ketika hujan terlambat datang, mereka mengutuk kemarau yang betah mempermainkan debu di lorong-lorong kusam beraroma kematian
pawang-pawang kondang telah banyak yang dipanggil, tapi mereka hanya menghabiskan puluhan bungkus kretek untuk memanggil hujan tapi tak setetes pun yang datang
kodok-kodok pun yang selalu ampuh memanggil hujan kini hilang, suaranya telah tertanam dalam lumpur yang mengering malam-malam berlalu dalam sepi
takdir tuhan hanya jadi bahan untuk dimaki, hujan yang tak mau datang ini telah membuat gila, berbagai laku ritual juga sesajian yang meruntuhkan keimanan pun ditempuh
sampai saatnya malaikat pun tertawa hambar mendengar perintah tuhan untuk membawakan hujan bagi mereka yang lebih percaya pada roh gentayangan yang tidak bisa membawa hujan
rintik pertama mereka sambut dengan gembira, hujan sejam membuat mereka bersukacita, tapi hujan terus turun, sudah masuk di hari ketiga belum juga mereda
pawang-pawang kondang pun mereka panggil kini untuk menolak hujan, tapi sama mereka hanya menghabiskan puluhan bungkus kretek tapi hujan terus saja turun sambil tertawa
kodok-kodok pun yang selalu lincah bermain air kini hilang tersapu banjir yang mulai datang membawa segala sampah alam yang telah dirusak, sumpah serapah berkumandang
takdir tuhan tak juga menjadi pengingat, bahkan kini roh gentayangan pun sudah tidak berlaku lagi bagi mereka, yang mereka tahu sekarang, mereka hanya butuh mie instant
dingin yang basah, lapar yang menggigit, bantuan yang telat, tiba-tiba disapa oleh pasukan senyap yang bekerja sebagai malaikat tapi dipandang sebagai setan atau yang bekerja sebagai setan tapi dipandang sebagai malaikat.....