Roman duduk mematung dengan dahi mengernyit yang membuat alisnya hampir menyatu -- di sebuah sofa berbahan linen. Tatapannya tak pernah berpaling walau hanya satu detik dari tubuh wanita cantik berkulit putih bersih, berambut panjang bergelombang berwarna hitam kecoklatan -- indah dan lembut karena wanita itu memang rutin merawatnya, terbaring di atas tempat tidur yang berjarak 2 meter lebih dari sofa tempat ia duduk.
Wanita itu terbaring dengan selimut menutupi kaki sampai dadanya. Matanya yang terpejam rapat tak membuat kecantikan wanita itu memudar. Dia masih cantik, masih sangat cantik meski wajahnya terlihat agak memucat. Senyum yang tersungging di bibirnya pun masih manis, masih sangat manis meski sedikit tertutup oleh selang oksigen yang terpasang di hidungnya.
Di punggung tangan kanan wanita itu yang sedikit keluar dari selimut, terpasangan selang yang berujung pada kantong NaCL menggantung di sebuah tiang di samping tempatnya terbaring.
Lama Roman menunggu dalam cemas, duduk termenung di sofa berbahan linen itu, memandangi tubuh belahan jiwanya, bunga hatinya, dewi kasih sayangnya yang terbaring tanpa daya  tepat di hadapannya. Tak ada yang bisa ia lakukan di saat ini.
Ia hanya bisa bertahan, mencoba memungut sisa-sisa harapan, dan memanjatkan doa dari hati yang telah kehilangan keyakinan.
Dalam puncak antara rasa cemas dan ketakutannya, mata Roman yang sejak tadi basah karena air mata, kini menjadi berbinar. Terpancar jelas ada harapan dari setiap sudut mata sembabnya.
Dia melihat ada gerakan kecil dari tubuh wanita yang terbaring di hadapannya. Jari telunjuk tangan kanan istrinya bergerak pelan dari bawah ke atas dan kembali lagi ke bawah lalu ke atas lagi.
Harapan Roman semakin tumbuh besar melihat gerakan kecil di tangan istrinya secara perlahan-lahan bertambah sedikit demi sedikit. Dengan segera, Roman mengarahkan kedua lengannya ke mata yang sejak tadi basah dan kemudian dengan cepat ia menghapus air matanya.
Senyum lebar Roman tampak jelas terlihat meski mulut dan hidungnya tertutup masker, namun lipatan kecil di ujung matanya yang menyempit tak bisa menipu. Ini jelas, Roman sedang tersenyum lebar karena di hadapannya, wanita yang dari tadi telah membuatnya cemas, kini telah membuka mata.
Wanita itu kemudian menoleh ke arah suaminya. Dia tersenyum, deretan gigi putihnya yang nampak di antara kedua bibirnya semakin membuatnya terlihat manis. Tidak ada yang lebih manis bagi Roman selain melihat senyum istrinya dengan derertan gigi putihnya yang rapi.