Mohon tunggu...
Metik Marsiya
Metik Marsiya Mohon Tunggu... Konsultan - Menembus Batas Ruang dan Waktu

Praktisi Manajemen, Keuangan, Strategi, Alternatif dan Spiritual. Kutuliskan untuk anak-anakku, sebagai bahan pembelajaran kehidupan. ... Tidak ada yang lebih indah, saat menemani kalian bertumbuh dengan kedewasaan pemahaman kehidupan.... ................ tulisan yang selalu teriring doa untuk kalian berdua....

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Membumikan Pajak, Solusi Penerimaan Negara

11 November 2015   09:15 Diperbarui: 11 November 2015   10:30 6079
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berita di Media tentang Penerimaan Pajak

Realisasi penerimaan pajak sampai dengan akhir Oktober 2015 hanya sebesar 58% dari target dalam APBN 2016 sebesar Rp 1.546,7 triliun. Jokowi khawatir, demikian juga dengan JK dan seluruh SKPD yang ada di negeri ini. Was-was ketika akan menggunakan anggaran, apakah dananya mencukupi untuk mendukung kegiatan yang sudah direncanakan. Mereka harus berpikir ulang dan memastikan bahwa kondisi keuangan negara aman. Meski belum bisa dibilang kritis, tetapi bolehlah kalau dibilang harus waspada. Sinyal SOS penerimaan negara dari pajak sudah nyata-nyata terlihat.

Situasi ini menggambarkan peran penting pajak bagi negara ini. Penerimaan pajak masih dan akan selalu menjadi tulang punggung pembiayaan dan menjamin kelangsungan kehidupan bernegara. Sumber dana utama yang masih sangat dapat diandalkan, bukan dari sektor migas, bukan pula dari profit BUMN ataupun dari utang. Pajak adalah jantung penerimaan negara.

Masalah yang menyebabkan rendahnya realisasi penerimaan pajak berdasarkan analisis adalah target yang terlalu tinggi, dengan perhitungan target sebesar Rp1.294,26 triliun atau naik 31.41% dari realisasi penerimaan pajak tahun 2014. Padahal tahun 2014 realisasi penerimaan pajak hanya naik sebesar Rp 6,91% dari realisasi penerimaan pajak tahun 2013. Perkiraan inflasi tahun ini di kisaran angka 4%, sedang pertumbuhan ekonomi di kisaran angka 5% saja, pemerintah sudah terseok-seok mengejarnya. Dari uraian tersebut dapat ditarik benang merah bahwa target penerimaan pajak tahun 2015 tidak realistis.

Berbeda dengan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, bahwa "Problemnya ada di tax admin. Kita memang tidak 100 persen bergantung pada pertumbuhan ekonomi. Kalau pertumbuhan ekonomi bagus, ya syukur, tapi bukan itu masalahnya karena itu mulai dengan reinventing policy, tahun pembinaan wajib pajak (WP). Bereskan yang bolong-bolong di masa lalu, terus lead ke tax amnesty," katanya di Hotel Harris, Sentul, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (7/11). "Something is wrong dengan tax administration. Kita enggak bicara angka dari langit. Bahkan kalau tax ratio 12 persen dibawa ke 2015 harusnya target kita Rp1.375 triliun," tandas dia. "Tax ratio itu adalah penerimaan pajak terhadap PDB nominal. Kenapa turun itu aneh? Karena pada periode itu, 2012, 2013, 2014 pertumbuhan ekonomi kita bagus, 2012 masih tumbuh lebih dari 6 persen, 2013 masih 5,8, 2014 masih 5 persen," papar Menteri Bambang di Hotel Harris, Sentul, Bogor, Sabtu (7/11).

Sedang menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap realisasi penerimaan pajak adalah perlambatan ekonomi global. Kondisi tahun ini, sebut Darmin, serupa dengan periode 2009 di mana realisasi penerimaan pajak turun terseret krisis global. 

Masalah Utama Penerimaan Pajak

Masalah utama penerimaan pajak ada pada kesadaran warga negara dalam hal ini wajib pajak akan kewajibannya membayar pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang, sedang masalah-masalah diatas adalah masalah pendukung. Masalah utama ini tidak pernah dibahas dalam setiap analisis. Jika mau benar, maka sumbernya adalah pada wajib pajak, jika mau banyak jumlah pajak yang dibayar, maka negara harus membuat pondasi dan sistem untuk membuat wajib pajak mengerti pajak dengan penyuluhan yang dapat membumikan dan mendekatkan pajak kepada seluruh warga negara.

Direktorat Jenderal Pajak membutuhkan dukungan banyak pihak, terutama dari dunia pendidikan. Pajak harus diketahui oleh seluruh warga negara, tetapi kenyataannya, sangat sedikit yang memiliki pemahaman luas terkait pajak, dari level masyarakat awam sampai pada elit pembuat kebijakan. Hal ini diperkuat oleh analisis-analisis yang hanya menyentuh sisi formal dan tidak menyentuh pada sisi substansi pokoknya.

Self assesment akan dapat terlaksana sempurna apabila wajib pajak memiliki kesadaran untuk memenuhi kewajibannya, terutama membayar pajak. Diperlukan sebuah sistem untuk membumikan kewajiban perpajakan kepada seluruh warga negara, bukan bicara angka, bukan bicara target, apalagi bicara sanksi. Tetapi apa yang menjadi kewajibannya. Mari bertanya kepada diri sendiri, sudahkah kita memahami apa dan bagaimana pajak, apa yang menjadi kewajiban kita, siapa saja yang harus membayar pajak. Apakah kita termasuk penumpang gelap di negara ini, mau dapat enaknya tapi ga mau susahnya?

Bicara kesadaran wajib pajak, artinya bicara kualitas pelayanan negara kepada warganya. Bicara tarif pajak, artinya harus berbanding lurus dengan kualitas negara di mata masyarakat. Sudahkah kita bercermin? Bahwa kesadaran pembayaran wajib pajak juga tergantung kepada kementerian-kementerian lain yang memberikan pelayanan publik kepada warganya, tidak semata-mata kepada Direktorat Jenderal Pajak. Kepada kualitas penggunaan anggaran yang menyentuh hajat hidup orang banyak, tingkat rasa aman, rasa nyaman, dan rasa tidak ribet akibat sinetron politik yang selalu mempertontonkan konflik tanpa ada penyelesaian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun