Salah satu isu utama dalam ekonomi politik lingkungan adalah bagaimana negara dan korporasi besar sering kali mengutamakan kepentingan ekonomi jangka pendek di atas keberlanjutan lingkungan. Sementara itu, kelompok masyarakat adat dan lokal yang bergantung pada ekosistem sering menjadi korban dari kebijakan yang tidak berpihak kepada lingkungan.
Ekonomi Politik dan Lingkungan di Indonesia adalah contoh nyata dari kompleksitas ekonomi politik lingkungan. Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara eksploitasi sumber daya untuk kepentingan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Isu-isu seperti deforestasi, tambang ilegal, dan pencemaran sungai sering kali muncul sebagai konsekuensi dari lemahnya regulasi dan praktik ekonomi ekstraktif.
Ekonomi politik lingkungan merupakan cabang kajian yang membahas interaksi antara sistem ekonomi, dinamika politik, dan dampaknya terhadap lingkungan hidup. Tema ini menjadi semakin relevan di tengah krisis lingkungan global, seperti perubahan iklim, deforestasi, pencemaran, dan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan. Artikel ini akan membahas bagaimana dinamika ekonomi dan politik sering kali menciptakan dilema antara kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan.
Ada Salah satu kasus yang menarik adalah eksploitasi tambang nikel di Sulawesi Tenggara. Nikel adalah komoditas yang semakin diminati di pasar global karena menjadi bahan utama dalam pembuatan baterai kendaraan listrik. Namun, eksploitasi tambang nikel ini telah memunculkan konflik ekonomi politik yang melibatkan pemerintah, perusahaan tambang, dan masyarakat lokal.Â
Indonesia sendiri adalah negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia. Badan Energi Internasional memprediksi peningkatan produksi nikel dunia mencapai sedikitnya 65% pada 2030, didorong oleh kebutuhan material baterai kendaraan listrik. Indonesia diperkirakan bakal memenuhi dua-pertiga kebutuhan dunia. Sejauh ini, Indonesia sudah menandatangani sejumlah kontrak bernilai miliaran dolar AS dengan perusahaan-perusahaan asing yang berniat berinvestasi pada tambang nikel serta tempat pengolahannya. Contohnya di Sulawesi Tenggara memiliki cadangan nikel terbesar di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, permintaan global terhadap nikel melonjak seiring dengan transisi energi dunia menuju energi terbarukan. Pemerintah Indonesia melihat ini sebagai peluang untuk meningkatkan devisa dan investasi asing melalui pengelolaan tambang nikel. Namun, di sisi lain, praktik tambang nikel juga menimbulkan dampak lingkungan dan sosial yang signifikan.
Akan tetapi, pengamat menilai masalah lingkungan di kawasan tambang, baik nikel maupun lainnya, masih menjadi pekerjaan rumah di dalam negeri, pemerintah Indonesia menutup mata terkait pencemaran lingkungan yang telah diakibatkan tambang-tambang yang masih beroprasi hingga saat ini. Maka dari itu diperlukan penerapan kebijakan terkait lingkungan yang tidak memperbolehkan tambang mencemari ekosistem sekitar.Â
Tetapi  banyaknya konflik kepentingan dalam ekonomi politik lingkungan sering kali melibatkan tiga aktor utama yakni pemerintah, korporasi, dan masyarakat lokal. Pemerintah cenderung memprioritaskan investasi asing untuk pertumbuhan ekonomi, sedangkan perusahaan multinasional berfokus pada profitabilitas. Di sisi lain, masyarakat lokal yang bergantung pada sumber daya alam untuk mata pencaharian sering menjadi korban dari kebijakan yang tidak ramah lingkungan. Dapat dilihat juga yang dimana dalam proyek-proyek tambang atau pembangunan infrastruktur besar yang menggusur masyarakat adat dan merusak ekosistem lokal.
Namun, tantangan utama adalah bagaimana mengatasi ketimpangan kekuasaan antara aktor-aktor besar, seperti korporasi multinasional, dan komunitas lokal. Selain itu, perubahan paradigma dari ekonomi berbasis eksploitasi ke ekonomi berbasis keberlanjutan membutuhkan waktu dan komitmen yang kuat dari semua pihak yang berkepentingan.
Jadi Dinamika ekonomi politik lingkungan menunjukkan kompleksitas hubungan antara pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan. Ketegangan antara kedua kepentingan ini tidak dapat dihindari, tetapi dengan kebijakan yang inklusif dan berorientasi pada keberlanjutan, keseimbangan dapat dicapai. Transformasi ini memerlukan kerjasama lintas sektor, komitmen politik, dan kesadaran masyarakat untuk menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H