Mohon tunggu...
Mesa Natadenta
Mesa Natadenta Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Pelajar di SMAS Kanisius Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Penunjangan Kualitas Pembangunan di Indonesia, Arsitek sebagai Tulang Punggung Mutu Infrastruktur di Indonesia

8 November 2024   22:43 Diperbarui: 9 November 2024   00:54 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Arsitek adalah profesi yang melibatkan khusus pada aspek perancangan sebuah bangunan. Kualitas estetika sepenuhnya menjadi tanggung jawab seorang arsitek, terutama dalam pembangunan infrastruktur umum. Dewan Arsitek Indonesia (DAI) telah mengeluarkan Surat Tanda Registrasi Arsitek (STRA) yang digunakan sebagai penyelarasan daripada dukungan terhadap akselerasi pembangunan infrastruktur handal, berkelanjutan, dan memiliki nilai estetika. 

Hal tersebut merupakan komitmen pemerintah untuk meningkatkan investasi dan ekonomi nasional sebagaimana yang tercantum pada UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Undang-undang tersebut secara khusus menuntut profesionalisme penyedia jasa, termasuk profesi pekerjaan arsitek. (1)


Meskipun melalui UU Nomor 6 Tahun 2017 Tentang Arsitek yang menyatakan bahwa DAI sepenuhnya bersifat mandiri dan independen untuk membantu Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan profesi arsitek, tengah di waktu ini, melimpahnya keterbatasan jumlah arsitek yang berlisensi professional di Indonesia. 

Menurut data direktori Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), terdapat 4.240 atau 15% anggota organisasi tersebut yang memiliki STRA (14/10/2024). Angka tersebut menjadi refleksi daripada penunjangan kualitas pembangunan di Indonesia yang merupakan bagian dari tujuan sertifikasi arsitek di Indonesia melalui persyaratan khusus tertera.

Terkait dengan lisensi profesional seorang arsitek, Indonesia sudah didahului oleh negara-negara di Dunia, termasuk bangsa tetangga. Amerika Serikat, sebagai salah satu negara maju, sudah menerapkan UU First Architecture Practice Act pada tahun 1897 dan menetapkan pula arsitek berlisensi pertama. Sementara itu, Singapura sudah menetapkan UU yang menertibkan regulasi arsitek pada tahun 1991. Kedua negara menerapkan proses integrasi antara bangunan dan lingkungan sekitar, mulai dari infrastruktur hingga tata ruang kota.

Panduan Urban Design (UD) Singapura, badan pengawasan perkembangan perancangan kota Singapura, memiliki kerangka kerja yang membantu untuk mengintegrasikan perkembangan infrastruktur dengan lingkungan perkotaan di sekitarnya. Setiap peraturan perancangan perkotaan yang dimiliki kota tersebut, dijalankan melalui implementasi keuntungan dua arah. 

Melalui otoritas pembangunan dan konstruksi negara, dirancangkan sebuah tujuan untuk meningkatkan aspek berkelanjutan dari kota tersebut. Keuntungan dua arah tersebut mengarah pada langkah yang harus dilaksanakan secara tegas agar pengembang dan pemerintah setempat sama-sama mendapatkan manfaatnya masing-masing. Oleh karena itu, terjadilah pembangunan yang memenuhi aspek estetika dan fungsionalitas tertentu berdasarkan sasaran tersebut.

Hal tersebut berbeda dengan Indonesia yang dapat dilihat melalui peristiwa keterlibatan arsitek masih sering kali hanya sebatas memenuhi syarat administratif pengembang, tanpa melihat keperluan multi fungsional pada aspek rancangan bangunan.

 Seringkali, pengembang atau klien di Indonesia hanya menggunakan jasa arsitek sebagai syarat pemenuhan administratif izin bangun, meskipun arsitek tersebut hanya mengarah pada proses penyelesaian proyek. Masalah tersebut dapat mengancam keamanan dan kenyamanan bersama di dalam satu lingkungan, karena masih berkeliarannya keterlibatan dengan politik kepentingan dan korupsi administratif kepala daerah atau tata kota setempat.

Bayangkan sebuah kota yang dibangun tanpa campur tangan arsitek yang berkompeten dan berlisensi. Bangunan-bangunan akan bertumbuh liar tanpa tatanan dan kerangka peraturan yang jelas. 

Akan dipenuhi pula berbagai permasalahan sosial yang pada akhirnya mengakibatkan gangguan pada kenyamanan dan keamanan penduduk kota. Gedung-gedung seakan-akan tidak nikmat untuk dipandang dari kejauhan. Tanpa arsitek yang terstandarisasi seluruh Indonesia, maka ilustrasi tersebut dapat menjadi realita sebelum pencapaian Indonesia Emas 2045.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun