Mohon tunggu...
Meti Irmayanti
Meti Irmayanti Mohon Tunggu... Lainnya - senang membaca, baru belajar menulis

Dari kota kecil nan jauh di Sulawesi Tenggara, mencoba membuka wawasan dengan menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Moanggo, Warisan Budaya Sastra Tutur Suku Tolaki yang Terancam Punah

18 September 2020   01:44 Diperbarui: 18 September 2020   02:23 891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.folkloretravel.com

Seperti halnya benda-benda arkais yang perlahan menuju kepunahan, budaya juga mengalami proses kepunahan, hal itu dapat terlihat pada sebagian besar masyarakat milenial saat ini, yang sepertinya hampir-hampir tidak lagi mengenal budaya lokalnya sendiri.

Mungkin karena generasi milenial sekarang ini menganggap "Budaya itu hanyalah bagian kehidupan di masa lampau, yang telah terlewati masanya".

Padahal budaya adalah bagian dari kebesaran bangsa itu sendiri, sebagai cerminan dari bangsa yang besar. Mencintai, menghargai dan merawat serta mempertahankan budaya adalah upaya melestarikan kearifan lokal masyarakatnya dan yang wajib diwariskan kepada generasi berikutnya.

Dekadensi budaya di kalangan milenial juga dialami oleh kami masyarakat suku Tolaki di Sulawesi Tenggara.

Salah satu warisan budaya sastra tutur suku Tolaki yang sangat jarang ditemui lagi saat ini di tengah-tengah interaksi sosial dijaman milenial, apalagi di masyarakat pada wilayah perkotaan, yaitu sastra lisan "Moanggo".

Moanggo adalah salah satu sastra tutur suku Tolaki dan Mekongga. Moanggo berasal dari kata mo yang artinya melantunkan/menyanyikan dan anggo merupakan lagu yang berisi syair tradisional masyarakat suku Tolaki yang berupa puji-pujian, sanjungan, pesan moral, sindiran dan juga bahasa percintaan atau asmara.

Moanggo mengandung unsur adat dan budaya yang melekat pada jati diri masyarakat suku Tolaki sehingga lebih banyak ditemukan dalam upacara-upacara atau pesta-pesta adat, biasanya pada bentuk anggo yang berisi pesan moral dan semangat kepahlawanan, fungsinya untuk menghibur keramaian adat atau pesta adat perkawinan, juga sekaligus untuk menyampaikan pesan-pesan terkait kondisi pelaksanaan upacara adat, puji-pujian atau juga silsilah keturunan dari yang mempunyai hajat.

Moanggo ini boleh dikata sebagai hiburan rakyat, dan ini biasanya disampaikan dengan cara saling berbalas-balasan antara pande anggo (orang yang paham Moanggo), tetapi tidak jarang juga disampaikan dalam bentuk monolog oleh seorang "pande anggo".

Moanggo yang dilagukan pada acara ini biasanya:

- Anggo ndulu-tula, yang artinya anggo silsilah. Karena isinya menceritakan silsilah keluarga raja-raja atau pahlawan kerajaan.

- Anggo mombeperiri, yang artinya anggo keharuan. Anggo yang ini, dilagukan dalam suatu pertemuan dengan seseorang yang lama dirindukan, apakah itu pertemuan dengan keluarga yang telah lama pergi dan baru kembali, atau unsur pimpinan dan pembesar negeri yang berkunjung di daerah, dimana itu akan terbaca dalam lantunan syairnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun