Mohon tunggu...
Metik Marsiya
Metik Marsiya Mohon Tunggu... Konsultan - Menembus Batas Ruang dan Waktu

Praktisi Manajemen, Keuangan, Strategi, Alternatif dan Spiritual. Kutuliskan untuk anak-anakku, sebagai bahan pembelajaran kehidupan. ... Tidak ada yang lebih indah, saat menemani kalian bertumbuh dengan kedewasaan pemahaman kehidupan.... ................ tulisan yang selalu teriring doa untuk kalian berdua....

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pertarungan Pilpres 2019 Jokowi Vs Sandiaga dalam Proses Spiritual Negeri

22 Agustus 2018   12:36 Diperbarui: 22 Agustus 2018   20:07 1216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olah gambar pribadi

Pertarungan perebutan kekuasaan atas nama keserakahan dan ketamakan,  atas nama kesombongan dan kemenangan sedang terjadi di negeri indah nan  elok memikat hati. Perebutan pemimpin yang sedang bergejolak, negara  seakan-akan berada dalam dua kubu yang siap berperang. Saling menghasut,  saling menusuk, saling menginjak, saling menjatuhkan, saling menikam,  dan saling menghancurkan demi mencapai kejayaan kemenangan untuk sebuah  nafsu kekuasaan. Politik telah kehilangan maknanya, politik telah  menjadi nafsu dan bukan lagi sebuah simbol cita-cita luhur perjuangan  negeri ini.

Perjalanan lahir dan bathin, melihat dari  dua sisi yang berbeda, yang sebenarnya sedang berjalan beriringan dan  bersamaan. Saat ada kejadian di dunia lahir, maka pada waktu yang  bersamaan ada simbol-simbol yang sedang terjadi di dunia bathin,  semuanya membutuhkan kejelian yang dalam, mata hati yang tajam dan tentu  saja kecerdasan untuk menarik benang merah bagian per bagian antara  kejadian di dua dunia yang berbeda. Sungguh semuanya yang terlihat  adalah pemandangan yang luar biasa, menakjubkan dan tidak bisa  dilukiskan hanya dengan kata-kata, apalagi dengan ketikan dua jempol  yang demikian terbatas kemampuan untuk menuangkannya.

Perebutan  kekuasaan yang terjadi di negeri ini menceritakan tentang kubu petahana  yang sudah didukung oleh sebagian besar partai peserta pemilu. Tidak  ada yang perlu diragukan dari kualitas pemimpin yang saat ini sedang  memimpin negeri ini, terbaik yang memungkinkan untuk dicalonkan, yang  bisa merangkul semua pihak, yang bisa  memberi keteladanan akan  kesederhanaan, mencintai keluarga, dan mempunyai niatan bekerja dengan  baik untuk negeri ini. Menyelesaikan pekerjaan sebelumnya yang belum  selesai, menyelesaikan pekerjaan sampai tuntas, dan bukan seorang  pemimpin yang peragu atau lama dalam berpikir.

Lawan  yang saat ini  adalah lawan yang sudah pernah dihadapinya, pernah  dikalahkan dan pernah kalah berkali-kali dalam pertarungan yang sama  walaupun dengan orang yang berbeda-beda. Dukungan politik juga lebih  sedikit dari partai pendukung yang ada. Dari sini bisa dibaca jika  bicara kemungkinan maka pihak yang belum pernah berkuasa akan kalah  besar, kalah bandar, kalah dukungan. Tetapi di luar dugaan muncul  pasangan wakil yang benar-benar baru, yang mempunyai kualitas manusia  lahir dan bathin sungguh hampir sempurna dipandang mata. Pasangan  wakilnya ini mampu menutup sebagian besar kekurangan pemimpinnya, yang  jika dihitung secara matematika, akan mampu menutup minus-minusnya dan  menambalnya dengan plus-plus. Bisa dikatakan bahwa wakilnya ini secara  lahiriah adalah sosok yang menakjubkan, asyik, cerdas dan keren habis.

Akhirnya pertarungan bukan kepada siapa pemimpin lawan pemimpinnya, tetapi  gambarannya adalah pemimpin lama lawan calon wakil yang baru. Keduanya  memiliki pola hidup yang hampir sama dengan latar belakang kesuksesan  yang sangat berbeda. Keduanya siap ditarungkan dalam sebuah arena  pertandingan, keduanya memiliki kapasitas seorang petarung sejati yang  sama-sama bagusnya, sama-sama kuatnya dan sama-sama kerasnya. Jika saja  dua orang ini dihadapkan pada pertarungan sama-sama calon pemimpin, maka  kemungkinannya adalah calon wakil pemimpin baru yang akan menang. Tetapi karena ada yang membedakan bahwa pemimpin yang satunya sudah pernah dan masih berkuasa, sedang calon  wakilnya masih menuju arena peperangan. Hal ini yang akan menghasilkan timbangan yang berbeda. 

Aku dan sesepuh negeri masih duduk bersamaan dalam sebuah perjalanan panjang, melihat dan  membuka negeri ini, membaca riak-riaknya, membuka segala yang masih  tertutup, sedikit demi sedikit untuk membuat arah perjalanan negeri.  Kembali ke dunia bathin yang sedang mengamati sesuatu benda yang  bergerak-gerak dengan sangat pelan. Masih simbol yang sama, makhluk. Kali  ini mahluk ini dari atas bentuknya tampak seperti trenggiling tanpa  duri, oval, seperti ditelungkupkan dengan dua garis-garis putih di  sepanjang tubuhnya, memanjang dari atas sampai bawah. Sekilas dari atas  binatang ini tidak mudah membedakan mana kepala dan ekor. Tetapi jika  diamati sekilas, maka bagian ekornya membentuk runcingan kecil, belokan  yang meruncing. Sedang kepalanya berbentuk bulat lebih tebal sedikit dan  tanpa runcingan sama sekali.

Betapa tidak mudahnya  memahami dunia bathin yang tidak terlihat oleh mata, semuanya bagaikan  khayalan fatamorgana yang tidak bisa diterima dengan akal sehat. Tetapi  memang demikianlah adanya. Bahwa dalam atmosfer negeri ini, dimana ada  ruang udara, di sanalah mahluk-mahluk itu berada. Udara adalah dunia  tempat warga bathin berada. Artinya udara yang ada di sekitar kita  sesungguhnya jika diamati dengan mata bathin akan bisa kita lihat apa  saja yang tinggal di dalamnya. Dunia bathin adalah hal yang sama dengan  dunia lahiriah, dimana ada bangunan-bangunan dan alat-alat bertehnologi  alam yang ada dan dipasang di sana, mempengaruhi pergerakan udara,  pergerakan cuaca, dan pergerakan-pergerakan alam dunia  lahiriah yang berdampingan langsung.

Jaman  dahulu mengatakan bahwa banyak cerita-cerita terkait dengan dunia bathin  ini yang  dengan sengaja dimatikan oleh orang-orang yang  sebenarnya sangat menguasai spiritualisme, supaya negeri ini dengan mudah  dikuasai, dengan mudah dikalahkan, dan dengan mudah ditahlukkan dengan  pembenaran-pembenaran yang jelas-jelas tidak pas. Kehidupan bathin dan  spiritual negeri dimusnahkan atas nama penyembah setan, atas nama tidak  sesuai dengan ajaran Tuhan yang sesungguhnya.

Ironi, saat kejayaan  negeri ini seharusnya ditopang oleh dua hal, kekuatan  lahir dan bathin  dalam sebuah keseimbangan, tetapi dengan mudahnya kita dimatikan. Sejarah selalu mengatakan kemenangan akan didapatkan dengan dukungan seseorang yang mempunyai kemampuan linuwih, apalagi jika pemimpin itu sendiri yang mempunyai kemampuan linuwih, maka kedudukannya tidak akan tergoyahkan.  Dan kali ini aku mulai bisa melihat dengan  sangat jelas, bagaimana sesungguhnya proses perjalanan penghancuran  negeri ini.

"Kamu melihatnya , anakku?"

"Iya,  Romo Panembahan." Kami sedang mengikuti  mahluk hitam itu   bergerak-gerak dengan sangat pelan di atas bumi nusantara, ke kiri dan  ke kanan. 

Semua  terdiam dalam hening, mata hati bergerak melihat pergerakan demi  pergerakan yang sedang terjadi di bumi nusantara.  Menghidupkan mata  bathin agar semakin jernih melihat segala sesuatu yang sedang terjadi di  negeri permata surga. Negeri indah yang sedang dalam kegalauannya.

"Anakku,  kita bisa melihat bersama kali ini, bahwa dunia bathin bagaikan jagad  raya duniawi yang sama-sama, siapa yang bisa mengendalikan, dialah  pemenang yang sesungguhnya. Dan kali ini kita melihat, bahwa dunia bukan  diisi oleh manusia, tetapi juga hewan-hewan dengan berbagai macam  bentuknya, yang hampir sama dengan dunia nyata. Dan lagi-lagi mereka  juga bisa dikendalikan oleh manusia. Manusia yang memang secara utuh  telah belajar laku prehatin dalam sebuah rumusan laku yang sudah  tersusun demikian sistematis, sehingga mampu menguasai dan mengendalikan  dunia bathin. Dan kamu sebenarnya adalah salah satu dari mereka."  Panembahan Senopati membaca peristiwa yang sedang kita lihat  bersama-sama dan masig tetap dengan memandang ke alam nusantara dari  atas bukit.

"Saya mengerti, Romo Panembahan. Tetapi  saya sendirian, sementara mereka melakukan bersama-sama dalam sebuah  kekuatan besar, yang bisa dengan mengobrak-abrik negeri ini. Apalah  artinya saya dibandingkan mereka, kekalahan yang benar-benar kalah,  lemah karena sendiri dan tak berdaya"

"Anakku, Engkau  tidak bisa menafikkan saat pemilihan calon-calon kemarin, engkau bisa  melawan, saat negara adidaya spiritual menginginkan kita terjatuh dalam  kebodohan dalam memilih calon supaya terjebak pada pemimpin-pemimpin  bodoh yang bisa dikendalikan, yang bisa dibodoh-bodohi, dan engkau dua  kali sudah bisa melewatinya dengan baik. Walaupun kali ini, kamu hanya  bisa mendapatkan setengah dari masing-masing pasangan."

"Dan ini ke  depannya akan mempunyai efek tidak sedikit, bahwa siapapun yang akan  menjadi pemenang, negeri ini tidak akan ada dalam kehancuran. Masih akan  ada yang tidak bisa dikendalikan, karena dalam setiap pasangan ada yang  mempunyai dasaran laku dan keyakinan akan dirinya. Ini sesuatu yang  luar biasa. memunculkan calon-calon pemimpin baru yang bisa membuat  negeri ini lebih baik. Ini adalah karena salah satu hasil atas apa yang  kamu lakukan. Jangan engkau pernah berkecil hati."

Kutelungkupkan  kedua telapak tanganku menutupi penuh mulutku, telapak tangan dengan  jari-jari menghadap ke atas, dengan posisi menyembah. Sebuah posisi  tangan yang menyimbolkan bahwa aku sedang berpikir keras untuk melihat  apalagi yang harus kulakukan menghadapi situasi ini.

Ki  Juru Martani melangkah maju dan menghampiriku, tangannya memegang  pundakku. "Anakku, hanya kamu yang bisa sampai di sini, hanya kamu yang  bisa melakukannya. Negeri ini berharap banyak padamu."

Si  Hitam masih terus bergerak, aku sedang memahami apa yang sedang dia  lakukan dan akibatnya bagi negeri ini.  Lagi-lagi makian terlontar dalam  bathinku. Memang semua ini berasal dari negeri para dewa, aku tidak  bisa memungkirinya. Aku berusaha mengatakan bahwa aku tidak boleh  menuduh begitu saja, tetapi aku bisa melihat dengan jelas bahwa  negara  itu benar-benar sedang dalam kesewenang-wenangan di luar batas karena  kemampuan dan keandalannya dalam menguasai dunia bathin, mengendalikan  semua mahluk-mahluk besar dengan ukuran dan kekuatan yang nggegirisi. 

Tidak ada yang bisa disalahkan, ini adalah masalah siapa mampu siapa  tidak mampu, siapa bisa dan siapa tidak bisa, dan kita ini sangat-sangat  bodoh, dibodohi dan disesatkan dalam kubangan kebodohan. Setan,  benar-benar setan. Apa bedanya negeri para dewa dan negeri pengendali  setan, rasanya sungguh tidak ada bedanya. Kita yang salah mengatakan  atau kita yang tidak tahu, bahwa kadang-kadang kita sendiri tidak bisa  membedakan mana setan dan mana dewa, mana energi bagus dan mana energi  buruk. Semuanya tampak sama, padahal nyata-nyata beda. Antara berprinsip  dan keras kepala, antara kesombongan dan keyakinan, nampak sama  nyata-nyata beda, positif dan negatif. Demikian juga kali ini.

Sebagai  negeri pengendali, mereka memang luar biasa, melihat detil mahluk demi  mahluk di dunia udara, di dunia tanah dan di dunia air.  Memahami  kebiasaan-kebiasaannya, mengerti apa akibat baik dan buruknya bagi suatu  tempat. Mereka bisa menatanya, menempatkan sesuai dengan keinginanya,  pengendalian mahluk untuk penguasaan suatu kawasan, untuk menghisapnya, menindasnya, atau bahkan menjadikannya ajang permainan.

Dunia lahir dan  bathin ini sudah dalam genggaman mereka seutuhnya, dalam kemampuan bathin yang sudah demikian tersistematika layaknya kemampuan  intelektualitas. Pengolahan raga, akal dan hati dalam sebuah  keseimbangan, dalam sebuah kesempurnaan. Negeri ini telah ditumbangkan  dan dikalahkan hanya dengan ditutup agar tidak bisa mengolah rasanya,  mematikan hatinya dengan menguatkan pikirannya. Dibutakan rasa dan  intuisinya. Sungguh kita telah benar-benar kalah.

Kembali  kepada membaca simbol-simbol negeri ini, dan aku melihat mahluk yang  besar ini adalah mahluk hitam simbol sifat penguasa yang menghisap,  kepalanya ada di papua, dan ekornya ada di sumatera, tetapi sungguh aku  melihat dua hal yang sangat jelas, ternyata ini ada dua mahluk yang sama  yang menghadap ke barat dan ke timur, maka di pusat kepalanya itulah  daya hisap yang sangat nyata.

Mereka menghisapnya dan akhirnya nanti dibuang keluar, dan inilah yang terjadi dengan perekonomian negeri ini,  dihisap habis, dan akhirnya dibawa keluar negeri. Dari simbol ini aku  membaca bahwa utang negeri ini tidak akan mampu membangkitkan  perekonomian negeri ini, karena setiap hal yang dibangun dan diolah  akhirnya akan terhisap keluar negeri. Lagi-lagi aku memaki keras-keras  di dalam bathinku, tak mampu lagi aku menangis melihat  kepedihan-kepedihan di negeri ini, kepedihan yang orang tidak bisa  melihat dengan mata.

Secara ekonomi ini terbaca begini,  bahwa apa yang dibangun hanyalah milik dari pengusaha-pengusaha yang  sangat besar, dan atas hasil pembangunan dan produksi yang dilakukan  oleh masyarakat kita selanjutnya dibawa ke luar negeri, pemindahan dana  dalam negeri ke luar negeri. Selanjutnya masuk lagi atas nama investasi  luar negeri dengan memanfaatkan kemudahan dan fasilitas yang diberikan  negara untuk menarik minat para investor, dan lagi-lagi atas keuntungan  itu semuanya dibawa ke luar negeri, dengan biaya-biaya yang membengkak  atas nama biaya luar negeri. Kita bisa membaca banyaknya  perusahaan-perusahaan SPV, Special Purpose Vehicle.

"Apalagi yang kau lihat anakku, alat-alat yang  terpasang demikian bagusnya? Demikian tertata dari barat sampai ke  timur. Putaran demi putaran, maka sesungguhnya kemenangan adalah  kemampuan menempatkan energi di dunia batin, mengambil dan menatanya,  menguatkan dan melemahkan."

Ki  Juru dan Romo Panembahan Senopati masih berdiri disampingku,  masing-masing di kiri dan kananku dengan pandangan mata menatap ke tajam  di bawah, mengawasi segala susunan alat-alat dan binatang-binatang yang  saling menduduki posisi masing-masing bagaikan di ternak di sebuah  padang rumput panjang. Mengambil rumput dan jika ternaknya telah besar   dan siap dipanen maka akan disembelih dan dibawa pulang ke negaranya.  Damm, no better word that I can say. 

Semakin  besar mahluk itu, semakin besar daya hisapnya. Semakin besar alat  penghisap negeri ini dalam sebuah kumparan-kumparan yang tersambung  dengan alat-alat yang demikian besarnya menjadi penghisap energi yang  membawanya ke negara luar. Belum cukup sampai disitu, ternyata banyak  terdapat bilah-bilah bangunan beton yang menjadi sekat-sekat bagian per  bagian, di mana semuanya mampu memecah belah bangsa ini dalam sebuah  kelompok-kelompok radikal yang tidak mudah disatukan. Dan inilah yang  terjadi dengan negeri ini. 

Setiap  mahluk menyimbolkan kepribadian dan karakter bangsa ini, mahluk yang  ada di negeri ini adalah simbol roh kemalasan dan kebodohan, simbol  ketamakan dan keserakahan, kesombongan dan kesewenang-wenangan. Dan aku  melihat pemimpin yang berkuasa saat ini adalah orang yang baik, tetapi  tidak demikian halnya para pendukung-pendukungnya. 

Dan jika aku melihat  lebih jauh, pendukung-pendukung itu telah menjadi sumber energi dari si  hitam, telah diliputi ketamakan dan kerakusan, kesombongan dan kesewenang-wenangan. Melupakan tujuan awal saat mencapai kemenangan,  bahkan bisa dikatakan menindasku dan melupakanku. "Hahahhahahaha...",  Pecah semua sesepuh dalam hingarnya saking kagetnya dengan ungkapanku.  "Hohohoho, sakit hati ya, baper... huahuahua. Kamu itu, Nduk. Jebule,  jebule, isih loro ati. Tak pikir awakmu wes ra nduwe athi. Lha ngomong  negara kok jadi ngomong hatimu. Iki karena dendam atau karena negeri,  karena cinta negeri atau karena cinta diri?" Ki Juru bertanya dengan  wajah penuh dengan kegelian, masih terdengar suara ketawanya yang tidak  ditahan lagi. 

Aku tersenyum  dan ikut tertawa dengan sesepuh. "Mereka tidak mengerti saat kemenangan  dicapai dengan energiku, dan akhirnya mereka melupakan tujuan awal dan  membelok arah perjuangan dan perjalanan, tanpa disadari mereka telah  mengambil energiku demikian banyak, dan itu bisa mengambil nyawaku. Dan  itu sudah aku lewati, saat sekarang aku bisa berdiri lagi di sini dengan  energi yang tinggal setengah, setengah lagi sisanya telah diambil  mereka untuk kesewenangannya. Dan inilah perjalanan kehidupan, karena  takdir. Bukan sih, tepatnya karena kebodohanku." 

"Hahaha,  anak wedhok yang ayu dewe sak jagad ombo. Iya, Nduk. Kamu memang bodoh  kalau sudah bersamanya." Kami semua larut dalam kelucuan, bagian  perjalanan penuh dengan resiko tetapi kami masih berusaha mentertawakan  kebodohan diri sendiri. 

"Kira-kira apa yang akan terjadi dengan pertarungan ini, Nduk?"

"Entahlah,  Ki Juru. Ini adalah sebuah perjalanan bathin negeri, di mana kita bisa  melihat bahwa mahluk-mahluk itu telah menguasai mereka yang mendukung  pemimpin yang lama, yang sudah ngiler dengan nikmatnya kekuasaan, yang  sudah bingung bagaimana merebut dan membagi-bagi kuenya karena keyakinan  akan kemenangannya. Sementara dalam prosesnya mahluk ini harus  dihancurkan, maka siapa yang ada di sana juga harus hancur. Kecuali  mereka bisa keluar dari nafsunya dan mengembalikan pada posisi awal."

"Lalu  bagaimana dengan penantangnya, wakilnya yang membuatmu kesengsem?" Ki  Juru bertanya dengan wajah meledekku, penuh dengan warna kejahilan.  "Belum tahu, Ki. Sejujurnya siapapun pemenangnya, negeri ini tetap akan  hancur dan sama-sama tidak bagusnya. Hanya mana yang lebih menghancurkan  dan mana yang lebih buruk dalam menjalankan kekuasaannya. Sebuah partai  politik bukan menjadi alat perjuangan, tetapi hanya menjadi alat  kekuasaan untuk sebuah adigang, adigung dan adiguna."

"Tidak ada ketulusan  dan tidak ada niat baik yang muncul.  Maka kemenangan adalah kekuatan  timbangan gabungan dari calon pemimpin dan semua pendukungnya. Ditimbang dan mana yang lebih bagus, tergantung seberapa besar kekuatan bathin  sang calon wakilnya dalam mengangkat dan mengerek musuhnya. Semua masih  mungkin, segala kemungkinan bisa terjadi. Dan bisa saja yang kecil  menang karena kekuatan sang calon wakil. Baginya kemenangan dan  kekalahan adalah tetap kemenangan. Sangat wajar kalau kecil itu kalah,  tapi akan luar biasa jika yang sedikit itu tetap menang, dan ini sangat  mungkin. Kemenangan  karena kesombongan lawannya telah menghancurkan  kekuatannya."

Negeri ini telah dipasang alat melipatgandakan segala niat baik yang ada di dalam diri, niat baik dalam sebuah perjalanan negeri, maka kemenangan adalah kepada siapa yang mempunyai timbangan banyak hal yang baik dan bukan yang buruk, hal yang positif dan yang bukan negatif. Waktu terus berjalan, maka kita akan mengikuti timbangan demi timbangan yang ada, dan bukan melihat dengan mata tetapi melihat dengan hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun