Aku masih betah menyusuri jalan-jalan itu, membawa sekantong rindu berisi kenangan tentang pohon-pohon yang telah berubah menjadi tumpukan beton, serta rerumputan yang kini telah menjadi susunan paving block warna-warni.
Mereka yang sibuk mendandani wajah kota, mengganti rimbun pohon dengan atap-atap kaleng, memasang patung-patung batu, juga aneka bola-bola warna-warni.
Ke mana saja kau bawa paru-paru kota ini, kau bicara tentang sejuknya kota tapi kau isi dengan makhluk-makhluk mati dengan sedikit rerumputan.
Sepatuku selalu bersih di jalan itu, tak ada lagi becek dan lumpur yang selalu kurindu, seperti rinduku pada kawan-kawan yang bicara tentang efek rumah kaca, suhu yang meningkat, dan juga air yang tak lagi diserap tanah.
Aku masih betah di jalan itu, keindahannya menyejukkan mataku, tapi kegersangannya membuat mataku menangis, karena rinduku pada kicau burung dan semilir sejuk lambaian pepohonan yang telah direnggut oleh roda kota.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H