Authour : Metia Septiani
Dosen : Purwanti, S.Pd., MM.
Universitas Pelita Bangsa
     Secara etimologis, berpikir kritis berakar dari leksikon Yunani kuno kriticos menelusuri keputusan dan kriterion standar, artinya proses pengembangan penelusuran ketetapan berdasarkan standar tertentu (Pithers & Soden, 2001). Dalam kamus Webster diistilahkan sebagai analisis yang cermat dan ketetapan yang berimplikasi pada keputusan yang obyektif dalam menetapkan segi manfaat maupun mudharatnya (Taylor, 1965). Dalam dua dekade terakhir, perbincangan mengenai berpikir kritis sebagai tujuan pendidikan kian menghangat. Secara umum berpikir kritis ditandai dengan kemampuan menalar dengan tepat, sistimatis dan logis dalam memahami konsep atau keyakinan, untuk mengambil tindakan dan memecahkan persoalan berdasarkan mekanisme analisis konseptual dan argumentasi (Pithers & Soden, 2001). Banyak definisi berpikir kritis diajukan berdasarkan ragam konstruk dan capaiannya. Dewey, misalnya, mencirikan berpikir kritis sebagai kegiatan aktif, konsisten dan cermat dalam mempertimbangkan suatu keyakinan dan simpulan yang terkait (dalam Black, 2008). Sementara itu, Ennis (1996) mengaitkannya dengan berpikir reflektif yang berfokus pada penetapan keyakinan dan tindakan. Definisi yang lebih praktis ditawarkan oleh Ruggieo yaitu proses menguji argumen yang bermanfaat atau tidak. Dengan kata lain, proses ini menyangkut keterampilan utama dalam mengerjakan tugas akademik seperti mengolah, menyimpulkan dan mensintesa informasi, keterampilan mengevaluasi dan berkreasi (dalam Errihani, 2012).
     Namun, tidak semua orang memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan berpikir kritis seseorang, seperti latar belakang pendidikan, pengalaman hidup, dan lingkungan sosial. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis agar dapat mengambil keputusan yang baik dan efektif dalam kehidupan sehari-hari.
     Meningkatkan kemampuan berpikir kritis juga dapat membantu kita memecahkan masalah dan menghadapi tantangan yang dihadapi dalam hidup. Kita akan lebih mampu melihat masalah dari perspektif yang berbeda, dan menemukan solusi yang lebih baik. Selain itu, kemampuan berpikir kritis juga membantu kita menghindari bias dan kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengambilan keputusan(Ariadila et al., 2023).
     Pada artikel ini, kita akan membahas beberapa cara untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Kita akan membahas pentingnya kemampuan berpikir kritis dalam kehidupan sehari-hari dan dunia kerja, serta dampak positifnya. Selain itu, peneliti akan membahas beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis, seperti mempertanyakan otoritas, melihat masalah dari berbagai sudut pandang, mengumpulkan dan mengevaluasi informasi secara objektif, dan menarik kesimpulan yang logis dan rasional.
Kemampuan Berfikir Kritis
     Secara epistimologi berpikir dapat diartikan sebagai cara menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan atau memutuskan sesuatu (Depdikbud, 2002). Kemampuan berpikir seseorang juga sering di asosiasikan dengan aktivitas mental dalam memperoleh pengetahuan dan memecahkan masalah (syukur, 2004).
     Liliasari (dalam Hasanudin, 2007) mengemukakan bahwa berpikir secara umum dianggap sebagai proses kognitif, tindakan mental untuk memperoleh pengetahuan. Dari beberapa pendapat di atas maka dapat di simpulkan bahwa berpikir adalah proses kognitif sesorang yang digunakan untuk menerima, menganalisis, dan mengevaluasi informasi yang diperoleh.
     Piaget (dalam Ruseffendi, 2006) mengemukakan bahwa setiap individu mengalami tingkat perkembangan kognitif yang teratur dan berurutan mulai dari tingkat sensori motor (0- 2 tahun), pra-operasional (2-7 tahun), operasinal konkrit (7-11 tahun) dan operasional formal (11 tahun keatas). Perhatian pada sistem kognitif menempatkan guru pada peran pasilatator pembelajaran dan siswa pada peran pemecah masalah dan pengambil keputusan nyata.