Dengarlah wahai ranting-ranting yang kesepian
yang meregang bagai cemeti penuh duri
yang berdiri laksana badai ditinggalkan angin
aku mungkin hanya sehelai daun bagimu
tapi aku tak pernah takut pada angin
yang membenci daun di akhir musim kemarau
percayalah aku akan kembali mencumbuimu
dalam dekapan pelangi yang disisakan hujan
Janganlah kau membenci terik
panas yang dihujamkannya hanya mampu menggores retak yang bertepi
ujung kemarau ada di genggaman angin yang datang membawa mendung
anggaplah kesepianmu hanya budak yang menemanimu melewati kemarau
tak kau pinta pun, aku akan memucuk patuh bersama hijauku
Kau dan aku hanya pemeran dari lakon babad tanah kehidupan
datang dan pergi adalah detak-detik waktu yang terus memutar
hingga saatnya kita akan berpelukan dalam keabadian
di mana kemarau malu mengeluarkan teriknya
di mana angin kehilangan benci pada daun kuning yang menggantung pasrah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H