Rencana pemangkasan karyawan yang diumumkan oleh Starbucks di tingkat global menimbulkan beragam reaksi, terutama mengingat dampaknya terhadap pasar utama seperti Amerika Serikat dan China. Di bawah kepemimpinan CEO Brian Niccol, langkah ini diambil untuk meningkatkan efisiensi dan menghadapi persaingan yang semakin ketat. (Sumber: Reuters)Â
Dengan target pengumuman rincian PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) pada Maret mendatang, muncul pertanyaan tentang dampaknya terhadap Starbucks di Indonesia, terutama mengingat penurunan kinerja PT MAP Boga Adiperkasa Tbk. (MAPB), pengelola lisensi Starbucks di Tanah Air.
Efisiensi Operasional dan Tantangan Global
Niccol mengakui bahwa struktur perusahaan yang terlalu besar dan berlapis-lapis telah memperlambat operasional Starbucks secara global. Rencana perampingan ini termasuk meninjau kembali peran, struktur, dan ukuran tim pendukung untuk memastikan perusahaan tetap kompetitif.
Dalam upaya memikat pelanggan, Starbucks juga mengumumkan rencana perombakan gerai di AS dengan fokus pada kenyamanan pelanggan, seperti menambahkan kursi yang lebih nyaman, cangkir keramik, dan bar bumbu kopi untuk mempercepat waktu pelayanan.
Namun, tantangan bagi Starbucks tidak hanya berasal dari dalam, tetapi juga dari eksternal. Pasar kopi global sedang mengalami perubahan, dengan kompetisi yang semakin ketat dari merek-merek lokal dan perubahan preferensi konsumen.
Meskipun Starbucks dikenal sebagai merek premium, tekanan ekonomi global dan inflasi memengaruhi daya beli masyarakat, termasuk pelanggan setianya.
Kondisi Starbucks di Indonesia
Di Indonesia, Starbucks dioperasikan oleh PT MAP Boga Adiperkasa Tbk. (MAPB). Sayangnya, MAPB melaporkan kerugian bersih sebesar Rp79,13 miliar hingga kuartal III 2024, kontras dengan laba bersih Rp111,44 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Penurunan ini disebabkan oleh turunnya penjualan sebesar 21,1%, termasuk penurunan tajam pada segmen minuman hingga 26,4%. Situasi ini memunculkan kekhawatiran bahwa Starbucks mungkin akan menutup beberapa gerainya di Indonesia untuk menekan kerugian.
Penurunan penjualan dan kinerja keuangan MAPB mencerminkan tantangan yang dihadapi Starbucks di Indonesia, seperti meningkatnya kompetisi dari kedai kopi lokal yang menawarkan harga lebih terjangkau serta pengalaman yang relevan secara budaya.
Nama-nama seperti Kopi Kenangan, Janji Jiwa, Tomoro, dan Fore Coffee terus memperluas pangsa pasar mereka dengan menghadirkan inovasi menu berbasis rasa lokal yang digemari pelanggan muda, seperti varian kopi susu gula aren atau es kopi dengan rasa khas daerah.