Mohon tunggu...
Meti Irmayanti
Meti Irmayanti Mohon Tunggu... Lainnya - senang membaca, baru belajar menulis

Dari kota kecil nan jauh di Sulawesi Tenggara, mencoba membuka wawasan dengan menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Gelisah

6 November 2020   13:20 Diperbarui: 6 November 2020   13:25 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pinterest/Royal Wood Journal

Mungkinkah gelisah di hatiku juga menjadi gelisah di hatimu?
Ataukah gelisah di hatiku ini hanya jadi lelucon di hatimu?
Kita yang dulu saling mengerti hanya dengan bertatapan mata
Kini berdiri seperti titik embun yang membeku di ujung daun tempat janji kita tertulis
Dulu engkau adalah jarum yang menjahit serpihan-serpihan rindu
Dan aku adalah benang yang menyambung untaian-untaian kenangan
Dulu kita berdua adalah gunung yang tidak bisa di daki
Kini kita telah mencair menjadi lava yang telah dingin dan mengering
Wahai..... mentari yang selalu terang, jenguklah kekasih ku
Ketuklah semua pintu-pintu yang tertutup dihatinya dan katakan aku gelisah
Tidurku kini telah sepi dari mimpi, hanya berteman rindu yang cengeng
Sudah begitu lama waktu menggerus kesetiaan ini, aku ingin didekap olehnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun