukanlah anak "haram" yang harus dijauhi, ulurkan tangan  kita untuk membantu mereka kembali bangkit dan bisa melanjutkan hidup  dengan baik tanpa harus ada emosi ataupun dendam pada hati mereka karena  orang tua yang berpisah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H