Mohon tunggu...
Meta Morfillah
Meta Morfillah Mohon Tunggu... karyawan swasta -

seorang anak manusia yang dilahirkan oleh seorang ibu di tanggal 22 oktober

Selanjutnya

Tutup

Catatan

[Review buku] The God of small things

27 April 2015   15:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:38 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul: The God Of Small Things (Yang Maha Kecil)
Penulis: Arundhati Roy
Penerbit: Yayasan Obor Indonesia
Dimensi: xxxii + 420, 13.5 x 18.5 cm, cetakan kelima Mei 2009
ISBN: 978 979 461 402 0

Berlatar belakang sebuah desa di india, novel ini mengangkat banyak isu seperti gender, seksualitas, SARA, sejarah dan budaya pengklasifikasian kelas/strata di India. Secara cerita, novel ini mengalir tanpa ada twist, sebab semuanya telah ditampilkan di awal. Namun, semakin membaca kelanjutannya, kita akan dibawa maju mundur. Yaa... novel ini memiliki alur maju mundur yang membuat pembacanya harus konsen agar tak kehilangan pegangan, sedang ada di fase manakah saat membacanya. Semua cerita dipusatkan pada kedatangan hingga kematian Sophie Mol, anak Paman Chackoo yang berasal dari London. Satu hari yang mengubah segalanya.

Melalui sudut pandang Rahel kecil dan Rahel dewasa, serta sudut pandang ketiga, novel ini memusatkan cerita pada sebuah keluarga terhormat di Ayemenem. Mamachi, nenek Rahel yang terbiasa disakiti oleh suaminya, Papachi. Chackoo, paman Rahel yang merupakan lulusan Oxford, menyuarakan kesetaraan namun meniduri para pekerja wanitanya. Baby Kochamma, bibi Rahel yang mengalami kandasnya cinta pertama sehingga mengubah agamanya. Ammu, ibunda Rahel yang jatuh cinta pada Velutha dari kasta rendahan, The Untochable. Serta Rahel dan Estha, saudara kembarnya yang pernah mengalami pelecehan seksual di gedung bioskop.

Menurut saya, novel ini begitu berat. Sarat akan banyaknya pengungkapan akan keadaan India di masa itu. Pantas saja, bila di negaranya sendiri, novel ini begitu dihujat dan dilarang terbit. Namun, sebuah karya yang bagus tetaplah bersinar. Novel debut pertama Arundhati Roy ini memenangkan sebuah penghargaan literasi bergengsi.

Secara isi, gaya bahasa, saya agak menemukan kesulitan dalam menangkap makna-makna kalimat atau frase yang dihidangkan. Mungkin, karena memang ada beberapa kata yang sulit dicari padanannya dalam bahasa kita, sehingga agak menghilangkan estetikanya.

Secara tampilan, selayaknya buku sastra lainnya. Novel tebal ini, kurang cantik dikemas. Font yang digunakan begitu rapat, penuh, dan membuat ngantuk. Entahlah, saya masih saja mengharapkan novel-novel sastra dikemas dengan gaya kekinian, yang membuat orang tertarik membacanya. Tidak seperti buku teks yang langsung menjemukan dan harus mengumpulkan niat lebih untuk membacanya... hahaha.

Secara keseluruhan, saya memberi 4,5 dari 5 bintang.

Meta morfillah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun