Saham PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) terus mengalami tekanan hebat, mencerminkan tantangan besar yang dihadapi perusahaan dalam menjaga dominasinya di industri barang konsumsi cepat saji (FMCG).
Pada perdagangan akhir pekan ini, Jumat (7/2/2025), saham UNVR ditutup melemah 5,63% ke level Rp1.425 per saham. Level ini menandai penurunan sebesar 24,40% sejak awal 2025 (year to date/YtD) dan merupakan harga terendah yang terakhir kali terlihat pada medio 2008.
Setelah mencapai puncak kejayaan di 2018, saham Unilever Indonesia terus mengalami tren penurunan secara bertahap. Kejatuhan ini semakin nyata menjelang rilis laporan keuangan tahun buku 2024 pada 13 Februari 2025, yang dinantikan banyak investor untuk mengukur prospek perusahaan ke depan.
Lemahnya Kinerja Keuangan
Laporan keuangan kuartal III-2024 menunjukkan bahwa Unilever mengalami tekanan besar pada berbagai lini bisnisnya. Perusahaan hanya mampu membukukan penjualan bersih sebesar Rp27,41 triliun, terkoreksi 10,12% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Penurunan ini dipicu oleh lesunya penjualan domestik yang turun 9,89% menjadi Rp26,63 triliun, serta anjloknya penjualan ekspor sebesar 17,45% menjadi Rp785,7 miliar.
Dampak dari menurunnya pendapatan ini pun terlihat pada laba bersih yang tergerus 28,15% secara tahunan, dari Rp4,18 triliun menjadi Rp3 triliun. Tekanan biaya produksi yang semakin besar serta persaingan ketat di industri barang konsumsi semakin memperburuk kondisi ini.
Strategi Transformasi dan Harapan Baru
Unilever Indonesia telah mengambil langkah strategis dengan menjual bisnis es krimnya kepada PT The Magnum Ice Cream Indonesia senilai Rp7 triliun. Divestasi ini bertujuan untuk mengembalikan fokus bisnis ke sektor utama yang lebih menguntungkan.
Dengan langkah ini, diharapkan laba bersih dapat meningkat sekitar Rp3,51 triliun dan kas serta setara kas naik dari Rp7,73 triliun menjadi Rp8,27 triliun.
Para analis masih menilai bahwa Unilever perlu melakukan inovasi yang lebih agresif untuk kembali menarik minat konsumen dan memperkuat daya saingnya di pasar domestik. "Unilever menghadapi tantangan yang cukup berat, mengingat persaingan di lini bisnisnya sangat ketat," ujar seorang pengamat kepada Bisnis Indonesia, Sabtu (8/2/2025).
Di sisi lain, situasi geopolitik juga menjadi faktor eksternal yang turut mempengaruhi persepsi pasar. Gencatan senjata antara Israel dan Hamas pada awal 2025 diharapkan dapat meredakan isu boikot terhadap produk Unilever, yang sempat mempengaruhi citra perusahaan.
Meski pun demikian, perbaikan kinerja fundamental oleh manajemen Unilever Indonesia tetap menjadi fokus utama investor saat ini.