Mohon tunggu...
Meti Irmayanti
Meti Irmayanti Mohon Tunggu... Lainnya - senang membaca, baru belajar menulis

Dari kota kecil nan jauh di Sulawesi Tenggara, mencoba membuka wawasan dengan menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Aku Membeku

22 September 2020   17:11 Diperbarui: 22 September 2020   17:23 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pixabay.com

Aku membeku bersama nyanyian malam, berpayung kesendirian yang bisu
aku seperti tungku yang padam tersiram gumpalan salju
menelungkup pada menara gading yang kau ciptakan sebagai penjaraku
kau ciptakan malam seperti horor sebelum tidur
bulan purnama mendadak hilang di atas langit pepohonan tinggi membungkus kegelapan
seperti mengenakan mahkota yang tersusun dari ribuan duka lara
air danau membeku kehilangan riak-riaknya yang dulu berkilauan

udara begitu dingin, dengan kemarahannya yang merasukiku
aku begitu kepayahan dengan bualanmu yang tanpa dosa
betapa bergejolaknya hati ini, yang tersungkur oleh dustamu
aku terangkum dalam rasa marah dan cinta yang tak terelakkan
sebuah pemberontakan terhadap kebodohanku yang terpedaya rayuanmu
tak adakah takdir bagiku 
untuk dapat berjalan dengan seorang pria yang mencintaiku?
tak adakah cinta memabukkan yang diciptakan Tuhan untuk kunikmati?
apakah aku harus membuang semua bayangan cinta
bersama dengan perginya cahaya rembulan di penghujung September ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun