Mohon tunggu...
Mex Rahman
Mex Rahman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Son-Brother-Friend

Bermimpi tiduri Monica Bellucci

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Akibat Keseringan Nonton Berita Politik Tanpa Didampingi Ortu

7 Januari 2014   17:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:03 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13890846291908888889

[caption id="attachment_314398" align="aligncenter" width="600" caption="Nonton tv tanpa didampingi ortu jadinya ya cuma ngikut aja (avicennaedu.wordpress.com)"][/caption]

Dari 313 koleksi artikelku di Kompasiana sejak pertama kali gabung yaitu pada akhir April 2013 lalu, tak satu pun aku menulis artikel yang berbau politik, nyerempet-nyerempet dikit tentang politik atau memang artikel politik. Di Kompasiana ini, aku juga malas membaca artikel dari teman-teman yang membahas tentang politik. Mungkin hanya beberapa dari artikel teman-teman yang membahas tentang politik yang kubaca. Diantaranya adalah artikel dari Tante Ellen, Pakde Kartono, cermin-nya Om Armand, atau humor dari Pak Bain dan Bro Gatot, hanya itu, lainnya tak pernah, itu pun aku tidak mengerti apa yang sedang dibahas karena aku memang tak mau mengerti. Aku juga memberikan sebuah komentar disana dengan komentar OOT, karena aku hanya ingin becanda disana tidak lebih (supaya hubungan pertemanan lebih hangat saja). Tapi anehnya, kok ada ya yang menunduhku sebagai Jokowi lover.

Selama hidupku, dari semua acara tv, ada 2 yang paling aku benci. Yang pertama adalah acara politik dan yang kedua adalah acara gosib. Ya, karena keduanya sama sekali tidak ada manfaatnya dalam hidupku. Sebenarnya ada banyak alasan kenapa aku benci terhadap keduanya, namun menurutku akan menjadi tidak baik jika aku tulis semuanya disini, jadi aku hanya menuliskan satu alasan saja, ya karena aku memang tidak suka. Aku ingin tahu aja, dilihat darimana ya kok orang itu sampai-sampai menuduhku sebagai Jokowi lover malah sampai menyebutku sebagai cyber army-nya? Memangnya siapa Jokowi dan apa pengaruhnya di hidupku, kok sampai aku rela jadi cyber army-nya? Kenal aja nggak kok.

Asal tahu aja ya, aku bukan Jokowi lover tapi aku Rafael Nadal lover. Disetiap kemenangan yang diraih Nadal aku selalu mendapatkan uang dan di setiap kekalahan yang diderita Nadal aku selalu membayarnya. Itulah bukti kecintaanku kepada Rafael Nadal. Dan dia adalah inspirasiku di kehidupan nyata. Semangatnya, perjuangannya yang tak kenal menyerah dan kecintaannya pada keluarga adalah inspirasiku di dunia nyata. Meski aku belum pernah bertemu dengannya tapi dia telah banyak memberi pengaruh dalam hidupku. Nah kalau Jokowi atau semua tokoh-tokoh politik di Indonesia? Sama sekali tidak memberi pengaruh apa pun di kehidupanku. Pemilu aja aku nggak pernah ikut kok, eh ini dibilang sebagai Jokowi lover. Mungkin orang itu terlalu keseringan nonton berita politik tanpa didampingi orang tuanya kali ya? Hehehe. Sampai-sampai komentar OOT-ku membawanya menuduhku sebagai Jokowi lover. Ow ya, satu lagi, aku Monica Bellucci lover.

Ngomong-ngomong soal akibat keseringan nonton berita politik tanpa didampingi oleh orang tua (bagi anak muda sepertiku), menurutku memiliki beberapa dampak negatif lho. Kalau mau tau silakan dilanjutkan membacanya, tapi kalau tidak silakan tinggal saja karena ini memang tak ada manfaatnya. Ini nih beberapa dampak negatif jika keseringan nonton berita politik tanpa didampingi oleh orang tua menurutku.

1. Selalu negativ thinking

Karena keseringan nonton politik tanpa didampingi orang tua, anak muda akan menganggap kehidupannya sama persis seperti yang ada di dalam politik. Mereka mengira semua yang dilakukan oleh seseorang mempunyai maksud dan tujuan untuk menjatuhkannya. Maka dari itu, dia selalu curiga kepada setiap orang dan berprasangka buruk kepadanya. Sampai kapan bro hidup dalam kecurigaan? Ampun deh, hehehe.

2. Terlalu Serius

Karena yang ditonton adalah orang yang selalu pasang wajah serius maka di dalam otaknya terpatri hal yang sama. Seolah dalam hati dia berkata, aku harus selalu serius seperti mereka. Hal ini mungkin disebabkan karena semua hal yang masuk ke otak adalah wajah-wajah serius dari para politikus. Padahal tidak selamanya hidup selalu dibawa serius bukan? Ada kalanya kita santai dan becanda, ada kalanya juga butuh refresing. Mau sampai kapan bro terlalu serius terus? Bisa kena stroke muda lho, hehehe.

3. Selera Humornya Rendah

Karena terlalu serius, maka selera humor yang dimilikanya pun rendah. Bahkan humor yang tidak ada hubungannya dengan politik pun dikiranya sebagai sindiran bagi tokoh junjungannya, maka dalam pikirannya, orang yang sedang berhumor ria pun wajib untuk diserang atau bahka dilawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun