Desau nafas tercekat menatap lembaran putih yang masih terus kosong
Sang pujangga kelu, menggenggam pena yang tak jua bisa menari mengukir Kalam
Kala khayalnya terbang ingin berkelana, namun selalu terpental kembali ke tempatnya bermula
Tersedu-sedu sang pujangga menangisi dirinya yang malang, kehilangan inspirasi
Mengapa begitu sulit mencari diksi yang ramah untuk menyapa risau hati
Mungkinkah karena dirinya merasa kecil, seperti sepoi yang menantang badai
Ketika pun tangan telah menggores pena, yang hadir hanya goresan tak berbentuk
Rindunya yang dulu menjadi candu kini telah menjelma menjadi racun
Ia merasa kerdil, bagai sebatang pohon yang memaksa hidup di tengah bebatuan
Gelap yang berselimut kelam menjadikannya harus menyerah pada ketakutannya
Ia pasrah berdiam memeluk rasa rindunya, sebagai pecundang yang patah
Kertas putih yang kini telah kusam itu perlahan diremasnya dan terbuang.