Tahun 2025 diprediksi akan menjadi tahun yang penuh tantangan bagi industri penerbangan global, dan ini tentu akan memberikan dampak besar bagi pasar Asia, termasuk Indonesia.
Masalah yang melanda raksasa dirgantara seperti Boeing dan produsen mesin terkemuka seperti Pratt & Whitney dan Rolls-Royce, yang mengarah pada keterlambatan pengiriman pesawat dan kekurangan suku cadang, menjadi sorotan utama.
Hal ini membawa konsekuensi langsung pada maskapai penerbangan, yang terpaksa menyesuaikan jadwal dan merombak armadanya.
Sebagai akibatnya, maskapai-maskapai besar di seluruh dunia---termasuk Southwest, Wizz Air, dan Ryanair---akan menghadapi kesulitan besar dalam mempertahankan kelancaran operasional mereka. Beberapa maskapai bahkan dipaksa untuk menghentikan sebagian armada mereka, akibat masalah keandalan mesin.
Sementara itu, pesaing Boeing di Eropa, Airbus, justru mendapatkan keuntungan, karena maskapai-maskapai yang semula bergantung pada Boeing kini mencari alternatif pesawat yang lebih andal. Ini adalah situasi yang tidak hanya menguji daya tahan para maskapai, tetapi juga memicu perubahan besar dalam dinamika pasar penerbangan.
Dalam menghadapi krisis semacam ini, ada beberapa tantangan utama yang akan memengaruhi industri. Pertama, keterlambatan pengiriman pesawat dan kekurangan suku cadang akan memengaruhi hampir seluruh ekosistem penerbangan, mulai dari maskapai penerbangan hingga perusahaan penyedia suku cadang dan perawatan pesawat.
Maskapai-maskapai yang mengandalkan pasokan pesawat baru akan menghadapi keterbatasan armada dan peningkatan biaya operasional, karena mereka harus merawat pesawat yang lebih tua lebih lama dari yang direncanakan.
Tidak hanya itu, masalah terkait mesin juga mengharuskan banyak maskapai untuk mengurangi frekuensi penerbangan atau bahkan menghentikan rute tertentu.
Di tengah tekanan yang begitu besar ini, peluang juga mulai muncul. Salah satunya adalah tren peningkatan permintaan untuk pesawat yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
Pesawat seperti Airbus A320neo, yang lebih hemat bahan bakar dan rendah emisi, akan semakin diminati, mengingat meningkatnya kesadaran akan pentingnya keberlanjutan di industri penerbangan. Maskapai yang berinvestasi dalam pesawat baru yang lebih efisien tentu akan berada di posisi yang lebih baik untuk meraih keuntungan di tengah masa-masa sulit ini.
Tidak hanya itu, teknologi pun memainkan peran besar dalam menghadapi tantangan ini. Dengan memanfaatkan teknologi digital dan kecerdasan buatan (AI), maskapai penerbangan dapat meningkatkan efisiensi operasional mereka.
Teknologi seperti pemeliharaan prediktif---yang memungkinkan maskapai untuk mengetahui kapan pesawat memerlukan perawatan sebelum terjadi kerusakan---dapat mengurangi waktu henti pesawat dan biaya perawatan yang tinggi.
Selain itu, dengan menggunakan sistem pengelolaan rute dan jadwal penerbangan yang lebih canggih, maskapai bisa lebih efisien dalam mengelola armada mereka, mengurangi pemborosan, dan meningkatkan pengalaman penumpang.