Pernahkah anda mencoba untuk memasak batang talas? Mulanya orang-orang di kampung tempat tinggal saya merasa heran ketika si mbah – begitu kami menyebut pembantu dirumah – meminta ijin kepada tetangga untuk meminta talas yang kebetulan tumbuh subur di pekarangan belakangnya.
“Badhe kagem nopo to bu?” (“Mau buat apa sih bu?”)
“Badhe dipun sayur, eco kok pak” (“Mau di sayur, enak kok pak”) begitu timpal si mbah
“Dipun sayur nopo bu?” (Mau di sayur apa bu?”)
“Dipun oseng nggih saged, ngangge santen nggih saged” (“Di tumis bisa, disayur pakai santan juga bisa”)
Tetangga saya lebih heran dan takjub waktu si mbah memungut jantung pisang yang sudah ditebang oleh tetangga saya ini. Mereka tidak pernah tahu bahwa jantung pisang juga bisa di sayur! Jantung pisang maupun batang talas memang memerlukan teknik pemasakan yang tertentu. Misalnya saja waktu kita memasak jantung pisang, kita hanya memasak bagian jantung pisang yang masih muda dan membuang kulit jantung pisang yang sudah tua. Dan sebelum diolah lebih lanjut, jantung pisang harus direbus terlebih dulu agar dagingnya empuk. Begitupun pada saat membuang kulit jantung yang sudah tua, kita harus segera merebusnya karena kalau tidak maka akan berubah kehitaman dan kalau disayur tidak akan cantik lagi.
Sedangkan batang talas memerlukan penanganan yang lebih njlimet lagi. Apabila talas tersebut belum pernah ditebang sebelumnya – alias baru tumbuh – sebaiknya kita melakukan pemangkasan batang paling tidak 2 kali sebelum kita memanen batangnya untuk disayur. Hal ini dilakukan untuk menghindari keracunan atau gatal-gatal pada mulut pada saat kita mengkonsumsi sayur ini.
Batang talas yang sudah siap panen ditebang dan dikuliti. Setelah dicuci bersih barulah batang talas siap untuk di sayur. Bagi yang tidak suka repot dalam memasak, batang talas enak untuk dinikmati meski hanya ditumis.
Memang kesannya kok NGGRAGAS sekali ya?
Tapi diferensiasi pangan memang dibutuhkan apalagi di era sekarang ini, dimana harga sayur mayor melonjak tinggi. Mau beli kangkung saja harus mengeluarkan uang Rp 2500, belum untuk beli cabai dan keperluan yang lain. Uang belanja mingguan yang dulu cukup 100-150 ribu sekarang naik 2 kali lipatnya. Makanya sebagai ibu rumah tangga, alangkah baiknya bila kita bisa menemukan terobosan baru dalam menyajikan makanan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H