Kasus pemailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu raksasa tekstil Indonesia, kembali menjadi sorotan. Setelah lebih dari lima dekade beroperasi dan dikenal sebagai salah satu perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara, Sritex harus menghadapi kenyataan pahit: Pengadilan Niaga Semarang resmi menyatakan pailit.
Hal ini tentu menggugah banyak pelaku bisnis dan masyarakat untuk memahami, mengapa perusahaan sebesar Sritex akhirnya harus menyerah di tengah persaingan yang ketat dan tantangan finansial yang kompleks.
Sebagai permulaan, mari kita pahami perbedaan antara "pailit" dan "bangkrut." Banyak orang sering kali menganggap kedua istilah ini sama, padahal ada perbedaan hukum yang signifikan.
Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, pailit adalah keputusan pengadilan yang menetapkan bahwa debitur (peminjam) tidak mampu membayar utang-utangnya, sehingga dilakukan proses penyelesaian harta kekayaannya di bawah pengawasan kurator.
Sementara itu, bangkrut lebih merujuk pada kondisi keuangan perusahaan yang tidak sehat akibat kerugian besar, yang pada akhirnya mengakibatkan perusahaan berhenti beroperasi.
Dalam kasus Sritex, pailit terjadi setelah perusahaan tidak mampu memenuhi kewajibannya kepada kreditur dan gagal menjalankan kesepakatan restrukturisasi (homologasi) dari utang-utangnya yang sudah disepakati pada tahun 2022.
Profil Singkat dan Sejarah Kesuksesan Sritex
Sritex didirikan pada tahun 1966 di Solo, Jawa Tengah, oleh H.M. Lukminto sebagai sebuah toko tekstil kecil. Namun, berkat visi besar pendirinya dan semangat ekspansi yang luar biasa, Sritex terus berkembang menjadi perusahaan tekstil terintegrasi dengan empat lini produksi utama, yaitu pemintalan (spinning), penenunan (weaving), pencelupan (dyeing), dan pembuatan garmen (garment).
Keempat divisi ini menciptakan rantai produksi yang kuat, sehingga Sritex mampu memproduksi mulai dari benang hingga pakaian jadi, yang sebagian besar diekspor ke berbagai negara.
Salah satu pencapaian terbesar Sritex adalah kesuksesannya menjadi pemasok seragam militer untuk 35 negara, termasuk NATO, sebuah capaian yang menunjukkan standar kualitas tinggi serta inovasi dalam produksi.
Tidak hanya itu, Sritex juga menjalin kerja sama dengan banyak merek pakaian ternama di dunia. Kesuksesan perusahaan ini bahkan menjadi kebanggaan bagi industri tekstil nasional, dan menjadikan Sritex sebagai pionir dalam sektor tekstil Indonesia.