Mohon tunggu...
Mex Rahman
Mex Rahman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Son-Brother-Friend

Bermimpi tiduri Monica Bellucci

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Percakapan

15 Desember 2018   22:40 Diperbarui: 15 Desember 2018   22:53 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Dengarkan aku," ucap pria itu yang berdiri membelakangiku.

"Yang akan aku bicarakan ini adalah seorang pria dan sebuah daerah yang kau kenal. Puncak gunung berkabut, lembah yang membisu, aliran anak sungai yang menyedihkan. Tidak ada ketenangan disana, tidak pula kenyamanan. Hanya cita-cita dan impian."

"Jalan yang dilaluinya dipenuhi semak belukar yang selalu tampak gelisah. Semak rimbun itu tumbuh liar menutupi seluruh lantai hutan yang angkuh. Pohon-pohon besar nan tinggi yang selalu bergerak kesana kemari oleh terpaan angin menimbulkan suara yang sangat berisik."

"Aku mengamati setiap langkah pria itu. Dia berjalan menyusuri lembah. Jejak-jejak kakinya merusak semak di lantai hutan. Sejenak ayunan langkahnya terhenti untuk mengatur kembali nafasnya yang semakin berat sebelum melanjutkan perjalanan panjang menuju puncak gunung berkabut."

"Ini sudah malam. Kulihat pria itu duduk di atas batu di tepi sungai yang airnya tampak menguning oleh pantulan cahaya yang terpancar dari wajah bulan. Kedua tangannya menopang dagu. Matanya terus melihat ke arah aliran sungai itu. Ilang-ilang disekitarnya berbisik satu sama lain yang menimbulkan suara seperti aliran anak sungai yang menyedihkan."

"Aku terus mengamati pria itu yang duduk di atas batu. Lumut-lumut yang tumbuh di tubuh batu itu membentuk sebuah simbol. Aku berusaha membaca simbol itu. Kau tahu apa simbol itu? Yang terbaca dari simbol itu adalah HARAPAN."

"Malam semakin larut. Pria itu kembali melanjutkan perjalanannya menuju puncak gunung berkabut."

"Langit tak secerah tadi. Kecantikan wajah bulan tak nampak lagi, tertutup oleh pekat mendung yang mengerikan. Pria itu masih terus berjalan."

"Hujan turun dengan derasnya. Pohon-pohon semakin mengeluarkan bunyi yang semakin berisik karena terpaan angin yang semakin kencang. Petir-petir menghujam ke dasar bumi. Air sungai meluap. Gemuruh guntur menghasilkan suara yang membuat ngeri di hati pria itu. Namun dia masih melanjutkan perjalanannya."

"Aku yang terus memperhatikannya, kembali melihat simbol dari air hujan bertubi-tubi menghujam kepalanga. Simbol itu bisa aku baca. Simbol itu adalah KEYAKINAN."

"Menjelang pagi saat langit masih gelap namun tampak sedikit membiru. Semua kembali normal. Hujan telah reda, luapan air sungai mulai surut, angin tak seberingas tadi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun