Mohon tunggu...
Meti Irmayanti
Meti Irmayanti Mohon Tunggu... Lainnya - senang membaca, baru belajar menulis

Dari kota kecil nan jauh di Sulawesi Tenggara, mencoba membuka wawasan dengan menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Yang Lupa pada Takdir

16 Desember 2020   22:55 Diperbarui: 16 Desember 2020   23:12 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

ketika hujan terlambat datang, mereka mengutuk kemarau yang betah mempermainkan debu di lorong-lorong kusam beraroma kematian

pawang-pawang kondang telah banyak yang dipanggil, tapi mereka hanya menghabiskan puluhan bungkus kretek untuk memanggil hujan tapi tak setetes pun yang datang

kodok-kodok pun yang selalu ampuh memanggil hujan kini hilang, suaranya telah tertanam dalam lumpur yang mengering malam-malam berlalu dalam sepi

takdir tuhan hanya jadi bahan untuk dimaki, hujan yang tak mau datang ini telah membuat gila, berbagai laku ritual juga sesajian yang meruntuhkan keimanan pun ditempuh

sampai saatnya malaikat pun tertawa hambar mendengar perintah tuhan untuk membawakan hujan bagi mereka yang lebih percaya pada roh gentayangan yang tidak bisa membawa hujan

rintik pertama mereka sambut dengan gembira, hujan sejam membuat mereka bersukacita, tapi hujan terus turun, sudah masuk di hari ketiga belum juga mereda

pawang-pawang kondang pun mereka panggil kini untuk menolak hujan, tapi sama mereka hanya menghabiskan puluhan bungkus kretek tapi hujan terus saja turun sambil tertawa

kodok-kodok pun yang selalu lincah bermain air kini hilang tersapu banjir yang mulai datang membawa segala sampah alam yang telah dirusak, sumpah serapah berkumandang

takdir tuhan tak juga menjadi pengingat, bahkan kini roh gentayangan pun sudah tidak berlaku lagi bagi mereka, yang mereka tahu sekarang, mereka hanya butuh mie instant

dingin yang basah, lapar yang menggigit, bantuan yang telat, tiba-tiba disapa oleh pasukan senyap yang bekerja sebagai malaikat tapi dipandang sebagai setan atau yang bekerja sebagai setan tapi dipandang sebagai malaikat.....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun