Mohon tunggu...
Gerard Widy
Gerard Widy Mohon Tunggu... lainnya -

Firdaus - Dunia - Surga (neraka dimana?)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Surat Terbuka kepada Saudara Presiden RI

7 September 2010   02:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:23 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_117402" align="alignleft" width="110" caption="dok : pribadi OmP"][/caption] agi-pagi aku "dipaksa" orang itu untuk memuat surat pernyataan atau surat terbuka yang dibuatnya di halaman Kompasianaku. Setelah membaca isinya dan aku tidak menentang, akhirnya aku setuju memuatnya disini : Kepada Saudara Presiden RI dari : Mexiano Yth Saudara Presiden Republik Indonesia Pertama perlu saya jelaskan kepada saudara Presiden, sehubungan dengan ketidak percayaan saya kepada para wakil saya di DPR maupun MPR, maka saya tidak lagi mewakilkan segala suara saya kepada mereka. Mulai saat ini saya mewakili diri saya sendiri untuk menyatakan segala isi hati saya tentang segala hal yang berhubungan dengan tata kehidupan di negeri ini (Indonesia). Karena saya tidak lagi mewakilkan suara saya kepada para pejabat dan/atau wakil saya tersebut maka saya menyebut saudara Presiden sebagai "Saudara", sebutan yang sebelumnya secara etika hanya pantas dilakukan oleh para wakil saya di DPR maupun MPR untuk menyebut "saudara" kepda saudara Presiden. Karena saya tidak lagi mewakilkan suara saya kepada mereka, maka sebutan tersebut kepada saudara Presiden tentu kini saya pergunakan sendiri, Itulah sebabnya saya menyebut sauadara Presiden sebagai "saudara", bukan karena saya ingin melecehkan atau berlaku tidak hormat kepada saudara Presiden. Yth saudara Presiden, saya melihat dan mendengar apa yang dikatakan oleh Menteri Luar Negeri yang saudara angkat sehubungan dengan permasalahan dan konflik antara Indonesia dan Malaysia saat ini beberapa waktu lalu. Saudara Menlu RI mengatakan, sesudah melakukan pertemuan dengan Menlu malaysia di Kinabalu,  antara lain saudara Melu mengatakan bahwa Malaysia pada masa mendatang tidak akan lagi melakukan pemborgolan dan pemakaian baju tahanan kepada para pejabat Indonesia yang ditangkap oleh mereka (Malaysia). Dengan sangat bangga (terlihat dari cara mengatakan kalimat tersebut didepan kamera wartawan televisis), saudara Menlu mengatakan bahwa Indonesia oleh Malaysia akan ditempatkan sebagai satu-satunya negara diseluruh dunia yang diberikan keistimewaan yakni "pejabat yang ditangkap tidak akan diperlakukan secara prosedur rutin pihak kepolisisan Malaysia, yakni diborgol dan diberi baju tahanan", disitu saudara Menlu nampak menekankan bahwa Indonesia diperlakukan secara khusus dan istimewa dalam hal tersebut dibanding negara manapun didunia ini (tentu saudara Menlu merasa itu semua berkat lobi dan negosiasinya). Saudara Presiden, spontan setelah mendengar pernyataan Menlu RI tersebut kepala saya hampir meledak seperti tersambar petir. Dalam situasi perasaan bangsa ini tertekan karena rasa terhina oleh negara lain, saudara Menlu yang katanya akan melakukan negosiasi, yang sebenarnya kami merasa itu tidak cukup hanya sekedar bernegosiasi atas kedaulatan negeri ini yang terasa dicabik oleh bangsa lain, ternyata saudara Menlu hanya mampu perpikir dan bernegosiasi sampai disitu saja, yakni sudah merasa sangat puas terhadap janji pihak Malaysia yang akan memberikan "keistimewaan" kepada Indonesia dibanding negara lain manapun didunia ini. Saya melihat saudara Menlu RI bahkan tidak mampu melihat "Esensi" masalah yang sesungguhnya. Bukan hanya persoalan "DIborgol dan diberi baju tahanan", tetapi "kedaulatan negeri kita yang sudah sangat jelas dirongrong oleh Malaysia". Borgol dan baju tahanan bukanlah apa-apa, mengapa saudara Menlu hanya mendapat hasil "pepesan kosong" tersebut dari perundingan itu, dan saudara Menlu sudah nampak sangat puas seolah sudah mencapai hasil istimewa. Dimata saya, saudara Menlu bahkan tidak mendapat hasil apapun dari perundingan tersebut, karena esensi persoalannya (yang membuat bangsa kita saat ini sangat gerah) sama sekali tidak tersentuh. Menlu RI ternyata hanya mampu melihat problem tersebut hanya pada kerak luar yang tidak berarti. Saudara Presiden, "Hak Istimewa" yang berhasil diperoleh saudara Menlu dari perundingan di Kinabalu, dimata saya, justru kembali sebuah tambahan penghinaan negeri tetangga tersebut kepada bangsa ini. Malaysia bahkan diam-diam mencoba menggunakan pemimpin bangsa ini, dalam hal ini Menlu RI, menjadi alatnya dalam menghadapi gejolah rasa tersinggung bangsa ini. Dengan memberikan "Hak istimewa" yang jelas hanya "pepesan kosong", Malaysia bahkan berhasil membuat Menlu RI berbunga-bunga hatinya seolah berhasil dalam negosiasi/perundingan, dan tentu setelah sampai didalam negeri Indonesia nanti, Melu RI akan menjadi alat peredam gejolak rasa tersinggungnya rakyat indonesia atas pelecehan yang dilakukan Malaysia. Menlu yang seolah sudah berhasil memaksa Malaysia memberikan "hak istimewa" (tidak diborgol dan tidak diberi pakaian tahanan. .... tapi tetap akan ditangkap bukan?), akan mati-matian mencoba meredam dan membentengi kemarahan rakyat Indonesia, dengan mengatakan telah berhasil mendapat hasil yang sangat optimal dalam perundingan tersebut (pepesan kosong tadi) dan bangsa Indonesia mungkin harus bersyukur dan menahan diri karena telah berhasil memaksa Malaysia memberikan "Hak Istimewa" (yang sekali lagi tentu hanya pepesan kosong, karena bukan soal borgol dan baju tahanan saja yang membuat bangsa ini marah) dan Malaysia cukup duduk tenang menyaksikan dan menunggu hasil kerja Menlu RI menyelesaikan "problem" Malaysia saat ini yakni "Ancaman kemarahan rakyat Indonesia atas apa yang telah dilakukannya" . Malaysia tingga menonton bagaimana Menlu RI bekerja untuknya. Ini penghinaan yang justru saudara Menlu RI tidak sadari. Saudara Presiden, melihat kenyataan ini hati saya sebagai rakyat Indonesia merasa miris dan teriris, melihat kinerja dan kemampuan salah satu pemimpin kami tersebut yang notabene adalah pembantu saudara dalam mengelola negeri ini. Yth saudara Presiden RI, saya adalah salah satu rakyat Indonesia yang memberikan wewenang kepada saudara untuk memangku jabatan sebagi presiden RI karena saya memilih saudara dalam Pilpres, karena itu saya merasa memiliki hak untuk mengungkapkan uneg-uneg hati serta pikiran saya tentang itu semua. Tentu saudara Presiden berhak berdasar undang-undang masih terus memangku jabatan itu, namun kalau para pembantu saudara, seperti dalam hal ini saudara Menlu, hanaya memiliki kemampuan memikirkan bangasa ini dan berkinerja hanya seperti itu, tentu sayapun tidak akan merasa puas dan tidak akan merasa percaya lagi atas kepemimpinan saudara Presiden. Tentu masa jabatan yang masih ada tidak bisa begitu saja dihentikan, namun sebagai seorang pemimpin, nurani saudara Prseiden tentu tidak akan tenang, ketika seorang rakyat yang notabene melalui wakil dan undang-undang memberi kekuasaan, kewenangan, dan segala prioritas untuk menjalankan tugas saudara, kini merasa tidak mempercaya dan tidak lagi puas atas kinerja saudara dan para pembantu saudara. Yth saudara Presiden, saya mengerti betapa beratnya tugas seorang pemimpin, namun sebagai bangsa yang berdaulat tentu kita sepakat untuk tidak menomorduakan kedaulatan bangsa ini untuk mentolerir kegagalan seorang pemimpin rakyat. Jakarta 7 September 2010 Salah satu yang memilih saudara sebagai presiden RI Mexiano Itulah surat terbuka atau pernyataan atau apapun namanya, yang diminta orang itu untuk memuatnya di kompasianaku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun