Sejatinya kita harus melihat museum sebagai rumah kebudayaan tertinggi serta rumah peradaban yang mulia, sebagai ruang interaksi untuk mengetahui, merawat dan menjaga nilai-nilai kebudayaan serta peradaban agar tetap bertahan dalam perkembangan jaman.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 1995, Museum adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa. (Sumber)
Sedangkan menurut Intenasional Council of Museum (ICOM) : dalam Pedoman Museum Indonesia tahun 2008. Museum adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, memperoleh, merawat, menghubungkan dan memamerkan artefak-artefak perihal jati diri manusia dan lingkungannya untuk tujuan studi, pendidikan dan rekreasi. (Sumber)
Dari uraian sebagaimana yang disebutkan di atas, sudah selayaknya bila keberadaan Museum haruslah menjadi prioritas perhatian dan tanggungjawab pemerintah dan juga masyarakat, sudah seharusnya Museum menjadi tempat teraman untuk menyimpan, merawat dan mengamankan segala bentuk koleksi cagar budaya dan peninggalan masa lampau sebagai lambang kebudayaan dan peradaban agar bisa tetap lestari.
Namun sungguh miris dan sangat mengecewakan pada yang terjadi dengan Museum Negeri Propinsi Sulawesi Tenggara. Beberapa bulan yang lalu, Museum ini "kemalingan" ratusan benda koleksi etnografi yang tidak ternilai harganya, digondol maling yang hingga kini belum terungkap dan koleksi etnografi bersejarah tersebut tak ketahuan lagi dimana rimbanya.
Kejadian kemalingan ini sangat disayangkan oleh banyak pihak. Betapa tidak, barulah setelah kejadian kemalingan ini, masyarakat tahu bahwa perhatian pemerintah daerah provinsi Sulawesi Tenggara terhadap operasional Museum ini amat sangat minim.
Bisa dibayangkan, Museum yang merupakan tempat tersimpannya benda-benda antik, spesifik dan historis yang nilainya tentu saja tidak bisa diukur dengan materi. Ternyata tidak dijaga dengan pengamanan yang jangankan tertinggi, pengamanan standar saja tidak ada.Â
Tanpa CCTV (rusak), tanpa petugas pengamanan, lampu penerangan yang minim, serta ruang penyimpanan seadanya.
Dikutip dari kompas.com. Kepala Museum dan Taman Budaya Sulawesi Tenggara, Dodhy Syahrulsah, mengklaim pihaknya tidak mampu mengganti video pengintai dan membayar tenaga pengamanan museum, karena "tidak ada anggarannya."
"Yang mengamankan, ya, pegawai sendiri. Kalau sempat ronda, ya ronda," kata Dodhy kepada wartawan untuk BBC News Indonesia, Kamis (4/2/2021).