Mohon tunggu...
Metik Marsiya
Metik Marsiya Mohon Tunggu... Konsultan - Menembus Batas Ruang dan Waktu

Praktisi Manajemen, Keuangan, Strategi, Alternatif dan Spiritual. Kutuliskan untuk anak-anakku, sebagai bahan pembelajaran kehidupan. ... Tidak ada yang lebih indah, saat menemani kalian bertumbuh dengan kedewasaan pemahaman kehidupan.... ................ tulisan yang selalu teriring doa untuk kalian berdua....

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Indonesianya Keseharian dan Pemikiran Seorang Megawati Soekarnoputri

17 Mei 2016   12:20 Diperbarui: 17 Mei 2016   12:26 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosok Ibu Megawati memang selalu kontroversial. Jika kita membaca berita di media online  tentang kegiatan dan ucapan Megawati dan selanjutnya kita  membaca kolom komentar dari para netizen, maka akan terlihat betapa banyak yang berkomentar dengan ragam sudut pandang. Dan diantara semua itu, maka sudut pandang akan lebih banyak sisi negatifnya. Ada satu hal yang tidak dapat saya pungkiri, bahwa Ibu Megawati memang nyinyir.  Nyinyir dalam arti positif, dalam arti yang berbeda dengan ada di benak pembaca. Ibu Megawati akan nyinyir jika sudah menyangkut idiologi, menyangkut hal yang seharusnya dilakukan untuk rakyat dan dianggap keterlaluan maka Ibu ini akan mengkritisinya. Tidak di rumah, tidak di podium, tidak juga di media, jika sudah bicara idiologi yang diyakininya maka Ibu akan berbicara dengan tegas, yang kadangkala diartikan keras. Tegas dan keras, nampak sama, nyata-nyata beda. Bahkan pernah terlontar secara langsung dari Megawati, “Kalau semua omonganku ini dibukukan setiap hari, sudah terbit berjilid-jilid buku yang isinya hanya mengingatkan anak-anak itu untuk selalu ingat sama rakyatnya, wong kerja politik itu kerja untuk rakyat”.  Ibu Megawati mengucapkannya dengan gaya khasnya saat berpidato, gaya asli sehari-hari Ibu Megawati spontan dan selalu lucu, tidak ada bedanya dengan di podium.

Jika Ibu Megawati sudah bicara tentang negara dan kelakuan orang-orang yang hanya mementingkan dirinya sendiri akan langsung lahir komentar-komentar kritis, wajahnya merah, bola matanya melihat keluar, jauh. Sesekali Ibu akan bicara, piye tho yo, atau mosok yo ngono aja ga bisa. Memang susah kalau sudah duduk di kursi kekuasaan itu politisi jadi mudah lupa dengan tujuan awal perjuangan. Baru sebulan dilantik juga pikirannya sudah lupa sama yang mengangkatnya, lupa pada tujuan awalnya.  Salut, karena ibu ini selalu mengkritisi anak-anaknya sendiri, kader-kader Banteng Moncong Putih, bukan kader lainnya.

Beberapa kali saya bertemu Ibu Megawati di rumahnya, dengan gaya santai. Kadangkala haru dan berkaca-kaca, saat bicara cita-cita dan keinginannya untuk  rakyat negeri ini. Pertemuan dengan Ibu, demikian saya memanggilnya, panggilan yang sama dari para kader-kadernya, tanpa jarak, bagaikan anak dengan Ibu. Kasih sayang kepada kadernya terpancar dengan sangat jelas, kebijaksanaan saat memecahkan masalah, menjadi penengah konflik perebutan pengaruh di PDIP selalu bisa diselesaikan dengan baik. Tanpa emosi, tanpa kepentingan dan selalu berkepala dingin, menentramkan.  Di halaman Teuku Umar, bagian dari garasi rumah, tanpa AC, di deretan kursi-kursi aluminium  yang sangat sederhana, tempat biasa Ibu menemui tokoh-tokoh yang menghadapnya. Di meja kecil itu selalu tersedia air mineral gelas  dan camilan-camilan dalam toples dengan cita rasa Indonesia, jarang ketinggalan toples dengan isi  kacang tanah sangrai. Kulit kacang tanah yang selalu dikumpulkan sendiri dan disebar di media tanaman-tanaman hias di rumah Ibu, karena mengandung kalsium tinggi untuk  menyuburkan tanah.

rumah-jpg-573aa99b3e23bd1e056ebc1f.jpg
rumah-jpg-573aa99b3e23bd1e056ebc1f.jpg
Dua kali saya mendapat kesempatan makan siang dengan beliau, saat Ibu ada kondangan di Yogya dan di rumahnya, di Teuku Umar. Sajian masakan khas Indonesia selalu menjadi pilihan utama. Obrolan makanan seputar masakan khas Indonesia, dari makanan kegemarannya, pete, sambel pete goreng, adalah makanan favorit bagi seluruh keluarganya.

Ada sebuah kisah, bagaimana Ibu ini berusaha menyelamatkan tanaman pete jenis menak. Ibu sampai minta tolong ajudannya agar memesan  buah dari pemiliknya, di kota Bogor. Selanjutnya buah tersebut akan dijadikan bibit. Dengan gaya khasnya Ibu menceritakan, "Selalu ada kematian kalau saya tinggal pergi". Saya heran, dan melihat ke Ibu, "kematian?". "Iya, kematian bibit dan tanaman". Hahaha, kami terpingkal-pingkal. Dan sampai saat Ibu bercerita, sudah ada 200 bibit pohon pete menak yang siap untuk ditanam.

Ketika Ibu  mencoba menitipkan hasil panen petenya ke penjual, dan ternyata buahnya  habis diborong. Mbak Puti Guntur yang ikut menemani makan siang itu  langsung bertanya dan memandang Ibu dengan senyum-senyum,"Ga pakai embel-embel kan?"

Ibu menjawab,"Ngga. Bener, tak suruh coba aja, tes pasar, gimana sih respon orang-orang ini sama pete menak". Lagi-lagi saya melihat Mbak Puti dengan wajah heran. "Itu mbak, embel-embel pete dari Ibu Megawati". Lagi-lagi saya tertawa.

Suasana yang akrab dan damai, kadang-kadang ribet karena saking banyaknya tamu yang mengantri setiap hari untuk bertemu. Dalam kesempatan yang lain saya dengarkan juga Ibu bicara mengenai pembangunan Mall, yang sebenarnya itu hanya 20 persen saja penduduk negeri ini yang datang ke sana. Kenapa harus dibangun banyak-banyak. Saya bisa menyaksikan sendiri bagaimana sederhana dan bersahajanya Ibu saat menemui tamu-tamunya yang selalu mengantri dari pagi sampai malam hari. Bahkan saat Ibu bicara dengan anak perempuannya, Mbak Puan, tentang program revolusi mental yang sedang dijalankan saat ini. Tes urine di seluruh instansi, dan Ibu menanggapi dengan rasa prehaten saat menyaksikan sendiri para pencandu-pecandu itu sakauw, belum lagi penderitaan seluruh keluarganya. Ga tega. Memang begitulah Ibu Megawati, hatinya sangat halus. Ketegasannya muncul apabila ada hak rakyat yang dilanggarnya.

halaman-jpg-573aa9b550f9fdc7065667b3.jpg
halaman-jpg-573aa9b550f9fdc7065667b3.jpg
Tak kenal maka tak sayang, tak kenal jangan langsung  tidak suka. Tak mengerti jangan menjadi hakim. Selalu berpikir positif untuk sesuatu yang ada, maka membuat masa depan lebih optimis. Lagi-lagi, Ibu Megawati memang bukan jenderal, bukan profesor ataupun doktor yang berpikir secara ilmiah emperik, qualitatif dan quantitatif. Tetapi Ibu Megawati adalah Ibunya jenderal, Ibunya Presiden saat ini, Ibunya anggota-anggota DPR yang seringkali ribut karena rebutan kedudukan. Ibu para pemimpin partai yang harap-harap cemas untuk mendapat dukungan darinya, dukungan Ibu artinya nama besar.

Kadang-kadang berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada, di mana secara nyata dan fakta, betapa Ibu selalu menjadi daya dukung terbesar terhadap sebuah keputusan politik besar di negeri ini, tetapi masih banyak pihak yang meragukan kepiawaian dan kecintaannya akan Indonesia. Politik memang penuh dengan peperangan, termasuk salah satunya adalah perang opini ke personal. Setiap manusia selalu memiliki kekurangan dan kelebihan, demikian juga dengan Ibu. Tetapi rasa cinta rakyat dan negaranya di usianya yang semakin matang, membuat Ibu semakin bijaksana. Sudah selayaknya jika Jokowi dan Ibu selalu berdekatan, jangan sampai ada sekat-sekat yang memisahkan atas nama memposisikan untuk mendapatkan posisi, atas nama kepentingan dengan saling memecah belah.

Pemahaman Ibu sebagai pelaku sekaligus sebagai saksi kejadian sejarah di Indonesia selama hidupnya,  membuat beliau bisa melihat dengan jernih. Hasilnya Ibu bisa melihat apa yang seharusnya dilakukan untuk negeri ini. Masalah yang ada bukan untuk dihindari, tetapi untuk dihadapi.  Masalah negeri ini timbul karena kepentingan-kepentingan politik yang banyak bersebarangan dengan keinginan rakyat. Jika mau bicara Indonesia, bicaralah dengan Ibu Megawati. Pengalamannya dalam memecahkan masalah adalah karena instuisinya sebagai seorang Ibu. Ibu Megawati saat ini memang tidak mempunyai kedudukan dan jabatan secara resmi di Republik ini, tetapi Ibu Megawati sebenarnya telah mempunyai kedudukan yang paling tinggi dan tak kan pernah tergantikan, adalah menjadi seorang Ibu bagi para pemimpin-pemimpin bangsa ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun