Di keramaian sebuah kota, misi demi misi berjejalan di setiap bait kehidupan. Hidup menawarkan ragam pilihan di buku menu yang selalu baru dan terbarukan. Lalu ada yang digilas, ada yang tergilas lalu ada pula yang menggilas, dan saling gilas. Setiap sudut udara dipenuhi polutan, aroma mangsa yang berseliweran memicu syahwat penaklukan.
Tak ada ruang untuk bercakap-cakap selain basa-basi menutupi misi. Satu kepentingan hilang, Seribu kepentingan berebut datang. Anak-anak sejak bayi telah dijejali dengan problematika kehidupan orang-orang dewasa. Ayah dan ibu menjelma pejuang rupiah meraup receh demi receh. Dari kantong-kantong kota yang semakin sempit.
Di keramaian sebuah kota, waktu berjalan lebih cepat mengitari jalan-jalan luas yang penuh sesak, ketika seorang pemulung tua terkapar kelelahan di tembok belakang kompleks rumah elit. Tak ada yang sempat untuk peduli, beban kehidupan berjejalan memaksa untuk dibawa melewati lorong-lorong tandus, lalu membiarkan waktu menyeka keringatnya sendiri.
Tak ada lagi yang kita punya, rasa peduli itu barang mahal, siapa yang bisa membelinya.? Pahlawan kehidupan itu adalah baju usang yang telah kita lepaskan. Membiarkan segalanya pergi demi menanti satu yang tak pasti datang. Ahh kenapa bukan aku atau kamu atau kita saja yang mengambil peran menjadi pahlawan terakhir yang tersisa itu.
karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Rumah Pena Inspirasi Sahabat untuk memperingati Hari Pahlawan tahun 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H