Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Apakah Anda Optimis terhadap Danantara sebagai Sovereign Wealth Funds (SWF)?

3 Maret 2025   07:19 Diperbarui: 3 Maret 2025   17:05 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi Danantara sebagai SWF, Sumber: Dokumentasi Merza Gamal &  Republika.co.id diolah dengan Gen AI

Indonesia baru saja meluncurkan Danantara pada awal pekan lalu, sebuah Sovereign Wealth Fund (SWF) yang digadang-gadang akan menjadi salah satu yang terbesar di dunia. Dengan total aset senilai USD 900 miliar atau sekitar Rp 15.000 triliun, Danantara diharapkan menjadi motor penggerak pembangunan dan kesejahteraan nasional.

Namun demikian, di balik optimisme itu, ada pula kekhawatiran mengenai potensi risiko yang menyertainya.

SWF sering disebut dana abadi bagi sebuah negara. Dana itu bersumber dari kelebihan uang (excess) yang kemudian diputar atau diinvestasikan, sehingga menghasilkan laba terus-menerus tanpa menggerus modal awalnya.

Laba tersebut kemudian digunakan untuk membangun proyek-proyek negara yang tidak mungkin dilakukan perusahaan swasta karena punya orientasi kemaslahatan jangka panjang (bukan profit jangka pendek).

Perbedaan utama satu SWF dari SWF lain adalah dari mana modal awalnya dan bagaimana dana itu diinvestasikan. Sebagian besar (70%) SWF di dunia memperoleh modal awal dari penjualan sumber daya alam non-terbarukan (industri ekstraktif).

Model ini misalnya dimanfaatkan secara cerdik oleh Norwegia. Negeri itu menyisihkan hasil penjualan minyak dan gas untuk menjadi modal awal The Government Pension Fund Global (GPFG), salah satu SWF terbesar dan paling menguntungkan di dunia. SWF milik Norwegia itu memanfaatkan dana hasil penjualan minyak itu untuk berinvestasi dalam beragam perusahaan/proyek yang menguntungkan, terutama di luar negeri.

Dengan cara itu, Norwegia memperluas dan menganekaragamkan sumber-sumber pemasukan negara sehingga tak hanya tergantung dari minyak. Norwegia sadar bahwa disamping minyak akan habis, harganya juga berfluktuasi yang bisa mengganggu penyelenggaraan ekonomi negara.

The Alaska Permanent Fund (APFC), SWF milik Negara Bagian Alaska di Amerika Serikat, juga menerapkan konsep serupa Norwegia. Alaska kaya akan minyak dan gas.

Negara-negara petro-dollar di Timur Tengah juga mengambil jalan yang sama: memakai surplus penjualan minyak untuk memodali SWF seperti Mubadala (Uni Emirat Arab), The Public Investment Fund (Saudi Arabia), Abu Dhabi Investment Authority (ADIA), dan Qatar Investment Authority (QIA). SWF ini dikenal memiliki portofolio investasi global yang luas dan beragam, mencakup properti, teknologi, hingga industri strategis.

Sementara itu, Temasek Holdings milik Singapura dan Khazanah Nasional Berhad (KNB) milik Malaysia mengadopsi model berbeda. Dana awal mereka sebagian besar berasal dari penyertaan modal negara dan aset perusahaan pelat merah. Mereka berfokus pada investasi strategis di sektor domestik maupun internasional, dengan tujuan memperkuat posisi ekonomi negara masing-masing.

Gambar ilustrasi, Sumber: Dokumentasi Merza Gamal diolah dengan Generative AI
Gambar ilustrasi, Sumber: Dokumentasi Merza Gamal diolah dengan Generative AI

Namun, pelajaran berharga juga bisa diambil dari perbedaan nasib dua SWF Malaysia: Khazanah Nasional Berhad (KNB) dan 1Malaysia Development Berhad (1MDB). KNB berhasil meningkatkan nilai asetnya secara konsisten berkat pengelolaan yang profesional, transparansi, dan akuntabilitas yang kuat.

Sebaliknya, 1MDB terjerat dalam skandal korupsi besar dan gagal bayar akibat lemahnya pengawasan dan tata kelola yang buruk. Perbedaan mendasar ini menunjukkan betapa pentingnya komitmen terhadap prinsip-prinsip good governance dalam menentukan keberhasilan sebuah SWF.

Danantara, di sisi lain, menggunakan pendekatan yang lebih berani dan berbeda. Dengan mengumpulkan seluruh aset BUMN di bawah satu atap superholding, Danantara diharapkan memiliki daya ungkit besar untuk mendapatkan pendanaan dan investasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun