Pertarungan perebutan kekuasaan atas nama keserakahan dan ketamakan, atas nama kesombongan dan kemenangan sedang terjadi di negeri indah nan elok memikat hati. Perebutan pemimpin yang sedang bergejolak, negara seakan-akan berada dalam dua kubu yang siap berperang. Saling menghasut, saling menusuk, saling menginjak, saling menjatuhkan, saling menikam, dan saling menghancurkan demi mencapai kejayaan kemenangan untuk sebuah nafsu kekuasaan. Politik telah kehilangan maknanya, politik telah menjadi nafsu dan bukan lagi sebuah simbol cita-cita luhur perjuangan negeri ini.
Perjalanan lahir dan bathin, melihat dari dua sisi yang berbeda, yang sebenarnya sedang berjalan beriringan dan bersamaan. Saat ada kejadian di dunia lahir, maka pada waktu yang bersamaan ada simbol-simbol yang sedang terjadi di dunia bathin, semuanya membutuhkan kejelian yang dalam, mata hati yang tajam dan tentu saja kecerdasan untuk menarik benang merah bagian per bagian antara kejadian di dua dunia yang berbeda. Sungguh semuanya yang terlihat adalah pemandangan yang luar biasa, menakjubkan dan tidak bisa dilukiskan hanya dengan kata-kata, apalagi dengan ketikan dua jempol yang demikian terbatas kemampuan untuk menuangkannya.
Perebutan kekuasaan yang terjadi di negeri ini menceritakan tentang kubu petahana yang sudah didukung oleh sebagian besar partai peserta pemilu. Tidak ada yang perlu diragukan dari kualitas pemimpin yang saat ini sedang memimpin negeri ini, terbaik yang memungkinkan untuk dicalonkan, yang bisa merangkul semua pihak, yang bisa memberi keteladanan akan kesederhanaan, mencintai keluarga, dan mempunyai niatan bekerja dengan baik untuk negeri ini. Menyelesaikan pekerjaan sebelumnya yang belum selesai, menyelesaikan pekerjaan sampai tuntas, dan bukan seorang pemimpin yang peragu atau lama dalam berpikir.
Lawan yang saat ini adalah lawan yang sudah pernah dihadapinya, pernah dikalahkan dan pernah kalah berkali-kali dalam pertarungan yang sama walaupun dengan orang yang berbeda-beda. Dukungan politik juga lebih sedikit dari partai pendukung yang ada. Dari sini bisa dibaca jika bicara kemungkinan maka pihak yang belum pernah berkuasa akan kalah besar, kalah bandar, kalah dukungan. Tetapi di luar dugaan muncul pasangan wakil yang benar-benar baru, yang mempunyai kualitas manusia lahir dan bathin sungguh hampir sempurna dipandang mata. Pasangan wakilnya ini mampu menutup sebagian besar kekurangan pemimpinnya, yang jika dihitung secara matematika, akan mampu menutup minus-minusnya dan menambalnya dengan plus-plus. Bisa dikatakan bahwa wakilnya ini secara lahiriah adalah sosok yang menakjubkan, asyik, cerdas dan keren habis.
Akhirnya pertarungan bukan kepada siapa pemimpin lawan pemimpinnya, tetapi gambarannya adalah pemimpin lama lawan calon wakil yang baru. Keduanya memiliki pola hidup yang hampir sama dengan latar belakang kesuksesan yang sangat berbeda. Keduanya siap ditarungkan dalam sebuah arena pertandingan, keduanya memiliki kapasitas seorang petarung sejati yang sama-sama bagusnya, sama-sama kuatnya dan sama-sama kerasnya. Jika saja dua orang ini dihadapkan pada pertarungan sama-sama calon pemimpin, maka kemungkinannya adalah calon wakil pemimpin baru yang akan menang. Tetapi karena ada yang membedakan bahwa pemimpin yang satunya sudah pernah dan masih berkuasa, sedang calon wakilnya masih menuju arena peperangan. Hal ini yang akan menghasilkan timbangan yang berbeda.
Aku dan sesepuh negeri masih duduk bersamaan dalam sebuah perjalanan panjang, melihat dan membuka negeri ini, membaca riak-riaknya, membuka segala yang masih tertutup, sedikit demi sedikit untuk membuat arah perjalanan negeri. Kembali ke dunia bathin yang sedang mengamati sesuatu benda yang bergerak-gerak dengan sangat pelan. Masih simbol yang sama, makhluk. Kali ini mahluk ini dari atas bentuknya tampak seperti trenggiling tanpa duri, oval, seperti ditelungkupkan dengan dua garis-garis putih di sepanjang tubuhnya, memanjang dari atas sampai bawah. Sekilas dari atas binatang ini tidak mudah membedakan mana kepala dan ekor. Tetapi jika diamati sekilas, maka bagian ekornya membentuk runcingan kecil, belokan yang meruncing. Sedang kepalanya berbentuk bulat lebih tebal sedikit dan tanpa runcingan sama sekali.
Betapa tidak mudahnya memahami dunia bathin yang tidak terlihat oleh mata, semuanya bagaikan khayalan fatamorgana yang tidak bisa diterima dengan akal sehat. Tetapi memang demikianlah adanya. Bahwa dalam atmosfer negeri ini, dimana ada ruang udara, di sanalah mahluk-mahluk itu berada. Udara adalah dunia tempat warga bathin berada. Artinya udara yang ada di sekitar kita sesungguhnya jika diamati dengan mata bathin akan bisa kita lihat apa saja yang tinggal di dalamnya. Dunia bathin adalah hal yang sama dengan dunia lahiriah, dimana ada bangunan-bangunan dan alat-alat bertehnologi alam yang ada dan dipasang di sana, mempengaruhi pergerakan udara, pergerakan cuaca, dan pergerakan-pergerakan alam dunia lahiriah yang berdampingan langsung.
Jaman dahulu mengatakan bahwa banyak cerita-cerita terkait dengan dunia bathin ini yang dengan sengaja dimatikan oleh orang-orang yang sebenarnya sangat menguasai spiritualisme, supaya negeri ini dengan mudah dikuasai, dengan mudah dikalahkan, dan dengan mudah ditahlukkan dengan pembenaran-pembenaran yang jelas-jelas tidak pas. Kehidupan bathin dan spiritual negeri dimusnahkan atas nama penyembah setan, atas nama tidak sesuai dengan ajaran Tuhan yang sesungguhnya.
Ironi, saat kejayaan negeri ini seharusnya ditopang oleh dua hal, kekuatan lahir dan bathin dalam sebuah keseimbangan, tetapi dengan mudahnya kita dimatikan. Sejarah selalu mengatakan kemenangan akan didapatkan dengan dukungan seseorang yang mempunyai kemampuan linuwih, apalagi jika pemimpin itu sendiri yang mempunyai kemampuan linuwih, maka kedudukannya tidak akan tergoyahkan. Dan kali ini aku mulai bisa melihat dengan sangat jelas, bagaimana sesungguhnya proses perjalanan penghancuran negeri ini.
"Kamu melihatnya , anakku?"
"Iya, Romo Panembahan." Kami sedang mengikuti mahluk hitam itu bergerak-gerak dengan sangat pelan di atas bumi nusantara, ke kiri dan ke kanan.
Semua terdiam dalam hening, mata hati bergerak melihat pergerakan demi pergerakan yang sedang terjadi di bumi nusantara. Menghidupkan mata bathin agar semakin jernih melihat segala sesuatu yang sedang terjadi di negeri permata surga. Negeri indah yang sedang dalam kegalauannya.
"Anakku, kita bisa melihat bersama kali ini, bahwa dunia bathin bagaikan jagad raya duniawi yang sama-sama, siapa yang bisa mengendalikan, dialah pemenang yang sesungguhnya. Dan kali ini kita melihat, bahwa dunia bukan diisi oleh manusia, tetapi juga hewan-hewan dengan berbagai macam bentuknya, yang hampir sama dengan dunia nyata. Dan lagi-lagi mereka juga bisa dikendalikan oleh manusia. Manusia yang memang secara utuh telah belajar laku prehatin dalam sebuah rumusan laku yang sudah tersusun demikian sistematis, sehingga mampu menguasai dan mengendalikan dunia bathin. Dan kamu sebenarnya adalah salah satu dari mereka." Panembahan Senopati membaca peristiwa yang sedang kita lihat bersama-sama dan masig tetap dengan memandang ke alam nusantara dari atas bukit.
"Saya mengerti, Romo Panembahan. Tetapi saya sendirian, sementara mereka melakukan bersama-sama dalam sebuah kekuatan besar, yang bisa dengan mengobrak-abrik negeri ini. Apalah artinya saya dibandingkan mereka, kekalahan yang benar-benar kalah, lemah karena sendiri dan tak berdaya"
"Anakku, Engkau tidak bisa menafikkan saat pemilihan calon-calon kemarin, engkau bisa melawan, saat negara adidaya spiritual menginginkan kita terjatuh dalam kebodohan dalam memilih calon supaya terjebak pada pemimpin-pemimpin bodoh yang bisa dikendalikan, yang bisa dibodoh-bodohi, dan engkau dua kali sudah bisa melewatinya dengan baik. Walaupun kali ini, kamu hanya bisa mendapatkan setengah dari masing-masing pasangan."
"Dan ini ke depannya akan mempunyai efek tidak sedikit, bahwa siapapun yang akan menjadi pemenang, negeri ini tidak akan ada dalam kehancuran. Masih akan ada yang tidak bisa dikendalikan, karena dalam setiap pasangan ada yang mempunyai dasaran laku dan keyakinan akan dirinya. Ini sesuatu yang luar biasa. memunculkan calon-calon pemimpin baru yang bisa membuat negeri ini lebih baik. Ini adalah karena salah satu hasil atas apa yang kamu lakukan. Jangan engkau pernah berkecil hati."
Kutelungkupkan kedua telapak tanganku menutupi penuh mulutku, telapak tangan dengan jari-jari menghadap ke atas, dengan posisi menyembah. Sebuah posisi tangan yang menyimbolkan bahwa aku sedang berpikir keras untuk melihat apalagi yang harus kulakukan menghadapi situasi ini.
Ki Juru Martani melangkah maju dan menghampiriku, tangannya memegang pundakku. "Anakku, hanya kamu yang bisa sampai di sini, hanya kamu yang bisa melakukannya. Negeri ini berharap banyak padamu."
Si Hitam masih terus bergerak, aku sedang memahami apa yang sedang dia lakukan dan akibatnya bagi negeri ini. Lagi-lagi makian terlontar dalam bathinku. Memang semua ini berasal dari negeri para dewa, aku tidak bisa memungkirinya. Aku berusaha mengatakan bahwa aku tidak boleh menuduh begitu saja, tetapi aku bisa melihat dengan jelas bahwa negara itu benar-benar sedang dalam kesewenang-wenangan di luar batas karena kemampuan dan keandalannya dalam menguasai dunia bathin, mengendalikan semua mahluk-mahluk besar dengan ukuran dan kekuatan yang nggegirisi.
Tidak ada yang bisa disalahkan, ini adalah masalah siapa mampu siapa tidak mampu, siapa bisa dan siapa tidak bisa, dan kita ini sangat-sangat bodoh, dibodohi dan disesatkan dalam kubangan kebodohan. Setan, benar-benar setan. Apa bedanya negeri para dewa dan negeri pengendali setan, rasanya sungguh tidak ada bedanya. Kita yang salah mengatakan atau kita yang tidak tahu, bahwa kadang-kadang kita sendiri tidak bisa membedakan mana setan dan mana dewa, mana energi bagus dan mana energi buruk. Semuanya tampak sama, padahal nyata-nyata beda. Antara berprinsip dan keras kepala, antara kesombongan dan keyakinan, nampak sama nyata-nyata beda, positif dan negatif. Demikian juga kali ini.
Sebagai negeri pengendali, mereka memang luar biasa, melihat detil mahluk demi mahluk di dunia udara, di dunia tanah dan di dunia air. Memahami kebiasaan-kebiasaannya, mengerti apa akibat baik dan buruknya bagi suatu tempat. Mereka bisa menatanya, menempatkan sesuai dengan keinginanya, pengendalian mahluk untuk penguasaan suatu kawasan, untuk menghisapnya, menindasnya, atau bahkan menjadikannya ajang permainan.
Dunia lahir dan bathin ini sudah dalam genggaman mereka seutuhnya, dalam kemampuan bathin yang sudah demikian tersistematika layaknya kemampuan intelektualitas. Pengolahan raga, akal dan hati dalam sebuah keseimbangan, dalam sebuah kesempurnaan. Negeri ini telah ditumbangkan dan dikalahkan hanya dengan ditutup agar tidak bisa mengolah rasanya, mematikan hatinya dengan menguatkan pikirannya. Dibutakan rasa dan intuisinya. Sungguh kita telah benar-benar kalah.
Kembali kepada membaca simbol-simbol negeri ini, dan aku melihat mahluk yang besar ini adalah mahluk hitam simbol sifat penguasa yang menghisap, kepalanya ada di papua, dan ekornya ada di sumatera, tetapi sungguh aku melihat dua hal yang sangat jelas, ternyata ini ada dua mahluk yang sama yang menghadap ke barat dan ke timur, maka di pusat kepalanya itulah daya hisap yang sangat nyata.
Mereka menghisapnya dan akhirnya nanti dibuang keluar, dan inilah yang terjadi dengan perekonomian negeri ini, dihisap habis, dan akhirnya dibawa keluar negeri. Dari simbol ini aku membaca bahwa utang negeri ini tidak akan mampu membangkitkan perekonomian negeri ini, karena setiap hal yang dibangun dan diolah akhirnya akan terhisap keluar negeri. Lagi-lagi aku memaki keras-keras di dalam bathinku, tak mampu lagi aku menangis melihat kepedihan-kepedihan di negeri ini, kepedihan yang orang tidak bisa melihat dengan mata.
Secara ekonomi ini terbaca begini, bahwa apa yang dibangun hanyalah milik dari pengusaha-pengusaha yang sangat besar, dan atas hasil pembangunan dan produksi yang dilakukan oleh masyarakat kita selanjutnya dibawa ke luar negeri, pemindahan dana dalam negeri ke luar negeri. Selanjutnya masuk lagi atas nama investasi luar negeri dengan memanfaatkan kemudahan dan fasilitas yang diberikan negara untuk menarik minat para investor, dan lagi-lagi atas keuntungan itu semuanya dibawa ke luar negeri, dengan biaya-biaya yang membengkak atas nama biaya luar negeri. Kita bisa membaca banyaknya perusahaan-perusahaan SPV, Special Purpose Vehicle.
"Apalagi yang kau lihat anakku, alat-alat yang terpasang demikian bagusnya? Demikian tertata dari barat sampai ke timur. Putaran demi putaran, maka sesungguhnya kemenangan adalah kemampuan menempatkan energi di dunia batin, mengambil dan menatanya, menguatkan dan melemahkan."
Ki Juru dan Romo Panembahan Senopati masih berdiri disampingku, masing-masing di kiri dan kananku dengan pandangan mata menatap ke tajam di bawah, mengawasi segala susunan alat-alat dan binatang-binatang yang saling menduduki posisi masing-masing bagaikan di ternak di sebuah padang rumput panjang. Mengambil rumput dan jika ternaknya telah besar dan siap dipanen maka akan disembelih dan dibawa pulang ke negaranya. Damm, no better word that I can say.
Semakin besar mahluk itu, semakin besar daya hisapnya. Semakin besar alat penghisap negeri ini dalam sebuah kumparan-kumparan yang tersambung dengan alat-alat yang demikian besarnya menjadi penghisap energi yang membawanya ke negara luar. Belum cukup sampai disitu, ternyata banyak terdapat bilah-bilah bangunan beton yang menjadi sekat-sekat bagian per bagian, di mana semuanya mampu memecah belah bangsa ini dalam sebuah kelompok-kelompok radikal yang tidak mudah disatukan. Dan inilah yang terjadi dengan negeri ini.
Setiap mahluk menyimbolkan kepribadian dan karakter bangsa ini, mahluk yang ada di negeri ini adalah simbol roh kemalasan dan kebodohan, simbol ketamakan dan keserakahan, kesombongan dan kesewenang-wenangan. Dan aku melihat pemimpin yang berkuasa saat ini adalah orang yang baik, tetapi tidak demikian halnya para pendukung-pendukungnya.
Dan jika aku melihat lebih jauh, pendukung-pendukung itu telah menjadi sumber energi dari si hitam, telah diliputi ketamakan dan kerakusan, kesombongan dan kesewenang-wenangan. Melupakan tujuan awal saat mencapai kemenangan, bahkan bisa dikatakan menindasku dan melupakanku. "Hahahhahahaha...", Pecah semua sesepuh dalam hingarnya saking kagetnya dengan ungkapanku. "Hohohoho, sakit hati ya, baper... huahuahua. Kamu itu, Nduk. Jebule, jebule, isih loro ati. Tak pikir awakmu wes ra nduwe athi. Lha ngomong negara kok jadi ngomong hatimu. Iki karena dendam atau karena negeri, karena cinta negeri atau karena cinta diri?" Ki Juru bertanya dengan wajah penuh dengan kegelian, masih terdengar suara ketawanya yang tidak ditahan lagi.
Aku tersenyum dan ikut tertawa dengan sesepuh. "Mereka tidak mengerti saat kemenangan dicapai dengan energiku, dan akhirnya mereka melupakan tujuan awal dan membelok arah perjuangan dan perjalanan, tanpa disadari mereka telah mengambil energiku demikian banyak, dan itu bisa mengambil nyawaku. Dan itu sudah aku lewati, saat sekarang aku bisa berdiri lagi di sini dengan energi yang tinggal setengah, setengah lagi sisanya telah diambil mereka untuk kesewenangannya. Dan inilah perjalanan kehidupan, karena takdir. Bukan sih, tepatnya karena kebodohanku."
"Hahaha, anak wedhok yang ayu dewe sak jagad ombo. Iya, Nduk. Kamu memang bodoh kalau sudah bersamanya." Kami semua larut dalam kelucuan, bagian perjalanan penuh dengan resiko tetapi kami masih berusaha mentertawakan kebodohan diri sendiri.
"Kira-kira apa yang akan terjadi dengan pertarungan ini, Nduk?"
"Entahlah, Ki Juru. Ini adalah sebuah perjalanan bathin negeri, di mana kita bisa melihat bahwa mahluk-mahluk itu telah menguasai mereka yang mendukung pemimpin yang lama, yang sudah ngiler dengan nikmatnya kekuasaan, yang sudah bingung bagaimana merebut dan membagi-bagi kuenya karena keyakinan akan kemenangannya. Sementara dalam prosesnya mahluk ini harus dihancurkan, maka siapa yang ada di sana juga harus hancur. Kecuali mereka bisa keluar dari nafsunya dan mengembalikan pada posisi awal."
"Lalu bagaimana dengan penantangnya, wakilnya yang membuatmu kesengsem?" Ki Juru bertanya dengan wajah meledekku, penuh dengan warna kejahilan. "Belum tahu, Ki. Sejujurnya siapapun pemenangnya, negeri ini tetap akan hancur dan sama-sama tidak bagusnya. Hanya mana yang lebih menghancurkan dan mana yang lebih buruk dalam menjalankan kekuasaannya. Sebuah partai politik bukan menjadi alat perjuangan, tetapi hanya menjadi alat kekuasaan untuk sebuah adigang, adigung dan adiguna."
"Tidak ada ketulusan dan tidak ada niat baik yang muncul. Maka kemenangan adalah kekuatan timbangan gabungan dari calon pemimpin dan semua pendukungnya. Ditimbang dan mana yang lebih bagus, tergantung seberapa besar kekuatan bathin sang calon wakilnya dalam mengangkat dan mengerek musuhnya. Semua masih mungkin, segala kemungkinan bisa terjadi. Dan bisa saja yang kecil menang karena kekuatan sang calon wakil. Baginya kemenangan dan kekalahan adalah tetap kemenangan. Sangat wajar kalau kecil itu kalah, tapi akan luar biasa jika yang sedikit itu tetap menang, dan ini sangat mungkin. Kemenangan karena kesombongan lawannya telah menghancurkan kekuatannya."
Negeri ini telah dipasang alat melipatgandakan segala niat baik yang ada di dalam diri, niat baik dalam sebuah perjalanan negeri, maka kemenangan adalah kepada siapa yang mempunyai timbangan banyak hal yang baik dan bukan yang buruk, hal yang positif dan yang bukan negatif. Waktu terus berjalan, maka kita akan mengikuti timbangan demi timbangan yang ada, dan bukan melihat dengan mata tetapi melihat dengan hati.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI