Mohon tunggu...
Meti Irmayanti
Meti Irmayanti Mohon Tunggu... Lainnya - senang membaca, baru belajar menulis

Dari kota kecil nan jauh di Sulawesi Tenggara, mencoba membuka wawasan dengan menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pasrah

18 Agustus 2020   09:02 Diperbarui: 18 Agustus 2020   08:50 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Desau nafas tercekat menatap lembaran putih yang masih terus kosong

Sang pujangga kelu, menggenggam pena yang tak jua bisa menari mengukir Kalam

Kala khayalnya terbang ingin berkelana, namun selalu terpental kembali ke tempatnya bermula

Tersedu-sedu sang pujangga menangisi dirinya yang malang, kehilangan inspirasi

Mengapa begitu sulit mencari diksi yang ramah untuk menyapa risau hati

Mungkinkah karena dirinya merasa kecil, seperti sepoi yang menantang badai

Ketika pun tangan telah menggores pena, yang hadir hanya goresan tak berbentuk

Rindunya yang dulu menjadi candu kini telah menjelma menjadi racun

Ia merasa kerdil, bagai sebatang pohon yang memaksa hidup di tengah bebatuan

Gelap yang berselimut kelam menjadikannya harus menyerah pada ketakutannya

Ia pasrah berdiam memeluk rasa rindunya, sebagai pecundang yang patah

Kertas putih yang kini telah kusam itu perlahan diremasnya dan terbuang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun