Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Belajar dari Penutupan Yogya Department Store: Sejarah, Kenangan, dan Tantangan Ritel Belanja Murah

9 November 2024   20:08 Diperbarui: 11 November 2024   10:31 124984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fenomena penutupan gerai ritel besar di Indonesia terus mencuri perhatian publik. Terbaru, Yogya Department Store di Ciwalk Bandung, yang telah lama dikenal dengan harga terjangkau atau belanja murah di supermarket dan menjadi bagian penting bagi masyarakat lokal, mengumumkan menutup gerainya pada tanggal 4 November 2024, pekan lalu.

Pengumuman penutupan tersebut tentu menimbulkan keprihatinan, terutama bagi masyarakat Bandung yang telah lama menjadikan Yogya sebagai destinasi utama untuk kebutuhan sehari-hari.

Sumber gambar: Akun Yogya Group di Instagram
Sumber gambar: Akun Yogya Group di Instagram

Saya, yang semasa mahasiswa di Bandung era 80'an, menjadi pelanggan setia gerai Yogya pertama di Jalan Sunda, turut merasa kehilangan akan ikon ritel ini yang kini menghadapi imbas dari perubahan di industri ritel.

Kasus ini bukan hanya soal tutupnya sebuah gerai, tetapi juga menggambarkan tantangan besar yang dihadapi sektor ritel saat ini. Mari kita menelusuri perjalanan Yogya, memahami apa yang terjadi di balik penutupan ini, dan pelajaran yang dapat dipetik untuk masa depan bisnis ritel.

Sejarah Yogya Department Store

Yogya Department Store memiliki sejarah panjang yang berakar dari sebuah toko sederhana. Berawal dari tahun 1948, berdiri sebuah toko batik kecil bernama Djokdja di Jalan Ahmad Yani, Kosambi, Bandung. Toko seluas 100 m ini dirintis oleh sekelompok pebisnis lokal yang mengelolanya secara sederhana dengan hanya delapan orang karyawan.

Dalam beberapa tahun, dengan ketekunan dan keuletan pengelola, Djokdja berubah menjadi toko kelontong yang melayani kebutuhan harian masyarakat. Pada tahun 1972, nama Djokdja diganti menjadi "Yogya" yang sesuai dengan EYD dengan tetap mempertahankan identitas awalnya.

Pada 28 Oktober 1982, yang bertepatan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda, Yogya membuka cabang pertamanya sebagai Department Store di Jalan Sunda, Bandung. Gerai ini menjadi titik awal ekspansi besar Yogya dengan luas toko dua kali lipat lebih besar dari pendahulunya, yaitu 200 m, dan didukung oleh 40 orang karyawan.

Seiring waktu, Yogya berkembang menjadi jaringan ritel besar yang menyediakan berbagai produk kebutuhan sehari-hari, menjangkau Kota Jakarta Timur, seluruh wilayah Jawa Barat (kecuali Kota Bekasi), sebagian Jawa Tengah, dan kota-kota besar lainnya.

Pengalaman Berkesan di Yogya Jalan Sunda

Saat saya mahasiswa di Bandung, Yogya di Jalan Sunda menjadi pilihan utama untuk belanja bulanan bersama teman-teman. Harga yang terjangkau dan variasi produk yang lengkap membuat Yogya tidak hanya sebagai tempat belanja, tetapi juga sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari kami.

Bagi saya, Yogya bukan sekadar toko, tetapi juga tempat yang penuh kenangan, di mana saya dan teman-teman berkumpul untuk berburu kebutuhan sehari-hari dengan anggaran mahasiswa yang terbatas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun