Oleh: Mesrawati Erina G. (Mahasiswa Progdi BK, FKIP, UKSW)
Ketika mendengar kata "kurikulum", sebagian besar dari kita pasti akan langsung mengartikan bahwa kurikulum merupakain serangkaian kegiatan belajar mengajar yang biasa diterima peserta didik di jam pelajaran. Padahal, sebenarnya kurikulum juga mencakup hal lain. Dalam kurikulum, selain intrakurikuler, terdapat ekstrakurikuler dan kokurikuler. Namun, seringkali, ekstrakurikuler dan kokurikuler tidak dilaksanakan secara optimal. Terkhususnya ekstrakurikuler, yang akan dibahas kali ini.
Banyak yang menganggap bahwa ekstrakurikuler hanya sekadar kegiatan tambahan di sekolah. Ada atau tidak adanya partisipasi dari peserta didik tidak akan berpengaruh besar terhadap kehidupan peserta didik maupun ekstrakurikuler yang ada di sekolah. Anggapan tersebut mungkin dipengaruhi oleh pengalaman dan realita yang terjadi di sekolah.
Banyak terjadi ketimpangan antara tujuan ekstrakurikuler yang sesungguhnya terjadi dan dialami oleh peserta didik. Tidak jarang, sekolah hanya memprioritaskan ekstrakurikuler wajib dan unggulan di lingkungan sekolah mereka, sementara ekstrakurikuler yang lain hanya "sekadar ada" tanpa mendapatkan perhatian yang cukup. Misalnya kelengkapan fasilitas, yang pernah penulis alami di masa sekolahnya, sanggar pramuka yang menjadi satu dengan sanggar tari dan gudang peralatan olahraga, UKS yang juga menjadi basecamp Paskibra, bahkan ketika ekstrakurikuler Paskibra sudah memiliki basecamp sendiri tetap harus berbagi tempat dengan ekstrakurikuler lain yang menitipkan perlengkapannya. Contoh lain adalah ketika mengikuti camp Pramuka, yang seharusnya membentuk kepribadian sesuai dengan penghayatan dan nilai-nilai kepramukaan, pada penerapannya justru bertolak belakang dari tujuan diadakannya kegiatan tersebut. Kegiatan yang seharusnya meningkatkan kemandirian justru membuat beberapa peserta didik bergantung dengan temannya yang lain atau kakak pembimbingnya untuk melakukan hal yang tidak bisa mereka lakukan.
Selain itu, kurangnya manajemen organisasi yang baik, membuat jadwal pertemuan sebuah ekstrakurikuler menjadi tidak teratur dan terkesan tidak memiliki kejelasan dalam pelaksanaannya. Sulitnya mencari pelatih/pengajar ekstrakurikuler juga menjadi kendala tersendiri bagi sekolah yang masih mau memperjuangkan eksistensi ekstrakurikuler tertentu. Bahkan ada beberapa ekstrakurikuler di sekolah tertentu yang tidak mendapatkan dana dan dukungan penuh dari sekolah untuk mengikuti kegiatan yang memerlukan biaya besar maupun perlombaan di luar sekolah.
Ekstrakurikuler seharusnya ada untuk membantu peserta didik menemukan minat mereka, memperluas wawasan dan mengembangkan potensi yang ada dalam diri mereka agar dapat menjadi bekal bagi kehidupan mereka di luar sekolah maupun ketika menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Akan tetapi, jika secara teknis saja tidak berjalan dengan baik, tentunya tujuan-tujuan dari ekstrakurikuler akan sulit untuk dicapai.
Dukungan dari orang-orang yang ada di sekitar peserta didik juga sangat diperlukan. Bagaimana peserta didik dapat memilih dan mengoptimalkan dirinya melalui ekstrakurikuler yang mereka minati ketika tuntutan dari orang tua berfokus pada nilai akademik (misalnya, cenderung pada matematika dan sains) dan menganggap kemampuan lain tidak penting bagi kehidupan anak-anaknya, ketika kecerdasan peserta didik masih diukur hanya dari nilai yang didapatkan di mata pelajaran yang diajarkan guru, ketika kecerdasan bersosial, teknologi, kewirausahaan, kesenian, kerajinan tangan, dan lainnya masih dikesampingkan?
Ketertarikan dan peran serta peserta didik pada ekstrakurikuler yang diminatinya seharusnya menjadi kesempatan baginya untuk belajar memanajemen waktu mereka, membuat mereka menjadi paham akan skala prioritas kehidupan mereka, bukan lantas kita berhak menghakimi bahwa mereka "hanya membuang waktu" yang seharusnya bisa digunakan untuk menghafalkan rumus-rumus berhitung yang akan keluar di ujian. Ekstrakurikuler seharusnya bisa menjadi ladang bagi peserta didik untuk mulai belajar membangun relasi yang baik dan bermanfaat dengan teman-teman dari kelas lain, para guru, hingga sekolah lain.
Jika ekstrakurikuler dikelola dengan baik dan optimal dengan kontribusi maksimal dari sekolah, bukan hanya "sekadar ada" dan diadakan untuk formalitas semata, penulis yakin bahwa ekstrakurikuler dapat memberi banyak pengaruh baik bagi peserta didik, instansi pendidikan, dan organisasi masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H