Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Sebuah Ironi yang Menyayat Hati tentang Peringkat Indonesia di Global Hunger Index (GHI) 2023

25 November 2024   20:32 Diperbarui: 25 November 2024   21:05 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia, negeri yang dikenal sebagai "gemah ripah loh jinawi," sejatinya memiliki kekayaan alam yang melimpah dan beragam. Namun, data Global Hunger Index (GHI) 2023 memunculkan ironi yang menyayat hati: Indonesia mencatat skor 17,6, menempatkannya sebagai salah satu negara dengan tingkat kelaparan tertinggi di ASEAN. Bahkan, Indonesia hanya lebih baik dari Timor Leste (29,9) dan masih berada di bawah Laos (16,3).

Fakta ini membuka mata kita bahwa di balik gemerlapnya pembangunan dan modernisasi, masih banyak saudara kita yang berjuang untuk mendapatkan makanan layak setiap hari. Lalu, apa yang menyebabkan situasi ini? Dan lebih penting lagi, bagaimana kita bisa mengatasinya?

Mengapa Kelaparan Masih Ada di Indonesia?

Kelaparan di Indonesia bukan sekadar soal kekurangan pangan, tetapi juga soal akses, distribusi, dan kualitas gizi. Sebagai negara kepulauan dengan populasi lebih dari 280 juta jiwa, tantangan utama terletak pada pemerataan akses pangan, terutama di daerah terpencil dan tertinggal.

Infrastruktur yang buruk, ketergantungan pada beras sebagai makanan pokok, serta dampak perubahan iklim turut memperparah situasi. Selain itu, tingginya angka kemiskinan membuat banyak keluarga tidak mampu membeli makanan bergizi, sehingga malnutrisi dan stunting masih menjadi masalah kronis.

Dengan demikian, kelaparan di Indonesia bukan hanya masalah ketersediaan pangan, tetapi lebih pada akses, distribusi, dan kualitas gizi. Beberapa faktor utama yang menjadi penyebab meliputi:

  1. Distribusi Pangan yang Tidak Merata
    Indonesia adalah negara kepulauan dengan tantangan besar dalam mendistribusikan hasil pertanian dari wilayah produksi ke daerah yang membutuhkan, terutama wilayah terpencil.
  2. Kemiskinan yang Masih Tinggi
    Meski banyak keluarga mampu memenuhi kebutuhan dasar, sebagian besar masyarakat miskin menghadapi kesulitan untuk mendapatkan makanan bergizi yang cukup.
  3. Ketergantungan pada Satu Jenis Pangan
    Budaya pangan yang terlalu berfokus pada beras membuat diversifikasi makanan lokal seperti jagung, ubi, sagu, dan singkong belum optimal.
  4. Dampak Perubahan Iklim
    Kekeringan, banjir, dan anomali cuaca lainnya terus memengaruhi produktivitas pertanian, mengakibatkan ketidakstabilan pasokan pangan.

Langkah Strategis Menuju Indonesia Bebas Kelaparan

Mengatasi kelaparan memerlukan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Berikut adalah strategi utama yang dapat dilakukan:

  • Diversifikasi Pangan Lokal: Mengurangi ketergantungan pada beras dengan mendorong konsumsi pangan lokal seperti sagu, ubi, dan jagung akan membantu memastikan ketersediaan pangan yang lebih luas. Edukasi masyarakat tentang manfaat pangan lokal juga sangat penting.
  • Peningkatan Infrastruktur dan Logistik: Pemerintah perlu memperbaiki infrastruktur jalan, transportasi, dan fasilitas penyimpanan hasil pertanian untuk memastikan distribusi pangan yang lebih cepat dan merata.
  • Program Bantuan Sosial yang Tepat Sasaran: Memperluas program seperti Kartu Sembako agar mencakup lebih banyak keluarga miskin dapat memberikan dampak signifikan dalam mengatasi kemiskinan dan meningkatkan akses terhadap pangan bergizi.
  • Pemberdayaan Komunitas Lokal: Program Desa Mandiri Pangan perlu dihidupkan kembali untuk memberdayakan masyarakat lokal dalam menciptakan ketahanan pangan di wilayahnya masing-masing.
  • Edukasi Gizi dan Pencegahan Stunting: Program edukasi gizi yang masif untuk ibu-ibu rumah tangga, balita, dan remaja perlu ditingkatkan. Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk ibu hamil dan anak-anak juga harus diperluas.
  • Penanganan Dampak Perubahan Iklim: Investasi dalam teknologi pertanian berkelanjutan dan adaptasi terhadap perubahan iklim, seperti varietas tanaman tahan cuaca, akan menjadi langkah penting dalam memastikan ketahanan pangan jangka panjang.

Menata Harapan Menuju 2025

Tahun 2023 menyuguhkan kenyataan pahit, tetapi kita tidak boleh menyerah. Dengan komitmen bersama, tahun 2024 harus menjadi titik balik untuk membangun fondasi kuat menuju Indonesia tanpa kelaparan. Pada tahun 2025, kita harus bercita-cita menciptakan Indonesia yang benar-benar layak menyandang predikat "gemah ripah loh jinawi."

Sebagai bangsa yang kaya akan sumber daya dan budaya gotong royong, kita memiliki semua yang dibutuhkan untuk mengatasi kelaparan. Kini saatnya bergerak bersama, memastikan bahwa setiap warga Indonesia bisa menikmati makanan yang layak dan bergizi. Mari kita wujudkan Indonesia tanpa kelaparan!

Semoga artikel sederhana dari pengamatan sebagai orang biasa ini bisa menjadi inspirasi bagi para Kompasianer dan pembaca lainnya untuk berkontribusi dalam mengatasi masalah kelaparan di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun